Share

Bab 4. Lagi lagi Cintya

ISTRI PERTAMA SUAMIKU #4

(Duri dalam rumah tanggaku)

#kbm_cerbung

Sore hari, begitu pintu depan kubuka, aku langsung menyerbu Mas Dany dengan ciu*an. Mas Dany sejenak gelagapan dan terhanyut. Namun ketika tanganku mulai membuka kancing jasnya, tiba-tiba dia menarik diri, memegang kedua tanganku.

"Sayang. Berhentilah."

"Kenapa?" Suaraku serak oleh hasratku sendiri.

"Mas harus pulang."

"Mas kan sudah pulang? Ini rumahmu, rumah istrimu."

Mas Dany merangkum wajahku dengan kedua tangannya, memberi ciu*an ringan di bibir lalu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Diberikannya kotak kecil itu padaku. Meski sudah bisa menebak isinya, aku mau tak mau tetap terpesona menatap sebentuk cincin emas dengan setitik permata merah delima.

"Hadiah untukmu, karena telah mau bersabar menunggu." Ujar Mas Dany sambil tersenyum dan memasangkan cincin itu di jariku.

Mau tak mau aku luluh. Jariku yang putih dan jenjang tampak terlihat sangat cantik.

Mas Dany meraih cardigan putih yang kusampirkan di atas lengan sofa dan membentangkannya menutupi leher dan bahuku yang terbuka. Aku cemberut.

"Ini lingerie baru yang kamu beli waktu itu?" Tanyanya.

Aku mengangguk.

"Pakailah lagi saat Mas pulang nanti ya."

"Kapan?"

"Emm, sesuai jadwal tentunya." Mas Dany mengusap puncak kepalaku. Dan seperti biasa aku akan langsung luluh oleh perlakuannya yang lembut. Kusurukkan kepala masuk ke dalam pelukannya.

"Mas pulang dulu ya Sayang."

Mas Dany mengurai pelukanku. Percuma kupaksa, dia tak akan tinggal. Entahlah, Mas Dany berubah akhir akhir ini. Jika dulu sebelum menikah sangat mudah bagiku menahannya agar tetap disisiku selama berhari-hari. Kini setelah menikah, dia benar-benar disiplin dengan jadwal giliran kedua istrinya.

"Tahu begitu dulu gak usah nikah aja." Ujarku kesal sambil menatap mobilnya keluar pagar rumah mungilku.

Aku kembali masuk ke dalam rumah, mengganti lingerie hitam yang kugunakan dengan kaus longgar dan celana selutut. Pakaian sehari hari yang sangat nyaman buatku. Di meja makan, makan sore telah tersedia. Aku mengintip isinya, mencomot sepotong udang asam manis yang dimasak Mbak Inah sebelum dia pulang tadi. Lezat sekali.

Ponselku tiba-tiba bergetar. Aku terkejut mendapati nama Ibu di layarnya.

"Assalamualaikum Ibu."

"Waallaikumsalam. Livia, hari Minggu besok pulang ya Nduk, jangan lupa ajak suamimu. Ayahmu panen gurame. Nanti kita bakar ikan. Terong ibu juga sudah besar besar. Oh ya, pucuk daun singkong kesukaanmu pasti sangat enak kalau direbus dan dicocol sambal untuk teman gurame bakar."

Aku tersenyum mendengar suara Ibu. Ibuku yang lugu, tak tahu bahwa aku menjadi istri kedua. Beliau hanya tahu betapa beruntungnya aku karena menikah dengan bos di tempat kerja.

Hari Minggu, berarti dua hari lagi. Kebetulan sekali itu giliran Mas Dany pulang padaku.

"Baik Bu. Livia akan pulang. Ibu sehat kan?"

"Sehat Nduk. Semua sehat. Nanti bawa ikan juga untuk mertuamu ya."

Glek. Aku menelan ludah, teringat Mama mertua yang sampai kini tak pernah mengakui aku sebagai menantu.

"Laras adalah satu-satunya menantuku. Jangan coba-coba berharap bisa masuk keluarga terhormat ini."

Ujar Mama mertua sambil menuding wajahku dengan ujung telunjuknya. Kala itu, untuk pertama kalinya Mas Dany membawaku pulang ke rumah orang tuanya karena aku terus merengek minta ketemu. Setelahnya, aku menyesal bukan kepalang. Mending gak usah punya mertua.

