Kayshan adalah lelaki sempurna bagi banyak wanita, tak terkecuali Farhana. Pria itu merupakan sosok yang diidamkan untuk menjadi jodohnya. Sayang, Farhana tersisih karena sang pria pujaan lebih memilih sahabatnya, Elea. Namun beberapa waktu berlalu, Elea meninggal dunia. Sebelum kematiannya, sahabat Farhana itu berpesan agar Kayshan menikahi Farhana. Farhana yang masih cinta, menerima, meski akhirnya ia hidup dalam nestapa ... sebab Kayshan memperlakukannya sebagai pesaing Elea. Mampukah Farhana meluluhkan hati Kayshan dan membuat CEO itu melupakan mendiang istrinya? Lalu, bagaimana jika ada orang lain yang siap melindungi Farhana, tiap kali Kayshan memperlakukannya dengan buruk?
View More“A-abang, tunggu.” Pria yang dipanggilnya berhenti saat akan menaiki tangga.
Namun, tanpa berbalik badan, pria itu berujar dengan nada dingin, “Apalagi?! Aku malas bicara denganmu.”Hanya berjarak beberapa jengkal darinya, suara bariton sang suami yang baru menikahinya hari ini terdengar tajam menusuk gendang telinga. Sekadar menelan ludah pun terasa sulit.“Kenapa pisah kamar?” tanya Farhana pelan sambil menelengkan kepala memandang punggung Kayshan. “Harusnya ‘kan—“Farhana sang gadis alim menunduk, tersenyum samar. Dia terlalu malu melanjutkan perkataannya yang menjurus pada keintiman hubungan suami istri.Namun, di luar dugaan, Kay justru menengadah, kemudian mendengus kasar sebelum berbalik badan.Tatapan benci dilayangkan untuk gadis yang baru saja dia peristri. “Apa yang kamu harapkan, hah?!” ucapnya sinis sambil melangkah maju.Farhana mengangkat kepala, terkesiap ketika mendapat delikan menusuk. Dia ketakutan dan mundur perlahan, mencari celah untuk menghindar. Tapi, jarak ruang itu terlalu sempit, dia terdesak hingga membentur tembok.Kayshan merentang kedua lengan dan menempelkan ke dinding mengungkung Farhana, sehingga jarak mereka begitu dekat.“Dengarkan baik-baik Farhana Arghani Khanza.” Pria itu berucap. “Kamu tidak perlu melayaniku! Bahkan, kuharamkan kamu untuk masuk ke ruanganku!” Kata-katanya penuh penegasan. “Bilang juga pada keluargamu agar tidak ikut campur!”Farhana takut-takut membalas tatapan manik mata kelam sang suami. Tapi, dia memberanikan diri bertanya, “Kenapa?” cicitnya.Kayshan berdecak malas meski tak melonggarkan kungkungan. “Aku milik Elea!” ujarnya dingin. “Kamu hanyalah istri yang kunikahi karena wasiatnya. Tidak lebih.”Farhana terpukul, meski dia telah tahu fakta tersebut. Kayshan adalah pria pujaannya tetapi mencintai sahabatnya, Elea.Belum lama ini Elea meninggal, dan berpesan pada Kayshan untuk menikahi Farhana. Berharap wanita itu bisa menjadi cahaya bagi kelamnya hidup Kayshan usai pria tersebut menjadi duda, dan Farhana pun setuju.Dia rela menangguhkan satu studinya yang hampir rampung demi mewujudkan amanah mendiang Elea.Farhana melakukan semua ini demi Kayshan. Dia ingin menjadi rumah bagi si pria tampan, tempatnya membagi segala hal. Untuk semua alasan itulah, Farhana rela mengambil dua jurusan sekaligus, yaitu bisnis dan psikologi dalam satu waktu.Sosok Kayshan adalah gambaran wisata masa depan yang sempurna bagi Farhana.Namun, dia tidak menyangka … Kayshan bahkan telah menolaknya di hari pertama pernikahan.“Bagaimana kalau orang tuaku bertanya?” Suara Farhana begitu lirih. Degup jantungnya berpacu dengan perihnya luka di hati akibat perkataan Kayshan tadi.