“Ma, kalau perlu apa-apa panggil bibi ya,” ucap Mikel sambil menyelimuti sang ibu.“Akh, serasa sakitku hilang sebagian!” ucap Maria sambil menghela nafas lega.Mikel tersenyum, lalu ia keluar dari kamar sang ibu.“Kamu masih di sini?” Ia melihat Samuel masih duduk di ruang tamu.“Apa kau akan terus-terusan seperti ini?” Samuel menatap Mikel lekat. Wajah itu semakin tirus dan bulu-bulu di wajahnya bertumbuhan tidak terurus.Mikel tersenyum kecut. “Aku hanya bisa menikmati sisa hidupku dengan damai Sem, jangan membuatnya semakin rumit.”Sem menghela nafas berat, lalu ia berdiri. “Kamu sungguh menyerah, akh! Aku sungguh kehilangan dirimu yang dulu, Bos!” ucapnya dengan nada kecewa.Mikel hanya dia, ia tidak peduli dengan apa yang dikatakan Sem, yang ia tahu Fara baik-baik saja itu sudah cukup baginya.Di tempat lain ternyata Fara tidak sebaik apa yang dipikirkan Mikel. Dia terduduk di lantai sambil bersandar di ranjang kecilnya. Air matanya menetes. Ya, dia sangat merindukan Mikel dan i
‘Aku tidak tahu perasaan apa ini, bibirnya yang mungil sungguh aku ingin mengecupnya. Aroma tubuhnya, aku ingin memeluknya erat. Astaga dia putriku. Mengapa otak liarku bekerja membayangkan hal yang mesum pada putriku sendiri?’ pikir Mikel, lelaki tiga puluh lima tahun tersebut menggelengkan kepala. Dia berbalik dan menatap gadis manis yang sedari tadi memperhatikan dirinya. “Fara,” panggilnya spontan. “Daddy, kenapa siap-siapnya lebih lama dari Fara, sih?” Komentar Fara sambil merapikan sedikit pakaiannya. Lelaki tampan berusia matang tersebut kembali menatap dirinya di cermin untuk mengalihkan panadangan. Dia mencoba menekan perasaan anehnya saat bertatapan dengan Fara, putrinya. Ya, putrinya. “Daddymu ingin menebar pesonanya, manatau ketemu cewek cantik di jalan, Ra.” Seorang lelaki yang usianya lebih muda dari Mikel jengah melihat sang atasan yang sedari tadi melamun itu. Mikel tidak mendengar ocehan sang asisten, lelaki itu melangkah pergi begitu saja dari walk in closet "
“Fara!” Mikel yang mendatangi kantor polisi dengan wajah dingin. Hari pertama masuk kuliah, dia sudah mendapat kabar kalau Fara punya kasus kekerasan. “Daddy!” jawabnya pelan sambil melihat wajah Mikel dengan merasa bersalah. Mikel mendapat telefon dari kantor polisi yang mengatakan bahwa Fara berulah. Putrinya itu telah memukul teman satu kelasnya yang merupakan salah satu anak pejabat. Namun, yang membuat kemarahan Mikel karena melihat wajah Fara lebam dan sudut bibirnya berdarah. Kemudian ia melihat teman Fara yang lebih kacau dengan wajah yang lebih banyak luka membuatnya sedikit tenang. “Silakan duduk, Pak Mikel!” petugas tersebut yang mengetahui siapa Mikel tentu sangat berhati-hati kepada lelaki lelaki. Mikel tidak menjawab. Dia pun duduk sambil mencoba menenangkan iblis yang ingin mengamuk dalam dirinya. “Pak, Putri anda telah memukuli anak kami. Lihatlah wajah anak kami babak belur begini?” ucap ibu dari ketiga anak cowok yang dipukul oleh Fara. Mikel menatap Fara
Mobil melaju dengan kencang, Mikel langsung menuju hotel berbintang miliknya. Beberapa menit kemudian mereka sudah ada di kamar, dan Mikel langsung menarik wanita itu menuju kamar mandi. “Bagaimana kalau kita melakukannya di sini?” Mikel sangat suka melakukan pemanasan di kamar mandi, dan wanita itu sudah tahu kebiasaan Mikel. Malam ini begitu panas, mereka sudah melakukannya beberapa kali. Mikel seolah tak pernah puas dengan tubuh wanita itu. Kini mereka berakhir di ranjang dengan nafas yang terengah-engah. Wanita itu menutupi tubuh mereka dengan selimut, lalu ia menatap langit-langit kamar sedangkan Mikel berbaring telungkup di sampingnya. “Siapa dia?” Raut wajah kecewa wanita itu menatap Mikel yang telah tumbang di sampingnya. Mikel diam, ia tidak menyangka menyebut nama wanita lain saat melakukannya dengan wanita itu. “Maafkan aku, bukan siapa-siapa. Jangan memikirkannya, lihatlah aku sekarang ada di ranjang bersamamu kan?” jawab Mikel singkat. Ia sendiri tidak tahu kenapa i
