Share

MUAK

Penulis: Hanin Humayro
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-17 14:45:03

ARSELA

Jika ditanya pernah bahagia hidup dengan orang yang tak dicintai? Pernah.

Aku pernah merasakan kebahagiaan itu. Namun, semua lenyap entah ke mana. Di awal pernikahan, memposisikan diri menjadi istri yang baik, menerima kekurangan dan kelebihan pria yang telah sah menjadi suamiku.

Kini, semua menghilang ... melebur seiring berjalannya waktu. Tak ada lagi tampang dengan senyum manis itu, semenjak dia disibukan dengan segudang pekerjaan.

Waktu untukku seakan tak tersisa. Jangankan memberi kabar, pulang keperaduan sendiri saja seakan lupa. Bahkan diri ini tak pernah lagi terjamah hangatnya sentuhan.

Berbaur dengan sekelompok wanita sosialita terglamor di kelasnya, yang memiliki kehidupan sama denganku. Mencari kesenangan tiada batas, sekedar mengusir sepi dan mereguk kebahagiaan semu.

Sang mantan kekasih, kerap kali mengajak bertemu, mencari tahu kehidupan Roger. Bram orang yang tak pernah menyerah, meski dia tahu, statusku kini sebagai istri orang.

***

Telinga menangkap deru mobil yang sangat kukenal memasuki halaman rumah megah ini. Beranjak mendekat jendela, mengintip dari baliknya. Mobil sport milik lelakiku, akhirnya dia pulang juga.

Tapi, untuk apa dia pulang? Bukankah ada dan tiadanya sama saja? Dingin!

Cih, lelaki angkuh! Sampai kapan aku harus melihat sosok tanpa ekspresi itu. Yang hanya untuk menyapa saja, adalah kemustahilan.

Lalu, untuk apa aku bertahan? Ya, ya, ya hanya demi tumpukan kekayaan tanpa tanding dua keluarga durjana. Aku adalah putri yang diumpankan pada putra mahkota kerajaan tetangga. Dan parahnya aku tak bisa membantah.

Bodoh memang!

Aku akui diri ini memang wanita terbodoh di dunia. Menerima pernikahan yang dipaksakan. Hingga harus hidup dalam topeng keharmonisan. Mesra di depan khalayak, saling memalingkan wajah dalam realita sesungguhnya.

Kembali menghempaskan badan di atas ranjang, tak ada keinginan menyambut kedatangan lelaki itu. Biar, biar saja ia dengan kelelahannya, sedang aku cukup menikmati hari.

Oh, ya. Sampai terlupa. Bukankah aku mau berenang tadi. Ah, sial kenapa pula sampai tertunda.

Dasar kamu Arsela!

Bangkit dari rebahan, menaruh ponsel di nakas. Bermaksud meneruskan rencana, mendinginkan otak, merilekskan tubuh di kolam besar lantai satu mansionku.

Sialan! Kupikir ia sudah masuk ke kamar. Nyatanya malah baru menaiki tangga. Malaslah harus berhadapan dengan tampang yang tak pernah ada lengkungan di dua sudut bibirnya.

Tatapan bertemu sekilas, selebihnya saling membuang muka. Melangkah berlawanan arah, bahu hampir bersentuhan kala sama-sama berada di posisi undukan kelima.

Berlalu, tanpa tegur sapa. Seolah tak pernah saling mengenal.

Tapi, tunggu! Wajah tampan berahang tegas itu terlihat cerah, tak seperti biasa jika pulang ke rumah ini, selalu masam. Kilat bahagia di mata elangnya tertangkap sudut netraku.

Ah, apa peduliku?

***

Mengikat tali kimono. Mengibas rambut basah usai berenang.

Kulihat Roger saat melintasi kamarnya, pintu sedikit terbuka. Bahu yang semakin kekar, dengan perut sixpack tak sengaja tertangkap netra saat ia berganti pakaian. Jujur sesuatu di sudut hatiku merindu tubuh itu.

"Nyonya, makanan sudah siap dihidangkan." Pukul delapan malam, terdengar panggilan dari Bi Inah, kepala pembantu rumah yang mirip istana ini.

"Iya, Bi. Aku turun."

Aku keluar dari kamar menuju ruang makan, tak lama disusul oleh Roger. Dia mengenakan pakaian rumah, celana pendek berbahan jeans dan kaos oblong yang mencetak otot dada. Kutelan saliva sekali ini.

Roger mengambil duduk tepat di hadapanku. Hening, suasana yang tercipta.

