“Tuan?”
Rena merasa begitu terkejut, setelah mendengar ucapan yang dikatakan oleh Reykana kepada mantan suaminya.
Mendengar panggilan dari Rena, Reykana pun menolehkan kepalanya ke arah wanita itu, kemudian melayangkan senyuman manis pada wajahnya.
“Dia mantan suamimu, bukan? Biarkan aku berkenalan dengan dia, sayang. Memperkenalkan diri sebagai calon suamimu,” ujar laki-laki itu kemudian.
“Rena? Benar dia calon suami kamu, hah?” tanya Tia kepada Rena. Akhirnya istri baru dari Dimas itu membuka mulutnya, setelah terdiam sejak tadi.
Rena tidak menjawab pertanyaan itu. Dia hanya bisa menyembunyian dirinya di samping Reykana.
Dimas memicingkan pandangan matanya ke arah Rena, kemudian memegang pergelangan tangan wanita itu dengan kasar.
“Jawab pertanyaan madumu itu, Rena. Benar, laki-laki ini calon suamimu?” tanya laki-laki itu, sembari menatap wajah Rena dengan tajam.
“S—sakit, Mas, tolong lepas,” rintih Rena. Berusaha untuk melepaskan cekalan Dimas pada pergelangan tangannya.
Melihat itu, Reykana pun langsung mendorong tubuh Dimas dengan kasar, hingga tubuhnya sedikit terhuyung ke belakang.
“Sudah aku tegaskan kepada kalian, Rena adalah calon istriku. Dan kamu, Dimas, beraninya kamu menyakiti Rena di depanku!”
Reykana menatap Dimas dengan tajam. Laki-laki itu merasa begitu marah, jika ada laki-laki yang melakukan kekerasan fisik pada wanita, apalagi jika hal itu terjadi di hadapannya.
“Hey, Bung. Aku itu suami Ren—“
“Mantan! Aku ingatkan, kamu sudah menalak Rena, bukan? Jadi, tidak ada hubungan apa pun di antara kalian berdua lagi,” potong Reykana langsung, saat Dimas hendak merendahkan Rena dengan kalimatnya.
“Tuan, Rena itu wanita bodoh dan jelek. Kenapa kamu mau menikah dengannya? Masih banyak wanita lain, jangan nikahi dia, dia hanya wanita bodoh! Aku ingatkan ini, agar kamu tidak menyesal. Dimas saja kasih talak sama dia, karena wataknya yang bodoh itu!”
Tia ikut memaki-maki Rena dengan kalimatnya. Seolah-olah menunjukan kepada Reykana, kalau Rena adalah wanita yang begitu buruk.
Namun, di dalam hatinya, Reykana jelas tidak peduli. Dia dan Rena sudah membuat suatu kesepakatan dan keputusan bersama, jadi apa pun yang terjadi, hubungan keduanya akan tetap berlangsung sampai tujuan mereka telah selesai.
Rena hanya bisa menundukan kepalanya, saat Rena dan Dimas semakin merendahkan dirinya di hadapan Reykana. Nyalinya benar-benar menciut, jika ada yang merendahkannya.
“Aku lebih baik menikahi wanita yang bodoh, dari pada harus mendengarkan ucapan wanita yang memiliki sikap begitu buruk sepertimu. Bahkan, aku tekankan, harga dirimu lebih rendah dari pada Rena, dia lebih baik, di atas segala yang kamu miliki, Nona. Dan lagi, kamu tidak memiliki etika baik, padahal kamu dan Rena berasal dari gender yang sama,” balas Reykana balik. Nada suaranya memang meninggi, tetapi ekspresi wajahnya terlihat begitu datar.
“Hei, sialan!”
Dimas merasa marah, dengan kalimat Reykana yang merendahkan Tia itu. Lalu, laki-laki itu langsung mengangkat telapak tangannya dan hendak melayangkan pukulan pada wajah Reykana.
“Jangan!”
Namun, Rena langsung berdiri di depan Reykana dan menghalangi tangan Dimas.
“Mas Dimas, lebih baik kamu pergi ke kantor polisi dengan istri barumu itu. Iya, aku memang wanita bodoh. Aku bodoh karena bertahan dengan laki-laki biadab sepertimu kemarin.
Calon suamiku yang sekarang memiliki sikap yang lebih baik darimu. Dia lebih kaya darimu, lebih tampan darimu, lebih segala-galanya darimu, tetapi dia bisa menghargaiku, nggak sepertimu, Mas Dimas! Sekarang pergi dari sini dan jangan berpikir sedikit pun untuk melukai calon suamiku!” teriak Rena, tepat di depan wajah Dimas.
Entah keberanian dari mana yang membuat Rena berani berteriak di depan wajah Dimas. Padahal, selama ini dia tidak pernah bisa meninggikan suaranya jika berbicara dengan orang lain.
Dimas dan Tia langsung melayangkan tatapan tajam ke arah Rena. Namun, sebelum mereka berani membalas ucapan Rena, Reykana lebih dulu memberikan isyarat kepada para polisi untuk segera mendekat.
