Share

2. Sita Keguguran

Sita merasakan sakit yang luar biasa pada perutnya. Rasa sakit itu begitu intens dan menusuk-nusuk, membuatnya merasa seakan-akan ada yang meremas-remas perutnya dengan kuat. Tak lama kemudian, darah segar mulai mengalir di betisnya. Aliran darah merah terang itu menambah kepanikan Sita dan ketakutan akan keselamatan bayi yang ada di dalam kandungannya.

Arjun, yang awalnya menganggap Sita hanya berpura-pura, akhirnya menyadari keadaan serius yang sedang dialami oleh istrinya. Dia melihat raut wajah Sita yang pucat dan penuh kekhawatiran. Dengan cepat, Arjun melangkah mendekati Sita dan segera menahan tubuhnya yang hampir saja jatuh ke lantai.

Mereka berdua segera bergegas menuju rumah sakit terdekat. Di perjalanan, Sita semakin lemas dan pucat. Arjun merasa takut akan keselamatan Sita dan calon anaknya yang begitu berarti baginya. Ia berdoa semoga Sita dan bayinya bisa bertahan dan mendapatkan pertolongan secepat mungkin. 

Setibanya di rumah sakit, dokter kandungan segera bereaksi cepat menuju kamar Sita. Tanpa membuang waktu, dokter perempuan itu segera melakukan prosedur medis yang diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan Sita dan bayinya.

Arjun merasa cemas dan gelisah ketika tidak diizinkan masuk ke dalam kamar. Ia hanya bisa menunggu dengan harapan yang kuat bahwa dokter akan berhasil menyelamatkan nyawa Sita dan bayinya. Meskipun takut dengan apa yang mungkin terjadi, Arjun tetap berusaha menjaga ketenangan dan berdoa agar semuanya berjalan dengan baik.

"Dokter, pasien pingsan," lapor perawat yang mendampingi Dokter

tersebut. Dokter itu dengan tetap tenang mencoba melakukan yang terbaik. 

Mata Sita tetap terpejam seiring dengan usaha dokter yang berkelanjutan untuk menyelamatkan nyawanya. Detak jantung Arjun semakin cepat, menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Ia memohon kepada Tuhan agar memberikan kekuatan kepada dokter dan keselamatan kepada Sita dan bayinya.

Dalam keheningan ruangan, Arjun hanya bisa berharap semoga semua usaha dokter tidak sia-sia. Ia merasa bersalah karena tidak bisa berada di samping Sita saat ini, tapi ia percaya bahwa dokter sedang melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan nyawa istrinya.

Waktu terasa berjalan sangat lambat bagi Arjun. Setiap detik terasa seperti berabad-abad baginya. Ia mencoba untuk tetap tenang, meskipun hatinya dipenuhi kegelisahan dan kekhawatiran. Ia tidak bisa membayangkan hidup tanpa Sita dan bayinya. Semua yang ia harapkan adalah keselamatan bagi mereka berdua.

Akhirnya, setelah melalui proses medis yang melelahkan dan penuh dengan ketegangan, dokter akhirnya keluar dari kamar Sita dengan ekspresi wajah yang serius. Dengan hati yang berat dia memberitahu Arjun, "Istri Anda selamat, kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan bayi Anda, tapi takdir berkehendak lain."

"Apakah maksud Anda, bayi saya... ." 

Arjun tidak kuasa melanjutkan perkataannya, berita itu seperti pukulan keras bagi Arjun. Perasaannya seperti dihantam oleh batu besar yang jatuh dari langit. Segala harapan dan impian yang selama ini terjalin dalam pikirannya tiba-tiba lenyap tanpa jejak. Bayi yang mereka nanti-nantikan dengan penuh kebahagiaan, kini hanya tinggal kenangan yang menyakitkan.

Arjun merasakan kekecewaan yang sangat mendalam. Ia terpukul oleh kenyataan bahwa bayi yang selama ini mereka impikan tidak dapat hadir dalam kehidupan mereka. Impian mereka untuk menjadi orang tua, untuk merawat dan mencintai seorang anak, sekarang hanya menjadi bayang-bayang yang terus menghantuinya.

Arjun dengan langkah yang terlihat tidak bersemangat dan kurang tegap masuk ke kamar Sita. Ia melihat perubahan pada wajah istrinya yang sebelumnya terlihat pucat. Matanya masih tertutup, dan infus yang mengalirkan cairan ke tubuhnya tetap terpasang di tangannya. Arjun mendekatinya perlahan, dalam hatinya, Arjun merasa kecewa dengan keadaan istrinya. Ia berharap bahwa semuanya akan baik-baik saja, tetapi kenyataannya tidak seperti yang ia harapkan.