Irama sendok dan garpu yang beradu di piring, menjadi simfoni sumbang pengiring santap malam. Muak dengan keadaan ini, menyambar serbet, mengelap mulut. Melemparnya kembali ke meja.

Kutinggalkan lelaki itu sendiri di sana, kembali ke kamar. Menghempaskan tubuh di atas pembaringan, merajut mimpi hingga mentari pagi menjemput.

Sepanjang hari Roger berada di rumah, hanya bertemu ketika makan, berpapasan saat berjalan. Begitulah seterusnya.

Muak ... aku muak dengan keadaan ini. Seandainya, perjodohan itu tak ada. Mungkin aku telah bahagia bersama kekasihku. 'Bram.'

Bram? Apa kabarnya, dia? Sebulan pergi, belum juga kembali. Apa dia tak rindu permainanku?' Tak inginkah saling berbagi suka dan duka kembali seperti di waktu dulu?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ISTRI RAHASIA KONGLOMERAT    NYONYA RESMI

    ROGER"Bawalah Safna pulang. Kau sudah waktunya mengurusi urusan pribadimu. Setelah dia melahirkan, adakan pesta pernikahan. Undang semua kolega dalam dan luar negeri. Tunjukkan bahwa perusahaan kita masih kokoh dan berjaya!" titah papi. Kondisi papi pulih seiring kembali stabilnya perusahaan. Inilah yang kutunggu, kata-kata darinya. Artinya restu itu sudah keluar secara sempurna. Tak perlu lagi ada keraguan membawa Safna kembali ke sisiku. Enam bulan sudah aku menitipkan Safna pada orang tuanya. Segala rindu kupenjara agar tak memberontak. Hari ini akan kubebaskan ia dari kekangan.Tidak terlukis rasa ingin berjumpa. Mendekap tubuhnya erat, menghapus jejak air mata. Aku juga ingin bicara pada bayi yang ada di perutnya. Akan kukatakan maaf padanya sebab tak mendampingi selama proses pertumbuhan di alam rahim. Juga telah menorehkan kepedihan di hati sang bunda. Janjiku, ini adalah perpisahan terakhir kami. Setelah itu kami akan senantiasa bersama menjalani hari-hari bahagia. Membesa

  • ISTRI RAHASIA KONGLOMERAT    SERANGAN VAN HOEVEL

    ROGERBergetar tangan ini membuka surat yang dikirim pengadilan agama. Gugatan cerai dari Arsela.Sekukuh itukah kau ingin pergi dariku Arsela?Apa kesungguhan permohonanku tak menggeser sedikit pun keputusanmu?Mengapa di saat aku ingin bersemayam di hatimu, kau menguncinya rapat-rapat.Mengapa Arsela?Kuhempaskan berkas itu hingga berserak di lantai. Mengacak rambut ini berulang, lalu mengusap wajah yang entah sekusam apa sekarang."Aaargh!"Lautan emosi di hati ini hanya bisa terluapkan dengan teriakan demi teriakan. Tak lebih.***Menapaki keramik keperakan di ruangan megah bergaya artistik Eropa. Langkah ini sebagai upaya akhir membuka hati Arsela.Pelayan keluarga Van Hoevel mengangguk hormat, memanduku menuju ruang Arsela berada. Papa tanpa seizinku membawa putrinya ke sini selepas keluar rumah sakit. Aku tak mampu menolak apalagi menentang. Pria itu sama kerasnya dengan papi, lebih ganas malah.Kuhampiri wanita yang tengah memandangi ikan-ikan di kolam yang terletak tiga meter

  • ISTRI RAHASIA KONGLOMERAT    TAKKAN KUULANG

    ARSELALima bulan pasca perceraian dengan Roger. Aku dapat berjalan dengan normal kembali. Senang dan haru bercampur aduk di hati. Tak lupa ucapan syukur kupajatkan pada pemilik nyawa ini. Sebab, selama ini, aku telah lalai dengan kewajibanku. Terlalu jauh melampaui batas. Mendapatkan ketenangan hati setelah kembali menjalankan perintah-perintah-Nya ampunan atas perbuatanku selama ini. "Ah, thank's ... God." Tak lupa juga kuucap terima kasih pada Bram yang dengan tulus selalu menjagaku. Perhatian dan sikapnya membuat hati ini luluh kembali. Dia lelaki yang tak pernah berhenti mencintaiku. Roger, mungkin dia telah berbahagia, hidup dengan wanita yang bertahta penuh di hatinya. Safna. Wanita itu pantas mendampingi Roger. Kuusap bulir bening yang mengalir di sudut netra kala mengingatnya. Bram mengajakku jalan-jalan malam ini. Hanya bisa menutup mulut kala sadat ke mana ia membawaku. 'Tokyo Bay Night Cruise, Tokyo' salah satu tempat teromantis yang biasa dikunjungi pasangan kekasih