“Bawa mereka dan berika sanksi untuk mereka, Pak Polisi. Aku serahkan semuanya kepada kalian dan berikan mereka sanksi juga karena sudah mencemarkan nama baik calon istriku,” perintah Reykana, dengan nada suaranya yang terdengar penuh dengan penekanan.
“Baik, Tuan Reykana.”
Polisi-polisi itu bekerja sama dengan Reykana dan hubungan keduanya cukup baik. Jadi, para pihak berwajib itu jelas mengenal siapa laki-laki itu sebenarnya.
Setelah itu, Tia dan Dimas langsung dimasukan ke dalam mobil polisi. Keduanya terus memanggil-manggil Rena dan Reykana dengan kalimat-kalimat yang berisi makian.
“Jika mereka berdua bersikap baik kepadamu, aku mungkin bisa membiarkan polisi itu untuk melepaskan mereka. Namun, mantan suamimu dan selingkuhannya itu memang memiliki watak yang begitu buruk,” gumam Reykana, sembari menatap kepergian mobil polisi itu.
Mendengar ucapan itu, Rena terlihat menghela napasnya perlahan, kemudian mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.
“Terima kasih karena sudah membantuku, Tuan. Seenggaknya, keputusanku untuk merelakannya adalah hal terbaik sekarang,” balas wanita itu kemudian.
Reykana menolehkan kepalanya ke samping, kemudia menatap wajah Rena lekat-lekat.
“Seharusnya, kamu merelakannya sejak dulu. Mantan suamimu sepertinya memperlakukanmu seperti seorang hewan. Aku bisa mengetahuinya, meskipun ini adalah kali pertama aku bertemu dengannya.”
Rena tersenyum tipis, kemudian menggelengkan kepalanya.
“Seperti apa yang mereka katakan tadi, Tuan. Aku adalah wanita yang bodoh, jadi, aku pantas untuk diperlakukan buruk.”
“Tidak ada manusia yang pantas untuk diperlakukan buruk. Sekarang, lupakan mereka. Aku akan melindungimu dari mereka, jika suatu saat mereka mencoba untuk menyakitimu. Tentunya, selama kita masih terikat dengan perjanjian,” balas Reykana langsung.
Setelah mengatakan kalimat itu, Reykana langsung membalikan tubuhnya, kemudian melangkahkan kakinya ke area hotel.
Sementara itu, Rena masih terdiam di posisinya berdiri semula. Memikirkan setiap perkataan yang dikatakan oleh Reykana kepadanya tadi.
“Mungkin, kehidupanku akan lebih baik selama bersama Tuan Reykana. Dia sudah menyadarkanku, kalau Mas Dimas benar-benar laki-laki yang buruk,” gumamnya kemudian.
Yah, sekarang Rena berada dalam lindungan Reykana. Perlahan tapi pasti, wanita itu mulai memikirkan untuk memulai kehidupan baru sekarang, sebagai seorang rekan dari laki-laki asing bernama Reykana itu.
“Nona Rena, mari ikuti Tuan Reykana ke dalam hotel,” tegur Deva, yang sedari tadi berdiri di belakang tubuh Rena.
Dan Rena pun langsung menganggukan kepalanya sebagai balasan.
“Wah, calon menantuku benar-benar terlihat cantik dan bersinar. Kamu benar-benar sempurna, Sayang.”Meryn langsung menyambut kedatangan Rena dengan senyuman dan pelukan hangat. Dia terlihat bahagia saat melihat Rena dan Reykana ada di rumahnya sekarang ini. “Terima kasih, Tante. Tante Meryn juga sangat cantik,” balas Rena. Meryn menggelengkan kepalanya, kemudian menuntun Rena untuk duduk bersamanya di atas sofa. Sementara Reykana, dia juga duduk di hadapan Meryn dan Rena, dengan sosok Deva di sampingnya. “Apakah kamu gugup, Rena? Pernikahanmu dan Reykana sebentar lagi akan dilaksanakan dan persiapannya akan secepatnya diselesaikan,” tanya Meryn. Telapak tangannya terus menggenggam tangan Rena dengan lembut. “Tidak, Tante. Katanya, Tuan Reykana sudah menyiapkan semuanya dengan baik dan dia berkata bahwa aku tidak perlu khawatir. Jadi, ak—“Tunggu, Tuan Reykana?” potong Meryn, saat Rena belum menyelesaikan ucapannya. Sepasang kelopak mata milik Rena terlihat mengerjap perlahan dan
Reykana memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, kemudian dia turun dari sana bersama dengan Rena. “Aku akan menunjukan tempatnya kepadamu,” ucap Rena, yang langsung dibalas dengan anggukan kepala oleh Reykana. Setelah itu, Rena berjalan lebih dulu di depan dan Reykana berjalan tepat di belakangnya. Hingga akhirnya, Rena dan Reykana menghentikan langkah kaki mereka tepat di depan sebuah makam. “Orang tuaku sudah meninggal,” gumam Rena, sembari berjongkok di samping makam itu. Reykana ikut berjongkok juga di samping Rena, kemudian melepas kacamata hitam yang semula dia gunakan. Lalu, laki-laki itu terlihat menganggukan kepalanya. “Ya, aku tahu.”“Sedalam apa informasi yang kamu dapatkan tentangku, Tuan?” tanya Rena. “Itu bukan sesuatu yang penting untuk dibicarakan di sini, Rena,” jawab Reykana, memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Rena. Rena hanya tersenyum, kemudian menabur bunga yang dia bawa ke atas makam, yang berada di depannya. “Halo, Ibu. Maafkan aku, karena aku baru
