Share

Surat Cerai

"Kalian tidak malu menangis di sini? Orang-orang yang lewat bisa heran melihat kelakuan kalian. Pita saja tahu kalau mau menangis itu bukan di ruang terbuka. Ayo kita nangis di dalam saja," ujar Bapak, menyusut sudut mata dengan telunjuk. Sindiran halus yang mengena ke hati.

Aku melonggarkan pelukan di bahu Ibu mertuaku dan mengusap mata dengan kasar. Kenapa kami malah terlena dalam kesedihan? Putriku lagi butuh penjelasan.

Aku bersegera masuk dan mengetuk pintu kamar putriku. Kulihat gadis kecil sainganku itu sedang telungkup di atas ranjangnya.

"Sayang, kamu kenapa menangis sih?" tanyaku sambil mengusap-usap rambutnya yang lurus sebahu.

Gadis berwajah manis itu duduk dan menghadapku. Dengan jempol kanannya, ia mengusap pipiku.

"Ibu sama Nenek menangis gara-gara Pita, ya, Ma. Maafkan Pita telah nakal," ujarnya sambil mencium tanganku.

Ah, putri solehaku.

"Ibu yang harusnya minta maaf karena tidak bisa bahagiain Pita," balasku.

"Enggak, Bu. Pita janji tidak akan marah-marah l
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status