Teman cowok Fara menghentikan langkahnya ketika telah sampai di samping mobil Fara. “Aku akan menyusul pakai motor saja,” Ia tidak merasa nyaman karena harus diatar Mikel. “Malah nanti aku gak diantar ke sana kalau kamu gak ikut,” bisik Fara sambil mencabikkan bibirnya. “Ok, ayo. Motorku biar ditinggal di sini saja.” Mereka memasuki mobil yang di dalamnya sudah ada Mikel yang menunggu. Mikel melihat Fara dan temannya sudah masuk, dia pun melajukan mobilnya dengan diam. “Dad, perkenalkan ini teman baruku,” cicitnya. “Hai, Om!” sapanya ramah. Ciiiittttt! Tiba-tiba Mike kaget dan gak sadar menginjak rem dengan mendadak. “Bukannya temanmu cewek?” Mikel menatap anak di samping Fara dari kaca spion. “Dad, dia laki-laki. Tapi daddy tenang, dia tidak tertarik pada perempuan!” Fara mengetahui betapa posesifnya Mikel jika berhubungan dengan teman lelakinya. Teman Fara itu tersenyum indah kepada Mike dan menyibakkan rambutnya ke belakang telinga. Mikel menggeleng pelan. Ia bergidik
Maria mengejar Mikel yang sedang duduk di ruang keluarga. Sementara Fara tetap diam di tempat dan tak berani melakukan apa-apa. “Sayang, Sarah wanita yang berasal dari keluarga berpendidikan, pekerja keras dan tentu saja tidak menggerogoti keluarga kita.” Ia mencoba memberi penjelasan pada putranay itu dengan nada lembut. “Sudah, mama siap-siap. Kita bicarakan di rumah.” Ia melenggang meninggalkan sang mama yang masih heran dengannya. Maria menatap Fara dengan tajam saat melewatinya, “Tidak pantas orang asing membuat hubungan anak dan ibu jadi renggang. Aku kira kamu cukup tahu itu Fara. Karena sekarang kamu sudah dewasa, tentu kamu tahu diri sebagai anak yang dipungut!” ucap Maria sambil menatap Fara penuh kebencian. Fara benar-benar merasa buruk, ia menahan air mata yang ingin keluar dari bola matanya. Kenangan atas sebutan anak pembawa sial kembali menghantamnya. *** “Apa?” Sahabatnya itu kaget mendengar cerita jujur dari Fara. Mereka baru beberapa bulan kenal tapi sudah memb
“Kamu tinggal di sini?” Fara mengikuti perempuan yang baru ia kenal itu. Orang baru yang ia percaya tanpa tahu alasannya.Perempuan itu tidak menjawab. Dia hanya berjalan terus memasuki sebuah bangunan tua seperti apartemen itu. Namun terlihat sangat lusuh.“Hai Nona, apa hari mu menyenangkan ?” ucap lelaki tua yang sedang berdiri di depan meja resepsionis.Perempuan itu hanya menganggukkan kepalanya menandakan ia sedang memberi hormat kepada lelaki tua itu.“Dia butuh tempat tinggal, apa masih ada kamar kosong, pak?” Ia melirik kepada Fara yang ada di sampingnya.“Owh, Nona cantik ini siapa namanya?” ucapnya sambil mengulurkan tangan.“Dia hanya sebentar di sini.” Perempuan itu langsung menjawab lelaki tua itu untuk membatasi interaksi keduanya.Fara menyambut uluran tangannya lelaki tua itu sambil melirik perempuan di sampingnya heran.“Ini kuncimu Nona, semoga harimu menyenangkan. Silakan pilih kamar dan ada harga di sini.” Lelaki tua itu memberikan katalok lusuh yang bahkan tidak
Fara sedang berada di kamar teman barunya itu. Ia melihat kamar itu penuh dan berantakan. Sepertinya teman barunya itu sangat sibuk sampai tidak ada waktu untuk beres-beres.“Apakah usia kita sama? Aku berusia 18 tahun sekarang.” Fara memulai pembicaraan karena sedari tadi temannya itu tak bersuara dan terus melihat beberapa kertas di depan meja kerjanya.“Apa masalahmu dengan usia? itu hanya angka, bahkan kematian tidak mengenal itu.” ucapnya datar.Fara mengernyitkan dahinya sambil memperhatikan temannya itu yang sedang mengambil sesuatu dari lemarinya.“Ini kartu pengenalmu, kembali ke kamarmu.” Ia menyerahkan sebuah kartu kartu pengenal kepada Fara yang jelas bukan namanya. “Betric?” ucapnya membaca nama yang tertera di kartu itu. Kemudian ia menatap temannya itu meminta penjelasan.“Kau bisa menggunakan kartu itu jika ada yang menanyakan identitas dan namamu. Keluarlah, aku harus siap-siap karena mau berangkat kerja.” Perempuan itu mengusir Fara tanpa basa-basi.Fara pun mengan