Aku semakin gusar kian terseret dalam sikap yang serba salah saat Mas Hilman terang-terangan mengajakku untuk mengobrol dan saling bercerita seperti dulu.
Bahkan tatapan Mas Bara sudah terlihat nyalang sekarang. Pastinya Mas Bara sudah terlihat tersinggung sekarang karena ajakan Mas Hilman padaku.
“Tapi tentu saja kamu harus mengajak suami kamu juga, karena aku juga ingin bisa mengenal suami kamu lebih dekat.”
Kali ini Mas Hilman mulai menyunggingkan senyumnya pada suamiku, tapi tetap saja Mas Bara masih menunjukkan sikapnya yang cenderung dingin.
Ibu yang melihat jika suasana sudah menjadi kurang nyaman, akhirnya mulai melerai kami.
“Sepertinya kamu sudah mengantuk ya Rindu? Ya sudah kamu pulang saja, ke rumah suami kamu. soal baju-baju kamu besok saja kamu ambil, nanti biar Mbak Murni yang menyiapkannya.”
“Benar Rindu memang me
“Kenapa kamu mendadak bertanya tentang manusia iblis itu?” sergah Mas Bara yang sekarang bahkan ekspresi wajahnya berubah menjadi dingin dan tegas.Aku mulai merutuki pertanyaan sendiri yang membuat wajah manis suamiku berubah dalam sekejap.“Maaf, Mas,” gumamku gusar.Jika melihat perubahan sikap Mas Bara aku menjadi enggan untuk mendesak meski hatiku masih saja diliputi rasa ingin tahu.“Kamu cukup tahu kalau mereka tidak akan bisa mendekati kamu lagi. Aku sudah mengatakan padamu kalau sekarang aku adalah pelindung kamu,” tegas Mas Bara lagi.Aku hanya bisa mengangguk tanpa berkata-kata lagi.“Sudahlah, mulai sekarang jangan pernah kamu tanyakan tentang mereka.”Mas Bara kemudian menarik nafas panjang seakan ingin mentralisir segala emosinya yang sempat terpantik tadi.
“Apa ini?”Dahiku langsung mengernyit lugas sembari tanpa sadar aku mulai memandang penasaran pada Mas Bara yang malah tersenyum simpul padaku.“Aku ingin kamu mencobanya sekarang,” ucap Mas Bara tegas.Sudah lebih dari seminggu kami menikah, aku mulai sedikit hafal dengan karakter suamiku. Jika nada bicara Mas Bara sudah seperti itu, jelas dia tak akan bisa ditolak.Tapi aku sendiri masih tak yakin, karena memang aku tak pernah memakai pakaian seterbuka ini.Gaun berbahan halus itu semuanya tanpa lengan dengan belahan dada rendah dan begitu pendek. Ada banyak warna dan model, ada yang polos tapi kebanyakan dipenuhi renda yang cantik.“Tapi apa ini Mas?”“Itu namanya lingerie, dan aku ingin kamu memakainya setiap malam saat kita tidur bareng.”Aku langsung disergap gelis
Walau awalnya sulit pada akhirnya aku mendapatkan ijin dari suamiku untuk mengajar mengaji di mushola meski waktunya harus aku ubah. Yang awalnya sehabis ashar menjadi sehabis maghrib.Untunglah anak-anak tak ada yang keberatan. Yang lebih penting Mas Bara juga malah semakin aktif menjalankan sholat berjamaah di mushola juga.Jelas aku merasa begitu bahagia sekarang. Karena setiap sore aku akan selalu diantar Mas Bara dengan sepeda motor keluaran terbaru yang selalu akan memancing perhatian para tetanggaku yang menjadi terpukau dengan perubahan diriku setelah dipersunting oleh mandor proyek yang ternyata cukup kaya itu, bahkan mampu menyaingi juragan Mukti yang seorang pengepul hasil panenan di desa kami, yang nyatanya keberadaannya kini tak ada yang mengetahui, tak lama setelah percobaan perkosaannya padaku.Saat aku sibuk mengajar, maka Mas Bara akan duduk di teras mushola setia memusatkan perhatian pada gawai di tanga
Aku tak pernah menyangka kalau suamiku mengajak untuk pindah ke kota lebih cepat dari yang aku sangka.“Kita pindah ke kota Mas? Kenapa begitu cepat?”“Tentu saja kita harus segera pindah ke kota, karena aku sudah berjanji pada seseorang untuk mengkuliahkan kamu,” ungkap Mas Bara datar dengan tatapannya yang terus memindai pada kaleng sarden yang sedang ia genggam.Sontak aku menyergap wajah tampan suamiku dengan tatapan lugas.“Apa yang Mas bilang tadi?”Mas Bara malah melirikku sekilas.“Apa kamu lupa kalau aku pernah bilang sama kamu, untuk menanggung biaya kuliah kamu?”Aku langsung menarik nafas sesaat, karena ternyata kalimat Mas Bara memiliki pengertian lain karena aku sempat mengira Mas Bara memiliki hutang janji pada seseorang untuk mengkuliahkan aku, yang aku pikir adalah orang lai
