“A-abang, tunggu.” Pria yang dipanggilnya berhenti saat akan menaiki tangga.
Namun, tanpa berbalik badan, pria itu berujar dengan nada dingin, “Apalagi?! Aku malas bicara denganmu.”Hanya berjarak beberapa jengkal darinya, suara bariton sang suami yang baru menikahinya hari ini terdengar tajam menusuk gendang telinga. Sekadar menelan ludah pun terasa sulit.“Kenapa pisah kamar?” tanya Farhana pelan sambil menelengkan kepala memandang punggung Kayshan. “Harusnya ‘kan—“Farhana sang gadis alim menunduk, tersenyum samar. Dia terlalu malu melanjutkan perkataannya yang menjurus pada keintiman hubungan suami istri.Namun, di luar dugaan, Kay justru menengadah, kemudian mendengus kasar sebelum berbalik badan.Tatapan benci dilayangkan untuk gadis yang baru saja dia peristri. “Apa yang kamu harapkan, hah?!” ucapnya sinis sambil melangkah maju.Farhana mengangkat kepala, terkesiap ketika mendapat delikan menusuk. Dia ketakutan dan mundur perlahan, mencari celah untuk menghindar. Tapi, jarak ruang itu terlalu sempit, dia terdesak hingga membentur tembok.Kayshan merentang kedua lengan dan menempelkan ke dinding mengungkung Farhana, sehingga jarak mereka begitu dekat.“Dengarkan baik-baik Farhana Arghani Khanza.” Pria itu berucap. “Kamu tidak perlu melayaniku! Bahkan, kuharamkan kamu untuk masuk ke ruanganku!” Kata-katanya penuh penegasan. “Bilang juga pada keluargamu agar tidak ikut campur!”Farhana takut-takut membalas tatapan manik mata kelam sang suami. Tapi, dia memberanikan diri bertanya, “Kenapa?” cicitnya.Kayshan berdecak malas meski tak melonggarkan kungkungan. “Aku milik Elea!” ujarnya dingin. “Kamu hanyalah istri yang kunikahi karena wasiatnya. Tidak lebih.”Farhana terpukul, meski dia telah tahu fakta tersebut. Kayshan adalah pria pujaannya tetapi mencintai sahabatnya, Elea.Belum lama ini Elea meninggal, dan berpesan pada Kayshan untuk menikahi Farhana. Berharap wanita itu bisa menjadi cahaya bagi kelamnya hidup Kayshan usai pria tersebut menjadi duda, dan Farhana pun setuju.Dia rela menangguhkan satu studinya yang hampir rampung demi mewujudkan amanah mendiang Elea.Farhana melakukan semua ini demi Kayshan. Dia ingin menjadi rumah bagi si pria tampan, tempatnya membagi segala hal. Untuk semua alasan itulah, Farhana rela mengambil dua jurusan sekaligus, yaitu bisnis dan psikologi dalam satu waktu.Sosok Kayshan adalah gambaran wisata masa depan yang sempurna bagi Farhana.Namun, dia tidak menyangka … Kayshan bahkan telah menolaknya di hari pertama pernikahan.“Bagaimana kalau orang tuaku bertanya?” Suara Farhana begitu lirih. Degup jantungnya berpacu dengan perihnya luka di hati akibat perkataan Kayshan tadi.“Persetan! ... status kita harus dirahasiakan,” tegas Kayshan lagi. Kali ini, seringai tipis tersungging di wajah tampannya, seolah sedang meremehkan Farhana. “Meski kita sah sebagai suami istri ... bagiku, aku tetaplah duda!”Deg.Manik mata coklat tua itu melebar, kecemasan orang tuanya terbukti. Farhana diam, lidahnya kelu. Dia hanya mampu menggigit bibir bawahnya seiring lengan Kayshan yang ditarik menjauh dari kedua sisi tubuh. Lelaki itu kembali meniti anak tangga, tak peduli dengan kebekuan sang istri.Ketika tiba di tengah titian, Kayshan berhenti dan menoleh ke samping kanan. “Dilarang menemui dan menyapaku di manapun!” ketusnya kembali melangkah naik lalu menghilang dibalik tembok.Farhana melongo. Kedua tungkai pun ikut lemas, sehingga dia menyandarkan punggung ke dinding dan berpegangan pada handle kopernya. Malam pertama sebagai pengantin malah disuguhi kata-kata pedas.