“Persetan! ... status kita harus dirahasiakan,” tegas Kayshan lagi. Kali ini, seringai tipis tersungging di wajah tampannya, seolah sedang meremehkan Farhana. “Meski kita sah sebagai suami istri ... bagiku, aku tetaplah duda!”Deg.Manik mata coklat tua itu melebar, kecemasan orang tuanya terbukti. Farhana diam, lidahnya kelu. Dia hanya mampu menggigit bibir bawahnya seiring lengan Kayshan yang ditarik menjauh dari kedua sisi tubuh. Lelaki itu kembali meniti anak tangga, tak peduli dengan kebekuan sang istri.Ketika tiba di tengah titian, Kayshan berhenti dan menoleh ke samping kanan. “Dilarang menemui dan menyapaku di manapun!” ketusnya kembali melangkah naik lalu menghilang dibalik tembok.Farhana melongo. Kedua tungkai pun ikut lemas, sehingga dia menyandarkan punggung ke dinding dan berpegangan pada handle kopernya. Malam pertama sebagai pengantin malah disuguhi kata-kata pedas.“Maksudmu kita adalah orang asing dalam satu atap?!”Gadis ayu itu meringis, menunduk sejenak guna menguasai hati. Kesunyian membuat sang gadis buru-buru menghimpun kesadaran, lalu menarik kopernya menuju ruangan yang ditunjuk oleh Kayshan.Wanita salihah itu kini berbaring di atas ranjang, memandangi langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Ini baru permulaan, mungkin Kayshan akan memperlakukan lebih buruk tapi dia bertekad akan bertahan sampai hati suaminya luluh.Ingatan Farhana kembali ke beberapa jam sebelumnya. Mereka telah mengucapkan janji suci pernikahan. Tetapi saat ini, kebahagiaan itu terasa jauh.Bayang-bayang kekecewaan orang tuanya terpatri dalam benak saat dia melihat kesedihan di mata mereka.Seharusnya tadi menjadi momen yang penuh kebahagiaan. Namun, kesenduan itu seperti awan gelap menghalangi sinar matahari, menghantui kegembiraan Farhana.Tiada prosesi istimewa setelah ramah tamah. Kayshan langsung pamit membawa Farhana menuju apartemen, tempat dirinya berada kini.Huft. Farhana melepas beban ke udara.“Semangat, Hana!” ucapnya sambil mengepalkan tangan. “Pantang tumbang sebelum disayang.”Senyum manis Farhana kembali terbit. Rongga dadanya seketika melonggar karena kata-kata semangat tadi. Angannya kini ikut melayang, berpikir tentang apa yang akan dia lakukan untuk mengisi waktu sekaligus menyenangkan hati Kayshan.Sebuah ide melintas, membuat manik mata Farhana berbinar cerah. “Yes, pasti bisa!” pungkasnya optimis.**Meski sang suami menolaknya keras kemarin, keesokan pagi, Farhana tetap menyiapkan sarapan bagi Kayshan.Ketika lelaki itu turun pun, dia memasang senyum manis dan berdiri di sisi meja makan, menyambut Kayshan yang sudah rapi dengan setelan kerja.Pria perlente berjas hitam itu menatap sekilas tatanan menu di atas meja. Dia menarik kursi dan duduk di bagian ujung ketika maid menyuguhkan kopi.“Aku Izin lanjutin kuliah bisnis, ya. Mau ngajuin judul skripsi dan minta jadwal bimbingan,” kata Farhana membuka obrolan sembari duduk. Ia sudah mempertimbangkan topik tersebut sejak tadi.Hening.Kayshan tak menanggapi, dia asik menggulir layar ponsel sambil sesekali menyesap kopinya.“Boleh?” sambung Farhana lagi, menanti jawaban Kayshan sambil tersenyum dan menopang wajahnya di atas meja.Tanpa melihat Farhana, Kay menjawab singkat. “Tidak.”“Kok gitu, sih? Abang takut aku jelalatan, ya?” kekeh Farhana, berusaha mencairkan suasana. “Aku nggak jelalatan, kok.”Dia sedang menikmati keindahan rupa Kayshan di pagi hari yang menjadi impiannya sejak belia.Paras Kayshan memang rupawan, tutur katanya sopan dan terkesan cerdas. Meski status sosialnya tinggi tapi dia sentiasa menunduk jika sedang berbicara dengan sang ayah, membuat Farhana remaja terkesima dimabuk kepayang.Brak!Farhana terlonjak saat Kayshan menggebrak meja, hingga membuat isi cangkirnya sedikit tumpah. Dibarengi gemerincing alat makan yang terlontar akibat hentakan tadi. Wanita itu mengusap dadanya karena terkejut.“Diam di rumah! Jangan keluyuran nggak jelas,” sambar Kayshan, sambil bangkit bersiap pergi.“Kuliah bukan keluyuran, Bang,” sanggah Farhana ikut berdiri, berusaha menahan suaminya sejenak.