Share

LIAR

ARSELA

Lelaki tampan yang sudah lima tahun mengisi palung hati. Jalinan cinta kami tak berakhir dengan perubahan statusku sebagai nyonya Alvendo.

Perhatiannya selalu ada untukku. Dia tak pernah lelah mengejar dan menggodaku.

***

Sebuah pesan masuk ke ponsel. Membuka pesan WAG wanita sosialita penikmat kesenangan dunia. Mereka mengajak bertemu di sebuah club malam.

Melirik benda yang menggantung di dinding kamar, sudah pukul 22.30 WIB. Tak peduli selarut ini, aku pasti datang.

Menaburkan berbagai make up mahal, bersolek seelok mungkin. Penampilan tak kalah glamor dengan model papan atas. Mengenakan barang-barang mewah pemberian Roger, jam tangan berlapis emas, cincin bertahta berlian, dan beberapa perhiasan lainnya.

Mengenakan pakaian Off-Shoulder Top, warna merah menyala, kontras dengan warna kulit putih mulus tanpa cacat. Menonjolkan bagian atas dada hingga leher. Kupadupadankan dengan rok mini, memperlihatkan kaki jenjang hingga paha yang terpampang jelas.

Sekali lagi mematutkan diri di depan cermin. Senyum puas terukir, dengan apa yang melekat di tubuh sintal ini.

Dengan langkah tergesa, kuambil kunci mobil di atas lemari berukir klasik yang terbuat dari kayu jati termahal. Melintasi ruang kerja Roger yang sedikit terbuka pintunya.

Tak perlu minta izin, toh apa pedulinya.

"Arsela! Mau ke mana kamu malam-malam begini?" Suara berat yang menggetarkan pendengaran menghentikan langkahku secara spontan.

Memutar tubuh menghadapnya. Mata elang itu menyorot tajam, mengamati pakaian yang kukenakan. Tak mau kalah, kubalas tatapan menghujam itu.

Kulayangkan senyum sinis, sebagai jawaban. Kembali mengayunkan langkah menuruni anak tangga satu persatu.

"Arsela!" Teriaknya.

Langkahnya terdengar mengejarku dan berhasil mencekal kuat lengan ini. Kutepis kasar, berjalan cepat menuju tempat mobil terparkir.

Terdengar suara benda beradu. Menoleh sekilas untuk menghilangkan penasaran.

Oh, ternyata Roger menumbuk pilar rumah bercat kuning gading beberapa kali. Tangannya mengepal sempurna.

Kemarahan menggebu pria itu tak menyurutkan langkah ini. Aku meninggalkan pria yang masih berdiri di samping tiang kokoh dengan luka di tangannya.

Kulajukan mobil Mercedes AMG E 43 dengan kecepatan tinggi. Gara-gara lelaki angkuh itu, acaraku dengan teman-teman bisa telat. Mood pun berkurang, sial.

Membelah malam, fokus ke jalanan yang mulai lenggang, hingga tiba di club dalam waktu sekian menit.

Cahaya temaram, dentuman musik yang dimainkan DJ, menghantarkan langkah ini menuju sekumpulan wanita yang sejak tadi menunggu.

"Lama banget, Sel?"

"Berisik. Aku mau langsung senang-senang, gak usah banyak tanya!" jawabku ketus pada Wita.

"Ok, ok. Sebentar lagi ada kejutan untukmu." Leona menimpali.

Mengerutkan dahi sekian detik, menatapnya dengan mata sedikit dipicingkan, lalu mengalihkan pandangan pada botol-botol minuman yang mengoda saliva.

Kuambil wine merah yang telah dipesan wanita -wanita stress ini. Menuangkannya, lantas meneguk tiap gelasnya hingga tandas.

Di sisa kesadaran tubuhku bergerak, meliuk, mengikuti irama musik yang menghentak keras.

"Lihat, Sel. Kejutan untukmu sudah datang," ucap Wita di sela alunan musik yang berisik.

Belum sempat memalingkan wajah ke arah orang yang ditunjuk Wita. Tiba-tiba suara yang kurindukkan sebulan ini menyapu telinga.

"Hai, Sayang ...." Rangkulan melingkar di pinggang rampingku bersamaan dengan sebuah kecupan, membuat diri ini terlonjak, kaget campur geli.

"Bram ...?"

Kesadaran masih menguasai, meski minuman haram telah diteguk berkali-kali. Mudah sekali mengenali pria tampan itu. Dari aroma parfum yang digunakan, serta suara khas beratnya, dia yang pernah berbagi suka juga duka.

"Nakal," Kucubit pinggang pemuda bertubuh atletis itu. Menjatuhkan diri dengan manja ke dekapan dada bidangnya.

"Makin cantik saja," Aksi gombalan pun mulai dilayangkan Bram.

Tangannya membelai rambut panjangku yang tergerai.

Bram menuntunku untuk keluar dari area tarian. Mengambil tempat berdua, menjauh dari teman-teman wanita lainnya.

"Aku masih mencintaimu, Arsela ..., tak peduli kau milik siapa? Yang kuinginkan hanya kau, Sayang," bisik Bram di telingaku. Kecupan-kecupanya menyapu wajah ini.

Derai tawa lepas dari bibirku seraya bergidig geli. Rayuan Bram mampu membawa angan melayang, hanyut dalam sentuhan-sentuhan erotisnya.

Seakan beban yang kubawa dari rumah lenyap entah ke mana. Aku bahagia dengan sikapnya yang mampu memanjakan diri ini.

Menikmati malam dengan sentuhan kasih pria yang masih bertahta penuh di hati. Mereguk indahnya dunia dalam buaian asmara. Mencari kebahagiaan yang tak kudapati bersama Roger.

Malam pun mengakhiri tugasnya. Aku terbangun di sisi pria yang tengah tenggelam dalam ketenangan setelah mereguk kenikmatan bersamaku. Beringsut, mengulurkan tangan hendak meraih pakaian yang berserakan di lantai. Namun, tangan kekar berkulit putih berbulu itu lebih cepat dari gerakanku hingga tubuh ini kembali terhempas di sampingnya.

"Sudah cukup, Bram. Aku harus kembali," ucapku berusaha melepaskan kungkungannya.

"Aku mau sekali lagi," ucapnya sambil mengerlingkan mata. Membenamkan kembali wajahnya di leherku. Lelaki itu kembali melakukan aksi nakalnya. Dia tertawa, melihatku berusaha menghalau, tetapi kemudian meladeni.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status