“Maksudmu kita adalah orang asing dalam satu atap?!”Gadis ayu itu meringis, menunduk sejenak guna menguasai hati. Kesunyian membuat sang gadis buru-buru menghimpun kesadaran, lalu menarik kopernya menuju ruangan yang ditunjuk oleh Kayshan.Wanita salihah itu kini berbaring di atas ranjang, memandangi langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Ini baru permulaan, mungkin Kayshan akan memperlakukan lebih buruk tapi dia bertekad akan bertahan sampai hati suaminya luluh.Ingatan Farhana kembali ke beberapa jam sebelumnya. Mereka telah mengucapkan janji suci pernikahan. Tetapi saat ini, kebahagiaan itu terasa jauh.Bayang-bayang kekecewaan orang tuanya terpatri dalam benak saat dia melihat kesedihan di mata mereka.Seharusnya tadi menjadi momen yang penuh kebahagiaan. Namun, kesenduan itu seperti awan gelap menghalangi sinar matahari, menghantui kegembiraan Farhana.Tiada prosesi istimewa setelah ramah tamah. Kayshan langsung pamit membawa Farhana menuju apartemen, tempat dirinya berada kini.Huft. Farhana melepas beban ke udara.“Semangat, Hana!” ucapnya sambil mengepalkan tangan. “Pantang tumbang sebelum disayang.”Senyum manis Farhana kembali terbit. Rongga dadanya seketika melonggar karena kata-kata semangat tadi. Angannya kini ikut melayang, berpikir tentang apa yang akan dia lakukan untuk mengisi waktu sekaligus menyenangkan hati Kayshan.Sebuah ide melintas, membuat manik mata Farhana berbinar cerah. “Yes, pasti bisa!” pungkasnya optimis.**Meski sang suami menolaknya keras kemarin, keesokan pagi, Farhana tetap menyiapkan sarapan bagi Kayshan.Ketika lelaki itu turun pun, dia memasang senyum manis dan berdiri di sisi meja makan, menyambut Kayshan yang sudah rapi dengan setelan kerja.Pria perlente berjas hitam itu menatap sekilas tatanan menu di atas meja. Dia menarik kursi dan duduk di bagian ujung ketika maid menyuguhkan kopi.“Aku Izin lanjutin kuliah bisnis, ya. Mau ngajuin judul skripsi dan minta jadwal bimbingan,” kata Farhana membuka obrolan sembari duduk. Ia sudah mempertimbangkan topik tersebut sejak tadi.Hening.Kayshan tak menanggapi, dia asik menggulir layar ponsel sambil sesekali menyesap kopinya.“Boleh?” sambung Farhana lagi, menanti jawaban Kayshan sambil tersenyum dan menopang wajahnya di atas meja.Tanpa melihat Farhana, Kay menjawab singkat. “Tidak.”“Kok gitu, sih? Abang takut aku jelalatan, ya?” kekeh Farhana, berusaha mencairkan suasana. “Aku nggak jelalatan, kok.”Dia sedang menikmati keindahan rupa Kayshan di pagi hari yang menjadi impiannya sejak belia.Paras Kayshan memang rupawan, tutur katanya sopan dan terkesan cerdas. Meski status sosialnya tinggi tapi dia sentiasa menunduk jika sedang berbicara dengan sang ayah, membuat Farhana remaja terkesima dimabuk kepayang.Brak!Farhana terlonjak saat Kayshan menggebrak meja, hingga membuat isi cangkirnya sedikit tumpah. Dibarengi gemerincing alat makan yang terlontar akibat hentakan tadi. Wanita itu mengusap dadanya karena terkejut.