Share

Tamparan Untuk Yasmine

"Kita cerai!" ucap Yasmine dengan gejolak yang mereda namun kata-katanya begitu tajam setajam belati yang menusuk hati. 

"Enggak! Aku gak mau cerai sama kamu, Yasmine!" berang Yakub. Membayangkan dirinya kehilangan Yasmine membuat Yakub menggila. Tidak, itu tidak boleh terjadi. Yasmine harus tetap berada di sisinya, sebagai istrinya. Yakub mengejar Yasmine yang sudah berada di lantai satu rumah Mamanya. 

Yasmine tanpa menoleh bahkan melirik pun tidak, dia berlari keluar rumah mertuanya. 

"Yasmine! Tunggu!" 

Suara Yakub terdengar menggelegar membuat perempuan yang tadi dinikahinya secara siri langsung memeluk ibunya. 

Mama Yakub langsung ikut mengejar. Bukan mengejar Yasmine tapi Yakub. 

"Kub, berhenti! Yakub, berhenti!" seru Mama Yakub tapi Yakub tak mengindahkan Mamanya. 

"Yasmine! Tunggu! Yasmine!" 

Yakub makin mempercepat langkahnya untuk menyusul Yasmine yang sudah membuka gerbang. 

"Akh!"

Tubuh Yasmine ditarik ke belakang dengan keras. 

"Yasmine! Mau kemana?! Aku antar!" 

"Lepas! Lepasin aku, brengsek!"

Plaaak

Yakub kelepasan menampar Yasmine dengan cukup keras. Kepala Yasmine sampai tertoleh ke kiri. Bekas tangan Yakub jelas langsung terlihat di pipi Yasmine yang putih mulus. 

Yasmine dan Yakub tak bergerak sama sekali. Mereka sama-sama terkejut. Pun dengan Yakub. Yakub terbawa kegilaan karena Yasmine meminta cerai ditambah dimaki oleh Yasmine. Yakub terbawa emosi hingga dia melayangkan tamparan ke pipi Yasmine. 

Yasmine juga tertegun karena sikap Yakub. Sakit? Tentu saja sakit. Pipinya berdenyut nyeri dan panas tapi yang lebih sakit hatinya. Tak pernah dia menerima perlakuan sekasar ini, bahkan orang tua Yasmine saja tak pernah memukul Yasmine, sementara ini, laki-laki yang dia sanjung, dia hormati dan dia cintai setelah ayahnya berani melakukan ini kepadanya. Sudah berkhianat masih berani menampar Yasmine? Seburuk itukah wujud asli Yakub? Atau memang Yasmine yang sangat buruk hingga diperlakukan seperti itu?

Yasmine ingin menangis keras, merasakan sakit yang bertubi-tubi semacam ini. Tapi air matanya sudah mengering. Sudah tak bisa keluar lagi sekalipun Yasmine ingin. Secepat ini air matanya mengering? Sehebat inikah rasa sakitnya hingga membuat hatinya mengering seperti air matanya?

"Dek…mas minta maaf," sesal Yakub sambil berusaha melihat wajah Yasmine. Wajah Yasmine terlihat pucat seperti tak bernyawa, pipinya merah, bahkan sudut bibirnya terlihat terluka. 

Oh Tuhan, apa yang Yakub lakukan kepada wanita ini? Segila apa Yakub hingga tega berbuat sekasar ini kepada Yasmine? 

"Dek, mas…mas…"

"Lepas," pinta Yasmine dengan bibir yang bergetar menahan nyeri. 

"Dek, mas mohon. Mas gak bisa dek kehilangan kamu."

Yakub masih berusaha untuk membawa Yasmine ke dalam pelukannya. 

"Mas gak bisa, Dek. Mas gak bisa hidup tanpa kamu. Mas bisa gila. Mas bisa mati."

"Kalo gitu, mas mati aja," sarkas Yasmine dengan nada yang teramat dingin. 

"Dek! Kamu serius pengen liat mas mati?" tanya Yakub tak percaya. 

"Bahkan kematianmu tak akan bisa mengobati luka yang kau torehkan untukku, Yakub!" desis Yasmine. 

Yakub menggelengkan kepalanya. Tangannya mengendur dan kesempatan itu Yasmine gunakan untuk melepaskan diri dari Yakub. Yasmine berjalan meninggalkan rumah mertuanya. Meninggalkan Yakub yang berdiri mematung efek kata-kata Yasmine yang teramat pedas. 

Yasmine berjalan dua ratus meter dari rumah mertuanya, lalu mencegat sebuah taxi yang kebetulan lewat. Yasmine memutuskan untuk menginap di sebuah hotel. Dia butuh waktu untuk sendiri dulu saat ini baru memikirkan langkah-langkah lain. 

