Malamnya ….
Sekarang ini, Rena dan Reykana sedang berada di meja makan. Keduanya baru saja menghabiskan makanan yang ada di dalam piring masing-masing.
Dalam keheningan itu, Rena berulang kali mengedarkan pandangan matanya pada ke seluruh penjuru ruangan yang ada di sekitarnya.
Sedangkan Reykana, laki-laki itu terlihat sibuk dengan ponsel yang ada di dalam telapak tangannya sekarang ini. Hingga beberapa saat kemudian, dia terlihat mendongakan kepalanya, kemudian meluruskan pandangan matanya ke arah wanita yang ada di depannya.
“Ada apa?” tanya Reykana tiba-tiba.
“Hah?”
Reykana menghela napasnya singkat, saat Rena tidak memahami pertanyaannya.
“Ada apa? Kenapa kamu melihat tempat ini seperti itu? Apakah ada sesuatu yang mengganggumu di sini?” tanyanya lagi. Memp
“Tu—Tuan?”Rena refleks langsung beranjak dari duduknya, saat telinganya tiba-tiba mendengar suara Reykana di dekatnya. Dan benar saja, sosok Reykana berdiri tidak jauh darinya. Dengan ekspresi wajah laki-laki itu yang tetap terlihat datar, dan juga dengan pandangan mata yang dingin. “Aku sedang bertanya kepadamu, kenapa kamu ada di sini?” tanya Reykana lagi. “A—anu, aku belum ngantuk, Tuan, terus duduk di sini sambil nunggu ngantuk datang,” jawab Rena kemudian, dengan nada suaranya yang terbata. Sepertinya, dia masih terkejut dengan keberadaan Reykana, yang datang tiba-tiba itu. Mendengar jawaban itu, Reykana pun terlihat mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Lalu, laki-laki itu terlihat mendudukan dirinya di atas kursi, yang semula diduduki oleh Rena. “Apakah kamu akan terus berdiri seperti itu?” tegur Reykana, saat Rena hanya berdiri di samping kursi dan menatapnya. “I—iya, Tuan.” Setelah itu, Rena pun mendudukan dirinya di samping Reykana. Tentunya dengan perasaan yang ca
“Aku baik-baik saja, hanya mimpi buruk tadi, Tuan.”Rena mencoba untuk mengendalikan dirinya, kemudian memperbaiki posisi duduknya. “Kamu yakin?” tanya Reykana lagi. Dan Rena langsung menganggukan kepalanya sebagai balasan. “Iya, Tuan. Aku pikir, tadi Mas Dimas yang ada di sini, bukan Tuan.”Mendengar jawaban itu, Reykana terlihat mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Lalu, laki-laki itu terlihat menegakan posisi duduknya, sembari memperbaiki posisi jubah tidur yang dia kenakan. “Sekarang kamu ada di rumahku, tidak ada yang bisa menyakitimu di sini. Jadi, kamu tidak perlu khawatir.”Rena kembali menganggukan kepalanya, dengan senyuman tipis yang terlukis pada kedua sudut bibirnya. “Sekarang mandi dan turun untuk sarapan. Pakai pakaian yang aku belikan untukmu kemarin,” titah Reykana. “Baik, Tuan.”Setelah mengatakan kalimat itu, Reykana langsung melangkahkan kakinya keluar dari kamar Rena. -Saat sarapan berlangsung, tidak ada pembicaraan khusus yang terjadi antara Reykana da
Rena berjalan dengan langkah lambat, dengan kedua telapak tangannya yang terlihat memegangi banyak tali tote bag. Wajahnya terlihat lesu, dengan mulutnya yang berulang kali menghembuskan napas panjang. “Kenapa jalannya lambat sekali?”Reykana berdiri beberapa langkah di depan Rena. Laki-laki itu tidak membawa apa pun di kedua telapak tangannya. Sangat berbeda dengan Rena, yang membawa banyak tote bag berisi gaun, sepatu, tas dan perhiasan yang telah dibeli oleh Reykana sebelumnya. “Tuan, apakah kamu nggak mau bantu bawa barang-barang ini? Barangnya banyak, aku kesusahan untuk berjalan.”Hingga akhirnya, Rena berani mengatakan keluhannya itu kepada Reykana. Karena sedari keluar dari setiap store, laki-laki itu terlihat tidak berniat untuk membantunya membawa barang-barang yang telah dia beli itu. Reykana terlihat berbalik, kemudian berjalan ke arah Rena, setelah mendengar keluhan wanita itu. “Berikan kepadaku,” ujar laki-laki
Menempuh perjalanan sekitar lima belas menit, sampai akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Reykana dan ditumpangi oleh Rena memasuki pelataran sebuah rumah mewah, dengan cat berwarna biru langit dan putih. Namun, setelah mematikan mesin mobilnya, Reykana tidak langsung menyuruh Rena untuk keluar dari mobilnya. “Rena,” panggil laki-laki itu kemudian. “Iya, Tuan?” balas Rena, sembari menolehkan kepalanya ke arah Reykana. “Tolong bersikap biasa saja saat di dalam. Aku tidak akan memintamu untuk melakukan banyak hal, cukup hargai Ibundaku dan sapa dia dengan cara yang baik. Selain itu, jika dia ingin menanyakan sesuatu kepadamu, aku yang akan menjawabnya. Kamu paham?” Mendengar permintaan itu, Rena pun langsung menganggukan kepalanya sebagai balasan. Selama dalam perjalanan tadi, wanita itu sudah berusaha untuk mengendalikan perasaannya, agar dia tidak nervous saat berhadapan dengan ibu Reykana nanti. “Oh yah, satu lagi. Kamu harus selalu ingat, kalau kamu memang cantik, Rena. Jika ka