Beberapa menit kemudian, Sita membuka matanya perlahan, dia bahagia saat melihat suami yang sangat dia cintai berada di sampingnya. "Arjun," sapa Sita dengan senyumnya yang masih lemah. Arjun hanya tersenyum miring, Dia berusaha menjaga kekuatannya, tetapi sulit bagi Arjun untuk tidak menunjukkan rasa kecewa yang ada dalam hatinya.

"Bagaimana keadaan bayi kita?" tanya Sita dengan suara lirih, dia tidak sabar ingin mengetahui keadaan bayi mereka, Arjun semakin tertekan, rasanya seperti ada beban yang terlalu berat untuk diemban. "Bayi yang mana? Kita tidak memiliki bayi," jawab Arjun, penuh dengan penekanan.

Sita terdiam sejenak, mencerna kata-kata Arjun dengan hati yang hancur. "Tidak mungkin, kau pasti bercanda," tukasnya dengan ketidakpercayaan. Arjun menatap tajam ke arah Sita, berkata, "Aku tidak bercanda!"

Air mata semakin deras mengalir di pipinya, menggambarkan betapa besar kehilangan yang ia rasakan. Bayi yang seharusnya menjadi satu-satunya harapan mereka, kini hanya tinggal dalam ingatan. Arjun melanjutkan ucapannya yang pedas, "Kau telah gagal menjaga bayi kita!"

Sita merasa seperti ditusuk di dalam hatinya saat Arjun menyalahkan dirinya atas kematian bayi yang belum lahir. Air mata mengalir deras dari matanya, mencerminkan kepedihan yang mendalam dalam hatinya. 

"Untuk apa kau menangis, Hah?" tanya Arjun mendongakkan kepalanya songong, dia kembali melanjutkan caciannya kepada Sita, "Percuma saja kau menangis, tidak akan membawa kembali bayi kita!" 

"Cukup, Arjun!!! Cukup!!!" pinta Sita menutupi kedua telinganya dengan tangannya. Dia tidak ingin lagi mendengarkan ucapan suaminya yang menyudutkannya.

"Kenapa, Kau tidak terima? Bukankah sudah aku peringatkan kepadamu sejak awal untuk menjaga bayi kita dengan baik. Namun, apa yang sudah kau lakukan? Kau sibuk berpikiran buruk tentangku, yang membuat dirimu stres dan akhirnya... ." 

Arjun melirik Sita berkesan sedang mengejek dia. Sita kini menatap Arjun lekat-lekat, "Arjun. Seharusnya kau sadar, jika semua ini bukan hanya salahku, tapi kau juga ikut andil dalam masalah ini!"

"Oh, jadi sekarang kau mau melemparkan masalah ini kepadaku?" sahut Arjun dengan tawa kecilnya. "Arjun, jika saja kau tidak bermain dengan wanita itu, pasti aku tidak akan berpikiran yang bukan-bukan. Semua bukti sudah ada, tapi kau masih belum mengakuinya."

"Sita, cukup! Harus berapa kali aku katakan kepadamu, jika aku tidak selingkuh!" bentak Arjun, mengacungkan jari telunjukkan tepat ke wajah Sita. Sita semakin geram dibuatnya.

"Bohong!!!" teriak Sita dengan tenaga yang masih belum pulih benar.

"Terserah! Kau bebas berpikir tentangku, aku mau pergi! Percuma saja di sini, kau masih tetap tidak berubah!" putus Arjun, memilih untuk mengakhiri pertengkaran tersebut.

Arjun pergi meninggalkan ruangan Sita dengan kekesalan yang membuncah. Dia merasa marah dan frustasi karena Sita juga menyalahkan dirinya atas hilangnya nyawa bayi mereka. Arjun sangat kesal dan kesedihan memenuhi hatinya saat ini. Sita terus memandang kepergian Arjun dengan raut wajah sedih yang menggambarkan betapa terlukanya hatinya. Dia berharap suaminya akan menjadi pendukung dan penghibur baginya di saat-saat sulit seperti ini. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Arjun justru menyalahkan Sita atas kematian bayi mereka, dan itu sangat menyakitkan bagi Sita.

Kepergian Arjun hanya membuat semakin terasa betapa sendirinya Sita dalam menghadapi kesedihan ini. Dia merasa kehilangan sosok yang seharusnya menjadi tempat berlindung dan penopangnya. Dia berharap Arjun akan berubah pikiran dan kembali menemukannya, memberinya pelukan hangat, dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Namun, harapan itu pupus saat Sita melihat Arjun semakin menjauh. Rasa sakit dan kehilangan semakin menghimpit hatinya. Sita merasa dikhianati dan tidak dihargai oleh suaminya. Dia merenung dalam kesedihan yang mendalam, bertanya-tanya mengapa hal ini harus terjadi pada mereka. Mengapa cobaan ini begitu berat dan pahit?

Dari kejauhan tampak seorang perempuan menyeringai bahagia atas penderitaan yang Arjun alami. "Semesta telah mendukungku," ujarnya dengan senyum kemenangan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status