“Diam di rumah! Jangan keluyuran nggak jelas,” sambar Kayshan, sambil bangkit bersiap pergi.“Kuliah bukan keluyuran, Bang,” sanggah Farhana ikut berdiri, berusaha menahan suaminya sejenak.“Studiku bentar lagi selesai. Aku bakal langsung pulang, nggak kemana-mana.” Dia gegas mengekori Kayshan hingga mencapai pintu.Kayshan berhenti mendadak sehingga Farhana membentur punggungnya. Dia lantas berbalik membuat gadis itu terhuyung beberapa langkah ke belakang.“Kamu itu turunan alim, harusnya paham bagaimana patuh pada suami!” sentaknya jengah. Telunjuk Kayshan terangkat lalu menoyor dahi sang istri. “Nurut kayak Elea, bisa nggak?!”Deg.Farhana mulai berkaca-kaca, bukan karena ejekan fisik. Tapi, hatinya sedikit ngilu lagi-lagi dibandingkan dengan Elea. “Ta-tappi aku bukan ddia-“Telapak tangan Kayshan terbuka, membuat Farhana stop bicara. “Awas kalau keluar tanpa izinku,” pungkas Kayshan.“Please,” mohon Farhana lagi, memandang penuh harap pada Kayshan.Kayshan tak peduli. Dia menekan handle pintu sehingga panel hitam metalik pun terbuka. Saat akan keluar hunian, lengannya ditahan Farhana.“Ini penting bagiku,” mohon Hana terakhir kali, menatap sendu suaminya. “Semua ini adalah impian Farhana sebagai pembuktian pada–““Impianmu cuma buang waktu!” Kay bicara dengan nada dingin, masih berdiri di ambang pintu. “Semua itu tidak mengubah apapun.”“Bagaimana dengan Abang?” Farhana menatap Kay dengan keputusasaan. “Abang juga nggak bisa terus hidup dalam bayang-bayang!”“Jangan menyeretku dalam masalahmu!” Kayshan semakin sinis menatap sang istri. “Tapi, kalau tetap bersikukuh, kamu lebih tahu, laknat apa yang akan ditanggung bila berani keluar tanpa izin suamimu.”..Bruk!Pintu pun menutup, selaras dengan melorotnya tubuh Farhana menyentuh lantai. Kata-kata Kayshan teramat dingin untuk seorang yang berpenampilan hangat sepertinya.“Kenapa jadi begini,” gumam Farhana. Tanpa dia sadari, setetes air matanya jatuh menyentuh pipi.Farhana terduduk lumayan lama di ruang tamu. Dia kira hatinya siap menerima risiko menikahi pria berkubang masa lalu. Tapi, ternyata dia tak mampu mengendalikan rasa sakit yang merejam dadanya.Hela napas berat terhempas. Farhana bangun berdiri, memilih menghampar sajadah menyapa waktu duha di kamar. Petang nanti, dia akan coba mengajukan permohonan kuliah online pada Kayshan.“Ya Robb, apa keputusanku salah dan ini adalah teguran sebab aku tidak menuruti ibu?” Farhana lirih berdoa seraya memejam.Dia teringat pertengkaran dengan ibunya sesaat sebelum menikah. Sang bunda dengan tegas melarang sebab melihat Kayshan terpaksa melakukan pernikahan lantaran pesan Elea.Beliau kuatir Farhana akan diabaikan. Yang lebih parah lagi, p
“Dia ....” Kayshan melihat manik mata Farhana, lalu membuang muka sambil berkata, “Sepupuku.”Farhana mencelos. Selain karena ucapan semalam, pengakuan sarkas Kayshan barusan menambah luka hatinya dan membuat Katrin besar kepala.