  • ISTRI RAHASIA KONGLOMERAT    TAK HENTI

    ARSELA"Dengar, Arsela! Aku tak akan berhenti sampai mendapatkan hatimu lagi. Aku akan terus berjuang untuk itu." Bram mengusap sudut matanya yang mengembun. "Aku mencintaimu, sampai kapan pun itu. Bahkan sampai aku mati." "Pergi!" usirku. Keesokan hari, Bram datang kembali ke rumah ini. Aku sudah berpesan kepada penjaga rumah agar tak mengijinkannya masuk. Walau bagaimanapun, Bram pantas meraih kebahagiaannya dengan wanita lain, bukan denganku. Kuintip dari balik kaca setelah satu jam berlalu. Pria itu masih ada. Ah! Lelaki itu tetap pada pendiriannya. Tak akan pergi sebelum menemuiku. Bodoh memang. Malam hari hujan turun dengan derasnya. Kilatan-kilatan di langit menimbulkan suara menggeleggar. Menjalankan kursi roda melalui tombol otomatis menuju jendela. Ingin melihat hujan. Netraku menangkap seseorang yang berdiri menatap jendela kamarku. Ya Tuhan, Bram. Mengapa dia masih di situ.Jika terjadi apa-apa, bagaimana? Kalau Bram mati kedinginan bagaimana? Bram! Mengertilah. Ku

  • ISTRI RAHASIA KONGLOMERAT    ARSELA KINI

    ARSELALumpuh? Aku lumpuh? Inikah hukuman atas kesalahanku? Mengapa tak mati saja? Mengapa Tuhan? Emosiku tak terkendali saat pertama mendengar vonis ini. Aku benar-benar merasa jadi manusia tak berguna. Hingga.... Menangis pun sudah tak berguna. Marah tak menyelesaikan masalah. Lalu.... Aku diam. Menerima realita dan segala konsekuensinya. Ditinggalkan Roger, hal pertama yang menjajah perasaan. Apalagi ia kini sudah memiliki wanita sempurna. Apalah aku dibanding dia? ***Aku melayangkan gugatan cerai pada Roger. Di luar dugaan ia menolak. Malah terus berupaya mendatangiku menawarkan hal sama. Menjalani bahtera rumah tangga bersamanya juga Safna. Ia berjanji akan berlaku adil. Akan berupaya membahagiakan kami berdua. Pernah hatiku terketuk. Nekat, ingin kuterima saja tawarannya. Namun, kala teringat kembali besarnya cinta Roger pada Safna membuatku meneguhkan kembali hati yang mulai goyah. Untuk apa bertahan jika aku tahu di hatinya hanya menyisakan sedikit tempat untukku.

  • ISTRI RAHASIA KONGLOMERAT    KENAPA BUKAN DIA

    SAFNASetelah mengenakan jilbab, langkah kuayunkan menuju ruang tamu di mana kata emak, Reyhan menunggu.Pemuda itu sedang berbincang dengan abah. Wajahnya cerah, terlihat bahagia.Tatapan kami bertemu, Rey mengangguk seraya mengatupkan tangan di depan dadanya. Kubalas dengan gerakan serupa.Pandangan Rey tertuju pada perutku yang membesar. Ada senyum di bibir itu.Kuraih kertas berwarna merah maron berpita gold berbungkus plastik transparan dari tangan Reyhan. Undangan."Ini undangan siapa, Rey?" tanyaku, membolak-balikan undangan tersebut. Lalu menatap lekat pria yang sedang tersenyum lebar itu."Punyaku. Aku sangat senang jika kalian mau datang di hari pernikahanku.""Masyaa Allah. Alhamdulillah, aku ikut bahagia, Rey."Mataku berkaca, menatapnya haru. Akhirnya kau mendapatkan apa yang tak kau dapatkan dariku, Rey.Reyhan mengangguk, dapat kulihat ada binar yang berbeda di mata itu. Kuyakinkan sisa cinta itu masih ada, hanya saja, takdir kita tak searah.Akhirnya nama pria yang ter

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status