Sementara Yakub masih berdiri mematung di depan pagar rumah mamanya hingga Tanti, mama Yakub, menepuk punggung Yakub. 

"Ayo masuk. Tidak enak dilihat tetangga," perintah Tanti tanpa perasaaan. Tanti melihat semua adegan itu tapi dia seolah buta dengan semua ini. Hatinya sudah tertutup oleh egonya yang ingin segera menimang cucu. 

"Yakub?" panggil Tanti ketika Yakub masih tak bergeming saat Tanti mengajaknya bicara. 

Yakub tiba-tiba menoleh ke arah Mamanya. 

"Jika terjadi sesuatu dengan Yasmine dan dengan pernikahanku, sampai mati aku tak akan pernah memaafkan Mama!" ancam Yakub sambil berlalu pergi meninggalkan Tanti. Yakub tidak masuk ke rumah melainkan pergi dengan mobilnya. Dia harus menyusul Yasmine. Yakub harus meminta maaf dan melakukan apapun agar Yasmine tetap berada disisinya. 

Tak peduli Yasmine akan memakinya, dia akan berusaha menahan diri agar tak terpancing emosi lagi. Tak peduli jika orang mengatainya egois, ingin tetap bersama Yasmine meskipun ada perempuan lain di sisinya sekarang. Perempuan yang bergantung kepadanya. Yakub bisa memastikan, bahwa hatinya hanya untuk Yasmine. Tak ada celah untuk wanita lain sekalipun nanti wanita itu mangandung buah hatinya. Karena bagaimanapun, sejak awal Yakub tidak mau dan tidak setuju dengan pernikahan ini. Tapi sekali lagi, kondisi mendesaknya. Yakub terjepit hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengiyakan menikahi perempuan itu dengan syarat yang hanya mereka berdua tahu. 

Yakub mengendarai mobilnya dengan cepat, tujuan pertamanya jelas rumah yang dia tinggali bersama Yasmine. 

"Yasmine mana, Bik?"

"Loh? Nyonya kan di rumah Nyonya Besar," jawab Bibi dengan jujur. 

"Yasmine belum kelihatan pulang?"

"Belum, Tuan. Tadi bilangnya mau nginap. Coba tanya Mamang, tadi ke rumah Nyonya Besar di antar Mamang."

"Oh."

Yakub jelas yakin bahwa Yasmine tak pulang ke rumah ini. Apakah Yasmine ke rumah orang tuanya? Tidak, tidak mungkin Yasmine langsung ke Malang. Apakah Yasmine bersembunyi di tempat lain? Di rumah teman? Tapi siapa teman Yasmine? Yakub tak pernah lagi mendengar Yasmine menceritakan teman-temannya karena memang Yakub membatasi pergaulan Yasmine. Yakub cemburu jika Yasmine berhubungan dengan orang lain selain dirinya meskipun itu perempuan. Yakub tak ingin Yasmine terpengaruh dengan dunia luar karena itu Yakub membatasi dunia sosial Yasmine.

Yakub melacak Yasmine melalui GPS tapi sayangnya ponsel Yasmine mati. 

"Arrggkh!" teriak Yakub kesal. 

"Dimana kamu? Apa aku telpon Bapak Ibu saja?"

Yakub mondar-mandir di dalam kamarnya.

"Kalaupun Yasmine ke Malang, tentu Yasmine belum tiba di sana. Besok mungkin baru bisa telpon Bapak Ibu."

Yakub duduk di ranjang. Otaknya berpikir keras kemana Yasmine pergi. Alat GPS yang terpasang di ponsel Yasmine juga tak bisa dilacak. Satu-satunya cara adalah meminta orang untuk mencari Yasmine. 

Yakub segera menelepon Bima. 

"Halo, Pak, ada yang bisa saya bantu."

"Tolong lacak Yasmine. Cari sampai ketemu."

"Baik, Pak."

"Segera lapor dalam waktu kurang dari  dua puluh empat jam, Bim."

Bima terdiam. 

"Bima?"

"Apa Yasmine tahu semuanya?"

"Iya. Dia tahu tentang rencanaku hari ini. Dia melihatnya," jawab Yakub dengan suara pelan. Yakub meremas rambutnya. 

"Dia pergi ke rumah Mama dan dia melihat semuanya," tutur Yakub menjelaskan. 

"Aku sudah pernah memperingatkanmu. Jangan bermain api atau kau akan terbakar. Dan inilah akibatnya," dengus Bima kesal. 

"Jangan ceramah! Aku tak butuh! Aku butuh Yasmine kembali, Bim!"

Yakub mendengar dengusan Bima. Yakub di dalam kamarnya langsung duduk tegak. Ada ketegangan di raut wajah Yakub. Dia sedang menebak-nebak akan sesuatu. 

"Jangan katakan kau tahu dimana istriku sekarang?" tebak Yakub. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status