“Oh, cuma sepupu.” Wanita itu memandang remeh sembari menyunggingkan senyum sinis pada Farhana. “Benalu, ya!” kekehnya sambil bersedekap menyandar pada tiang tangga.Farhana melotot, tangannya mengepal sambil menghentakkan kaki. “Mau lagi, huh?!” gertaknya ke arah wanita tak tahu malu itu sampai membuatnya menutupi kepala dengan kedua lengan.Melihat lawannya ketakutan, Farhana tertawa. Tidak lama, dia masuk ke kamarnya dan membanting pintu untuk meluapkan emosi. Brak!Punggung keturunan alim itu bersandar di balik panel. Beberapa bagian tubuhnya sakit akibat berkelahi tadi. Namun, hatinya lebih berdenyut nyeri. Dia melorot terduduk di lantai sambil memukuli dada yang mulai sesak, berharap bisa mengurangi kadar perihnya.“Nggak boleh cengeng, Hana. Masa sarj
“Siapa kalian?”Mata pria itu langsung tertuju pada pria yang bersama dengan Farhana saat ini.“Siapa kamu, hah?” balas salah satu pria yang mengejar Farhana. Farhana memejam, dia membenturkan kepala ke dinding. Iris matanya melebar ketika tahu sosok yang datang.‘Kemal. Duh, ngapain sih, dia ke sini,’ batin Farhana. Dia buru-buru menyeka air mata di pipi agar adik iparnya itu tidak melihatnya menangis.Kemal mengernyitkan dahi. Dia menoleh ke arah Farhana. “Han?” sebutnya sekali lagi, sambil memandang heran. “Siapa mereka?”Nyonya muda bingung. Dia mengendikkan bahu dan tetap berdiri di posisinya. “Kumohon jangan masuk,” cicit Farhana.Sang pria pun menjelaskan. “Aku baru landing, mau langsung pulang ke Bogor tuh ngantuk berat, jadi numpang istirahat bentar, ya,” beber Kemal tersenyum malu-malu.Tak ingin aib sang suami diketahui oleh keluarga, maka Farhana menyarankan agar lelaki di hadapan menginap di hotel terdekat.“Baiknya ke hotel saja,” balas Farhana datar. Dia hendak melanjut
Sementara Kemal pergi, Farhana pun bergegas masuk ke kamar dengan pikiran bertanya-tanya. “Dia menyindir siapa?” gumamnya mengingat ucapan Kayshan tadi.Kegusaran hati membuatnya langsung menarik hijab dan melempar asal ke lantai. Dia tak menyadari bahwa pintu biliknya belum menutup sempurna.Saat tengah mengatur napasnya yang cepat karena emosi sembari mencoba melucuti gamis panjangnya, Farhana kemudian dikagetkan dengan pantulan diri Kayshan yang dia lihat di cermin.Perempuan itu berbalik setelah cepat-cepat menarik kembali resletingnya."Jangan mendekat!" titah Farhana sembari berusaha meraih hijabnya lagi.Namun, Kayshan seolah terpaku dan merangsek masuk, menabrak tubuhnya hingga terdorong ke arah ranjang dan jatuh melentang di sana."A-abang. Ini aku," cicit Farhana dilanda gugup melihat tatapan Kayshan yang tidak biasanya.Farhana memang istrinya. Dia juga tidak akan menolak apabila sang suami meminta hak tersebut. Namun, dia takut Kayshan menganggap dirinya Elea ketika mereka
Kayshan menggenggam erat benda pipih itu saat keluar dari apartemen. Selintas dia melihat isi didalamnya lalu dimatikan lagi. Dia kemudian meminta pada asistennya untuk membelikan ponsel.Sepanjang hari dilalui sang pria seperti biasa. Tapi, hatinya merasakan sebuah ganjalan menyesakkan dan kekosongan mendalam. Dia menghela nafas dalam-dalam saat menatap langit yang mulai gelap, mencoba mencari jawaban atas kebingungannya.Kayshan memutuskan ke klub malam favoritnya. Tak lama setelah memasuki tempat itu, sang CEO memesan minuman lalu duduk di sudut ruangan. Dia tenggelam dalam alunan musik yang menggelegar, berharap suasana gelap dan gemerlap klub menjadi pelipur lara baginya."Bodohnya aku!" Kayshan terkekeh menertawai sikapnya kemarin malam. Kayshan teringat, telah menyalahkan Farhana atas kesalahpahaman tragisnya, mengira bahwa dia adalah Elea. Namun, pada kenyataannya Farhana memiliki pesona tersendiri dan sempat membuat Kay terpana.Lelaki itu duduk menegak, sejenak merenung sebe