“Studiku bentar lagi selesai. Aku bakal langsung pulang, nggak kemana-mana.” Dia gegas mengekori Kayshan hingga mencapai pintu.Kayshan berhenti mendadak sehingga Farhana membentur punggungnya. Dia lantas berbalik membuat gadis itu terhuyung beberapa langkah ke belakang.“Kamu itu turunan alim, harusnya paham bagaimana patuh pada suami!” sentaknya jengah. Telunjuk Kayshan terangkat lalu menoyor dahi sang istri. “Nurut kayak Elea, bisa nggak?!”Deg.Farhana mulai berkaca-kaca, bukan karena ejekan fisik. Tapi, hatinya sedikit ngilu lagi-lagi dibandingkan dengan Elea. “Ta-tappi aku bukan ddia-“Telapak tangan Kayshan terbuka, membuat Farhana stop bicara. “Awas kalau keluar tanpa izinku,” pungkas Kayshan.“Please,” mohon Farhana lagi, memandang penuh harap pada Kayshan.Kayshan tak peduli. Dia menekan handle pintu sehingga panel hitam metalik pun terbuka. Saat akan keluar hunian, lengannya ditahan Farhana.“Ini penting bagiku,” mohon Hana terakhir kali, menatap sendu suaminya. “Semua ini adalah impian Farhana sebagai pembuktian pada–““Impianmu cuma buang waktu!” Kay bicara dengan nada dingin, masih berdiri di ambang pintu. “Semua itu tidak mengubah apapun.”“Bagaimana dengan Abang?” Farhana menatap Kay dengan keputusasaan. “Abang juga nggak bisa terus hidup dalam bayang-bayang!”“Jangan menyeretku dalam masalahmu!” Kayshan semakin sinis menatap sang istri. “Tapi, kalau tetap bersikukuh, kamu lebih tahu, laknat apa yang akan ditanggung bila berani keluar tanpa izin suamimu.”..Farhan langsung mendekat dan mengusap tengkuk Mehru. Dia lalu menuntun istrinya kembali duduk di sebelah Dewiq yang juga terlihat cemas."Tolong ambilkan itu," kata Dewiq pada Farhan, menunjuk ke box putih berisi peralatannya di bawah meja sofa.Lelaki itu gegas meraih benda yang dimaksud dan langsung menyodorkan pada sang mama. Dewiq lantas memeriksa menantunya seksama. Setelah beberapa menit, dia melihat pada Farhan, bergantian dengan Mehru. "Beli testpack, deh. Coba kalian hitung sendiri," katanya sembari bangun meninggalkan mereka.Farhan melihat ke arah istrinya lalu menoleh memanggil sang mama. "Lah, Nyak?" "Masa dokter dan suster nggak peka, hadeuh!" kekeh Dewiq sembari melambaikan tangan."Mas?""Kayaknya sih iya, Yang." Farhan meraih ponselnya dari saku celana. Dia lalu duduk disamping istrinya sambil mengingat dan menghitung masa subur Mehru. "Palingan baru sepekan lebih deh. Pas private party di spa itu 'kan aku haid hari pertama," ujar Mehru mengingat acara satu bulan
Setelah semua dokumen selesai dirapikan, Farhan di ajak Kemal masuk ke dalam untuk menemui Mehru. Debaran jantungnya mulai tak normal ketika nyaris mencapai ambang pintu. Meski dilakukan serba mendadak, tapi dirinya yakin bahwa Dewiq pasti memberikan segala yang terbaik.Langkah kaki Farhan terhenti ketika melihat wanita cantik dalam balutan kebaya serba putih, berdiri dan menunduk malu-malu. Tidak ada singer seperti Hana. Hanya Tiara mungil sebagai penghias sekaligus penahan agar hijab panjangnya tak mudah bergeser."Neng Eru, suaminya datang," bisik Khuzaemah, mengusap lembut punggung Mehru agar mendongakkan kepalanya.Lengan Farhan ditarik Dewiq agar dia melangkah masuk. Tapi lelaki itu malah menahan tangan ibunya."Nyak, bentaran ngapah. Kagak paham amat ni bunyi jantung dah kek bedug lebaran," sungutnya sambil mengusap dada."Tandanya idup brati. Ayo, waktunya mepet ... kamu 'kan harus kuliah nanti malam," balas sang mama tersenyum lebar.Farhan menepuk wajahnya. "Etdah ... kek