"Nduk, Livia. Kamu masih dengar Ibu kan? Jangan lupa ya."

"Iya Bu. Livia dan Mas Dany akan pulang."

Ibu terdengar senang sekali. Sejak menikah, aku memang belum pernah pulang.

Setelah menutup ponsel, aku mengambil koper, mengemas beberapa pakaian untuk kubawa pulang besok. Tak sengaja mataku menatap mukena putih mahar dari Mas Dany. Mukena itu masih terlipat rapi di atas tumpukan sajadah di rak lemari paling bawah. Hatiku bergetar tiba-tiba. Sudah berapa lama aku tak sholat?

Sejak memutuskan jadi pelakor, aku tak pernah sholat. Rasanya percuma saja toh aku telah melakukan dosa besar yang sangat dibenci Allah itu.

Aku menghela nafas, menutup resleting koper dan merebahkan diri diatas kasur. Kubuka lagi akun fake dengan nama laki laki yang kupunya. Postingan pertama yang lewat, lagi lagi milik Cintya.

(Tanda cinta Papa ke Mama di anniversary yang ke dua puluh. Semoga langgeng selalu ya Papa dan Mama. Tenang aja, ulet bulunya nanti aku pites sampai mati.)

Caption yang melengkapi foto satu set lengkap perhiasan emas dan berlian itu membuatku gerah. Kupandangi cincin emas yang kini tampak tak berharga itu di jariku. Aargghh, jadi Mas Dany hanya memberikan ini, sementara Mbak Laras diberinya satu set emas berlian. Ini sungguh tak adil. Dan apa kata Cintya tadi? Mau mites aku? Coba aja.

***

Dua hari yang terasa dua abad itu akhirnya berlalu. Rasanya bosan sekali di rumah tanpa kegiatan apa-apa. Mungkin aku akan minta izin bekerja lagi, tapi apa yang bisa kudapatkan dengan ijazah SMA? Atau aku minta bikinin usaha aja ya? Atau emm, gimana kalau mau nyoba jadi mahasiswi? Sepertinya seru. Toh usiaku baru dua puluh dua.

Menjelang malam, deru mobil Mas Dany memasuki halamanku terdengar. Aku tersenyum, berjalan ke depan menyambutnya. Selama dua hari ini aku menahan diri untuk tidak menghubungi suamiku itu, meski rasanya kesal dan bikin gelisah.

"Hay sayang." Mas Dany langsung meraup pinggangku, memelukku dengan mesra.

"Aku mau kuliah Mas. Boleh?" Ujarku langsung.

Mas Dany terkejut. Tubuhnya menegang.

"Kenapa?" Tanyaku.

"Untuk apa kuliah?"

"Aku bosan di rumah. Gak punya kegiatan."

Mas Dany tersenyum.

"Kalau begitu kita buat usaha aja gimana?"

"Usaha apa? Aku maunya punya butik."

"Astaga sayang. Butik itu modalnya besar. Tahun ini Cintya masuk kuliah dan Denish tahun depannya lagi masuk SMA. Mas butuh uang banyak untuk sekolah mereka."

Aku merengut.

"Mas selalu memikirkan mereka. Bagaimana dengan aku?"

"Mereka anak anakku Liv."

"Kalau begitu, hamili aku sekarang juga. Aku akan memberimu seorang anak."

Mas Dany tertawa, dia langsung menarikku ke kamar.

"Bilang aja kalau pengen." Tiba-tiba dia menatap koper yang kusandarkan di tembok.

"Loh itu koper siapa?"

Aku jadi teringat telepon Ibu kemarin.

"Oh itu. Ibu kemarin telepon, kita diminta pulang besok."

"Ada acara apa?"

"Gak ada. Ibu cuma kangen katanya. Ayah panen gurame."

Wajah Mas Dany berubah sesaat.

"Maaf Liv, Mas tidak bisa. Cintya ulang tahun. Jadi…"

"Besok itu jatahku Mas!"

"Mas tahu. Tapi kita sudah janji jika akan ada kelonggaran di hari hari penting bagi anak anak."

Aku membanting tubuh ke kasur dengan kesal. Cintya lagi. Anak itu benar-benar duri dalam rumah tanggaku.

"Pokoknya aku tak mau tahu. Mas besok harus ikut aku ke kampung. Titik."

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Prapto Vera
istri pertama baik banget ya?ngijinin poligami.bener sih, dr pd berzina terus²an
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status