Reykana menganggukan kepalanya, membenarkan pernyataan bernada tanya yang dikatakan oleh Meryn. “Iya, dia asistenku. Dan seperti yang aku katakan sebelumnya, aku ingin menjadikannya sebagai model, Bunda,” ujarnya, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat penuh dengan keyakinan. Meryn terlihat menatap wajah Rena lekat-lekat, setelah mendengar penjelasan yang dikatakan oleh putranya itu kepadanya. Ditatap seperti itu, Rena pun merasa cukup tidak nyaman. Namun, wanita itu berusaha untuk tetap tersenyum dan tidak memalingkan kepalanya ke arah lain. Karena jika sampai dia memalingkan mukanya, dia akan gagal menjaga kepercayaan Reykana untuknya, pikirnya. Namun, beberapa saat kemudian, Meryn terlihat mengangguk-anggukan kepalanya. “Tidak masalah sih. Aku tidak peduli bagaimana latar belakang wanita yang kamu sukai, Reykana. Yang terpenting wanita itu memiliki sikap yang baik dan sopan, dan bukan sejenis dengan wanita-wanita yang mendekati lelaki hanya karena harta. Dan Bunda pikir, Rena
“Rena? Di mana kamu?”Reykana mengetuk pintu kamar yang ada di depannya berulang kali, sembari memanggil-manggil nama Rena. Namun, sudah sepuluh menit, dia tidak mendapatkan balasan apa pun dari dalam sana. “Rena! Buka pintunya sekarang atau aku akan membukanya dengan paksa,” ucap Reykana lagi, tetapi dengan nada suara yang lebih nyaring dari sebelumnya. Sepuluh detik setelah Reykana berteriak, pintu yang ada di depannya langsung terbuka. Dan menampilkan sosok Rena yang berdiri dengan rambut basah dan hanya mengenakan handuk pendek berwarna putih. “Tu—Tuan, maaf, aku baru selesai mandi.”Dan sepasang mata Reykana langsung membulat penuh, saat melihat pemandangan itu. “Tuan Reykana, apakah Re—“ Sosok Deva muncul di ujung lorong dan berada tidak jauh dari Reykana. Dan ucapannya langsung terpotong, saat melihat pemandangan yang cukup ‘mengejutkan’, tepat di depan Reykana sekarang ini. Melihat keberadaan Deva, Reykana langsung mendorong tubuh Rena ke dalam kamarnya lagi, kemudian me
“Aku yakin anda sudah bisa, Nona. Sekarang, anda harus mencoba untuk berjalan sendiri. ”“Kamu yakin aku bisa, Mbak? Kalau jatuh bagaimana?” Rena menatap sandal dengan hak tinggi yang terpasang pada kedua kakinya sekarang ini. Dengan tatapan yang terlihat ragu dan …. nervous. Neni menggelengkan kepalanya, kemudian berjalan sedikit menjauh dari posisi Rena berdiri. “Tidak usah takut, Nona. Saya ada di sini dan akan menjaga anda, kalau anda akan jatuh. Cobalah berjalan ke arah saya, pelan-pelan dan tidak perlu terburu-buru,” balasnya. Hingga akhirnya, Rena tetap berusaha untuk melangkah, meskipun ada rasa takut yang menumpuk di dalam hatinya. Dia benar-benar tidak terbiasa menggunakan sepatu hak tinggi dan sekarang dia harus bisa menggunakannya, atas permintaan dari Reykana. “Nah, sebentar lagi sampai, Nona. Tangkap tangan saya,” ucap Neni, sembari mengulurkan kedua telapak tangannya ke arah Rena. Rena meraih kedua telapak tangan Neni, kemudian menggenggamnya dengan erat. Dia terl
“Hei, kamu baik-baik saja?” Reykana segera berjongkok di samping Rena dan membantunya bangkit dari lantai. Sementara itu, Rena terlihat menggelengkan kepalanya, sembari menahan rasa sakit di pinggangnya. “Nggak papa, aku baik-baik saja, Tuan Reykana. Oh yah, Tuan sudah pulang?” balas Rena. Reykana berdehem pelan, kemudian menganggukan kepalanya. “Kamu belajar apa dengan Neni hari ini?” “Mengenakan sepatu hak tinggi. Aku sudah mencoba semua sepatu itu,” jawab Rena langsung, sembari menunjuk jejeran sepatu berhak tinggi dengan tinggi yang berbeda-beda, yang berada di atas meja dan lantai. Mendengar jawaban itu, Reykana pun terlihat mengangguk-anggukan kepalanya. Dia terlihat menatap arah di mana jari telunjuk Rena terarah. “Aku akan mandi dan beristirahat di kamarku dan lebih baik kamu juga mandi dan beristirahat sekarang. Aku akan memanggilmu saat jam makan nanti,” ucap laki-laki itu lagi, yang langsung dibalas dengan anggukan kepala oleh Rena. Setelah itu, Reykana langsung perg