Rena merasa jantungnya akan berhenti berdegup, setelah mendengar ucapan yang dikatakan oleh sosok laki-laki yang sedang bersama dengannya sekarang ini. “Me—menikah? Bu—bulan depan?” tanyanya, masih dengan nada terbata dan rasa tidak percaya. Reykana memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegak, kemudian menganggukan kepalanya sebagai balasan. Rena langsung menyadarkan dirinya dari lamunannya, kemudian mengajukan suatu pertanyaan. “Tuan? Apakah waktunya nggak terlalu cepat? Maksudku, sekarang kita belum melakukan persiapan apapun.”“Kamu tidak perlu khawatir, aku akan menyiapkan semuanya, Rena. Aku hanya meminta kesiapanmu, untuk urusan persiapannya, aku dan Bundaku yang akan mengurusnya. Jadi, kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal itu,” balas Reykana, dengan ekspresi wajahnya yang menunjukan keyakinan. Mendengar jawaban itu, Rena terdiam sejenak, seperti sedang mencerna sesuatu. Namun, ekspresi bingung dan terkejut, jelas masih terpancar pada wajahnya yang sekarang telah beruba
“Pelajaran hari ini benar-benar sangat banyak. Aku nggak tahu, bisa tahan nggak dengan pelajaran yang cukup memusingkan itu,” gumam Rena, sambil memijit dahinya sendiri. “Buah untuk anda, Nona Rena.”Sosok Neni mendekati Rena, kemudian meletakan sepiring buah ke atas meja yang ada di hadapannya. “O—ouh iya, terima kasih, Mbak Neni. Maaf merepotkanmu,” balas Rena. Neni menggelengkan kepalanya. “Tidak, itu bukan masalah yang besar dan juga kewajiban saya untuk membantu anda, Nona,” balasnya. Mendengar jawaban itu, Rena tersenyum, kemudian menganggukan kepalanya sebagai balasan. “Apakah anda baik-baik saja, Nona? Maksud saya, apakah Tuan Reykana tidak memarahi anda sejak kejadian lusa itu?” tanya Neni, beberapa saat kemudian. “Nggak, Mbak. Aku sudah meminta maaf pada Tuan Rey dan dia memintaku untuk melupakan hal itu. karena bagaimanapun juga, semuanya tetap kesalahanku, Mbak,” jawab Rena, jujur. Neni mengh
Reykana terlihat cukup terkejut, saat melihat keadaan Rena yang sedang menangis sekarang. “Katakan kepadaku, apa yang terjadi kepadamu? Apakah ada sesuatu yang menyakitimu?” tanya laki-laki itu lagi.Mendengar pertanyaan itu, Rena langsung menggelengkan kepalanya, dengan air mata yang turun semakin deras. Hingga akhirnya, Reykana pun memeluk tubuh Rena, karena tidak tahu harus melakukan hal apa, untuk membuat wanita itu merasa lebih baik. “Tu—tuan, tolong maafkan aku atas kejadian kemarin. Aku benar-benar minta maaf, karena sudah membuatmu marah. Sungguh, aku nggak bermaksud membuatmu marah, aku ngg—““Sudah, tenangkan dirimu dan berhenti meminta maaf.”Reykana memotong ucapan Rena, kemudian melepas pelukannya. Lalu, dia menatap wajah wanita itu dalam-dalam, sambil tersenyum simpul. “Tidak masalah, hal itu terjadi bukan karena kesalahanmu sendiri. Cukup berjanjilah kepadaku untuk tidak mengulanginya lagi yah?” lanjut
“Jangan memarahi Nona Rena, Tuan, dia tidak bersalah. Dia mengobrol bersama saya dan pelayan lain, karena dia merasa bosan dan saya yang menyarankan dia untuk pergi ke taman belakang.”Neni berdiri dengan posisi kepala tertunduk, sambil menjelaskan semua yang telah terjadi kepada sosok Reykana yang sedang berdiri di depannya. “Jangan membelanya.”Neni langsung menggelengkan kepalanya. “Tidak, Tuan, saya tidak membelanya. Kenyataannya memang seperti itu, Nona Rena tidak bersalah, dia hanya ingin mengobrol dengan kami dan menceritakan tentang kebaikan anda.”Wanita itu menghela napasnya sejenak, sebelum melanjutkan ucapannya lagi. “Di luar semua itu, saya tetap meminta maaf kepada anda, karena sudah mengingkari permintaan anda, Tuan. Saya gagal untuk membatasi interaksi antara Nona Rena dengan pelayan yang lain,” lanjutnya lagi. Mendengar semua ucapan itu, Reykana terlihat mengangguk-anggukan kepalanya. Lalu, laki-laki itu terlihat meletakan cangkir kopi yang semula dia genggam ke a