Sebelum pergi Mas Bara mewanti-wanti aku untuk tinggal di rumah ibu saja, dan tidak sembarangan keluar rumah.Jelas aku sedih sekarang karena harus berjauhan dengan Mas Bara, pria asing yang sekarang mulai mengambil perhatian dariku.Selama sebulan ini kami terbiasa bersama, menghabiskan malam-malam kami dengan gairah yang seolah tak pernah berakhir. Tapi kini kami harus tinggal berjauhan, tanpa aku tahu jelas apa yang sedang dikerjakan Mas Bara hingga memaksanya untuk pergi meninggalkan aku.Walau awalnya pernikahan kami bukanlah mauku sendiri tapi nyatanya kini aku merasa hampa saat Mas Bara tak berada di sisiku. Meski kami masih bisa saling bertukar kabar lewat ponsel yang sudah Mas Bara belikan untukku tetap saja rasanya tak sama, karena jika kami berjauhan seperti ini, aku tak bisa merasakan hangat dekapannya yang sekarang sudah membuatku terlalu terbiasa, dan menjadi aku butuhkan.
“Melakukan apa ya Mbak?” tanyaku sangat ingin tahu.Mbak Yuni kemudian menatapku penuh arti.“Kamu minta sama suami kamu untuk menghutangi kami,” tegas Mbak Yuni tanpa basa-basi.“Jangan, jangan susahkan Rindu, Rindu baru saja menikah dengan Pak Mandor, nanti apa kata Pak Mandor kalau keluarga Rindu sudah merecoki rumah tangga mereka?”Ibu langsung mencegah dengan tegas.“Aku nggak mau Pak Mandor menganggap keluarga kita ini sebagai keluarga benalu.” Ibu terlihat semakin gelisah sekarang.“Tapi katanya selama ini Pak Mandor suka ngasih uang buat Rindu? Pasti Rindu sendiri memiliki simpanan sendiri. Kami hanya akan meminjamnya sebentar, nanti kalau dagangan kami sudah berjalan lancar, kami pasti akan mengembalikannya.”Aku tercenung sejenak, mulai memikirkan tentang uang pemberian
Aku menjadi tergeragap bangun ketika mendengar gawai milikku berbunyi. Segera aku meraih benda pipih yang selama aku tidur aku letakkan di atas nakas dekat ranjang.Sejenak aku melirik ke arah Laras yang tampak sangat lelap di sampingku. Saat tinggal di rumah ibu aku kembali tidur bersama adikku, putri bungsu ibu yang masih duduk di bangku sekolah dasar.Saat melihat nama Mas Bara tertera di sana, yang diberi nama sendiri oleh Mas Bara, ‘suami tampanku’ itu, segera aku menjawab panggilan video itu, sesuatu yang memang sudah aku tunggu seharian. Karena nyatanya aku memang tak berani menghubungi Mas Bara terlebih dahulu.Aku langsung tersenyum lebar saat melihat wajah tampan suamiku dari layar ponsel. Baru dua hari kami berjauhan rasa kangenku terasa begitu membuncah.{“Kamu tidur pakai baju tertutup seperti itu? Mana semua lingerie yang sudah aku belikan untuk kamu?”} sergah Ma
Senyumku terunggah lugas saat Mas Bara memasangkan gelang indah itu pada tanganku.Gelang ini memang begitu indah, dan aku terlalu bahagia karena tak pernah mendapatkan hadiah perhiasan apapun dan dari siapapun.“Ini indah sekali Mas.”Mas Bara tersenyum ketika melihat aura bahagiaku.Dia kemudian membelai wajahku dengan segala kelembutannya yang selalu bisa membuatku terbuai.“Aku senang kalau kamu senang memakainya.”Setelah itu Mas Bara malah mendesah pendek.“Harusnya aku juga membelikan kamu cincin, bahkan saat kita menikah kemarin aku belum membelikan kamu cincin pernikahan. Maaf kemarin kita terlalu tergesa-gesa saat menikah, dan harusnya aku juga ikut membelikan kamu cincin pernikahan juga di sana, tapi aku ragu dengan ukuran jari kamu. Tapi kalau kita sudah tinggal di kota, kita bisa mudah untuk menc