"Boleh?" lirih Kay mengulangi ucapannya, tanpa melepas dekapan.Tidak ada penolakan serius dari Farhana membuat Kayshan seakan mendapat lampu hijau. Dia membimbing sang istri kembali menuju peraduan.Di sisa malam, Kayshan langsung rubuh setelah memberikan hak bagi istrinya. Sang CEO bahkan memunggungi Farhana dan langsung memejam setelah melepas pergumulan mereka.Tiada pujian atau ucapan terima kasih bagi Farhana, apalagi kecupan tanda sayang sebagai simbol penghargaan atas apa yang sudah dipersembahkan, membuat suasana kamar seketika dingin."A-bang?" lirih Farhana melihat ke sisi kirinya. Sepi hingga beberapa menit, membuat Farhana bergeser dan balik badan. Namun, tiba-tiba lengan Kayshan mengalungi pinggangnya. Lelaki itu bahkan menempeli punggung Farhana. Kesedihan urung menyembul di ujung netra Farhana. Sejenak, dia menikmati keintimannya dengan sang suami sebelum azan subuh terdengar.Menjelang fajar, Farhana bergeser ke sisi ranjang dan perlahan bangkit. Kayshan pun berbari
Kayshan memijat keningnya sejenak, enggan menjawab pertanyaan tadi. Sejurus itu, dia kembali melihat Farhana. "Katakan apa maumu!" Farhana tertawa kecil, seiring satu butir beningnya turun. "Huft." Dia menghempas lelah ke udara, masih memandangi Kayshan. "Permintaanku belum Abang pikirkan?" ujar sang gadis, mencoba bersabar.Kayshan terdiam, dia berlalu pergi tanpa berkata apapun lagi."Abang!" teriak Farhana, semakin kecewa. Jika biasanya dia akan mengejar Kayshan, maka kali ini tidak. Sebelum pintu depan hunian menutup, suara Kayshan terdengar kembali. "Tidak! Untuk semua keinginanmu!" Brak!Meski sudah menduga jawaban Kayshan, tetap saja Farhana belum bisa menguasai emosinya. Dia terduduk lemas di kursi makan menatap kekosongan.CEO Ghazwan Enterprise melangkah tegap menuju kendaraannya di basement. Dia masuk ke sana lalu membanting pintunya kencang.Dia membenturkan kepala pada head band jok seraya memejam beberapa menit. Tak lama kemudian, lelaki itu mulai menyalakan mesin mob
"Ya, Maa," sahut Kay malas sembari melepas simpul dasinya."Kamu kok kayak hantu. Kita sekantor tapi jarang ketemu. Di hubungi pun susah," omel Kamala sedikit kesal pada putranya."Kan lagi banyak kegiatan di luar," elak Kayshan mulai bangkit berdiri."Setelah ini ambil cuti, Kay. Kalian juga belum liburan," ujar sang mama lagi.Sebelum menjawab Kamala, Kayshan melirik ke arah Farhana yang juga sedang melihatnya. "Heemm!" Lelaki itu tak menanggapi permintaan ibunya, dia melangkah keluar kamar dan membiarkan istrinya berbincang dengan Kamala.Sang CEO memberikan nada dering berbeda untuk nomer kontak keluarga sehingga tanpa melihat identitas, dia bisa mengenali dari bunyinya.Tapi dugaan Kayshan salah, dia kira panggilan itu berasal dari keluarga lain. Mungkin setelah ini, dia akan memberi nada berbeda untuk salah satu kubu.Kayshan samar-samar mendengar saat Kamala menanyakan ponsel Farhana, sebab pesannya untuk sang menantu sampai kini belum terbaca."Aku lagi off main medsos, Ma," j