Kemal tak henti menciumi pipi Farhana dan merangkulnya mesra sejak keluar dari ruangan dokter obgyn. Dia masih setengah tak percaya jika saat ini Hana mengandung buah hati mereka. "Baru tiga pekan." Hana melingkarkan lengannya pada pinggang sang suami. "Alhamdulillah. Kita sementara pindah ke rumah ibu atau mama aja gimana, Za. Biar aku tenang kalau ke toko," ujar Kemal sembari menarik tuas pintu mobil di basement."Nggak mau. Aku pengen di Parung. Kuliah sudah online lagi ... ada mbak yang bantu ngasuh Arsha, bibi pun pasti sering ke rumah liat aku," pinta Hana ketika suaminya sudah duduk di belakang kemudi."Tapi, Sayang ...."Farhana menggenggam jemari kiri Kemal lalu mengecupnya. "Aku tenang dan betah karena di sana ada bau Kakak. Please, nggak mau pindah," tuturnya lembut sambil memandangi wajah teduh sang suami.Putra Khadijah terdiam sesaat, lalu tersenyum mengangguk. "Kalah dah kalau ibun sudah begini," balasnya seraya mengusap pipi Hana yang mulai chubby.Perjalanan mereka
Farhan gegas ke tangga belakang. Dia menggantikan Hana memapah Kemal naik ke atas."Kenapa, Bang?" "Entah, tiba-tiba pusing banget sampai muter-muter gini," tuturnya lirih sambil menahan kepala.Mehru yang sedang menggendong Farshad, buru-buru merapikan bale di teras belakang. Tapi Hana langsung berlari masuk dan membuka kamar mereka. Dia meminta Farhan memapah suaminya masuk, dan memeriksanya.Kembaran Hana itu gegas turun ke bawah mengambil tas kerja darurat yang ada di bagasi mobilnya.Farhan memeriksa iparnya ini, kemudian meminta Mehru mengambil cairan infus di mobilnya."Pusingnya range berapa, Bang? 1-10," tanya Farhan."7, bukan pusing sakit kepala tapi semua berputar-putar cepat." Kemal masih memejam, sambil memijat tengkuknya."Kalau nyeri parah di bagian tertentu, bilang ya, Bang. Nanti kuresepkan pereda nyeri sebelum cek lab.""Kayaknya Kakak kecapean deh. Pergi pulang antar aku ngampus, ke kantor, ke toko parfum ... ikut ngasuh Arsha, kadang kebangun malam beberapa kali
Segimanapun lelahnya, Kemal takkan tidur sebelum Hana kembali rileks. Seperti saat ini, dia mengusap lembut pundak mulus istrinya sembari membicarakan tentang rencana Hana.Deep talk mulai jadwal kuliah, kegiatan Kemal, sikon Arsha juga hal lain yang saling berkaitan.Hana serasa menemukan teman sebaya, yang membuatnya bebas mengeluarkan pendapat. Sekaligus figur seperti sang ayah, penyabar juga memiliki visi ke depan.Dengan Kemal dia merasa menjadi dirinya sendiri. Farhana mulai manja, kekanakan meskipun sikap anggunnya sebagai keturunan Tazkiya tetap melekat. Ibun menduselkan kepalanya di dada sang suami. Mendengar detak jantung Kemal sebelum tidur kini bagai candu, selalu membuatnya mudah masuk ke alam mimpi.Rengekan Farshad terdengar oleh Kemal satu jam ke depan. Dia juga lelah tapi tak tega membangunkan Hana.Kemal perlahan melepaskan dekapannya lalu turun dari ranjang mendekati box Arsha. "Hai boy, sama abi, ya. Jangan ganggu ibun, oke?" ucapnya lirih seraya menggendong kepo
Kemal menjawab Kamala hanya dengan gelengan kepala, dia mengejar Hana yang masuk ke kamar mandi belakang.Tok. Tok."Zaa, buka bentar," pinta Kemal mengetuk pintu, saat mendengar suara mual muntah dari dalam kamar mandi. "Sayang ...."Beberapa detik kemudian, panel itu terbuka. Hana menyembulkan kepalanya di celah pintu.Kemal mendorong pelan, kuatir istrinya kenapa-napa di dalam. "Buka, Sayang."Hana menggeleng sembari menahan pintu. "Kak, bawa daleman aku nggak di mobil?"Dia ingat, pernah melihat satu kontainer di bagasi Innova Zenix milik suaminya. Ketika Hana tanya apa isinya, sang suami menjawab itu adalah pakaian mereka.Untuk berjaga-jaga jika mendadak menginap di suatu tempat. Semua perlengkapan pribadi sudah tertata rapi dalam satu box."Bawa, kenapa?" tanyanya sembari merapikan rambut Hana yang menyembul dari ujung pashmina.Hana menarik lengan sang suami agar mendekat. "Ada pembalut juga?" bisiknya.Kemal mengernyit, sedang mengingat apakah dirinya sudah membeli barang sa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments