Liana menoleh dan ternyata itu adalah Bara. Dia tak mampu menahan tangis yang sejak tadi sudah tumpah. Hari juga sudah semakin menuju malam, jadi mungkin sedikit sekali orang-orang yang berkendara di jalan ini. Karena rencananya memang mereka mencari jalan pintas agar cepat sampai. Itu juga atas saran Bara. Karena dia yang lebih tau tempat ini daripada mereka berdua.
"Bara kita kecelakaan. Tolong... Tolong selamatkan kita. Tolong selamatkan Rio, Bara. Dia terjatuh di bawah sana. Tolong cari bantuan untuk menyelamatkannya." Diana bicara tanpa menatap Bara namun dia terus menatap ke bawah dasar jurang sana tempat di mana Rio mungkin sedang berjuang sendiri. "Kamu tenang dulu. Aku akan telepon ambulans telepon polisi dan yang lain. Kamu sabar, jangan panik. Kamu juga luka-luka sekarang. Kamu harus memikirkan dirimu sendiri juga Lia." "Gimana aku bisa sabar kalau misalnya calon suami aku ada di bawah dasar jurang sana. Dia mengorbankan dirinya demi menyelamatkan aku Bara. Jadi gimana aku bisa tenang ada di sini sekarang. Kalau aja aku tahu keadaannya bakal sepertinya aku pasti nggak akan keluar dari mobil biar kita sama-sama ada di dalam mobil sampai ada orang yang bisa membantu kita. Daripada barang mengorbankan dirinya sendiri seperti itu." Liana tidak bisa tenang. Dia ikut emosi karena Bara yang seperti itu. Seolah-olah dia tidak memikirkan Rio di dasar jurang sana. "Iya, tapi kamu juga harus senang ini aku sudah menelpon bantuan pasti mereka sebentar lagi juga akan datang untuk menyelamatkan Rio. Jurang itu sangat dalam kita tidak bisa bertindak sendiri Kita harus menunggu orang profesional untuk menyelamatkannya." Bara bersyukur bahwa yang ada di bawah sana adalah Rio sedangkan Liana selamat. Semua ini sesuai dengan apa yang dia inginkan. Tentu saja dia berharap bantuan itu akan lama datang dan dia berharap Rio tidak bisa menyelamatkan dirinya di bawah sana. Agar mereka tidak jadi menikah dan dia kembali bisa mendekati Liana sesuai dengan tujuan sebelumnya. "Aku pinjem hp kamu, aku mau mengabari ibu dan orangtuanya Bara." Saat panggilan sudah tersambung, Liana langsung menangis saat mendengar ucapan salam dari ibunya. "Ibu..." Ucapnya dengan tangisan. "Lia, kenapa kamu menangis nak? Apa yang sebenarnya terjadi? Kamu baik-baik saja kan sayang?" "Ibu Lia sama Rio kecelakaan." "Astaghfirullahaladzim. Kalian di mana sekarang tapi kalian baik-baik saja kan? Nak... Gimana keadaan kamu sekarang?" Dengan tangisnya yang masih menggebu-gebu, Lia menjawab, "dia baik-baik aja Bu cuman lecet-lecet sedikit. Tapi Rio Bu... Mobilnya jatuh ke jurang dan Rio masih ada di dalam mobil. Bu... Dia takut keluar yuk kenapa-kenapa." Ucapnya di akhir semakin kecil. Dia amat sangat takut jika terjadi apa-apa dengan Rio. Rasa bersalah yang besar menyelimuti dirinya sekarang. Dia pasti berfikir semua ini karenanya. Makanya Rio bisa seperti itu. "Nak... Kamu yang sabar dulu ya. Kamu harus berdoa semoga nak Rio baik-baik saja. Dia pasti bisa selamat. Ibu akan kesana sekarang." "Gak usah Bu, ibu gak usah kesini. Ini masih jauh, nanti kita ketemu di rumah sakit aja ya. Ini sebentar lagi pasti tim penyelamat datang. Semoga Rio cepat bisa di tolong. Tadi juga udah langsung mengabari papanya Rio." "Iya sayang, kalo gitu ibu langsung ke rumah sakit saja. Kamu berdoa terus ya nak, berdoa semoga Rio baik-baik saja. Dia anak baik, jadi dia pasti bisa bertahan. Allah akan menolongnya sayang." "Rio selamatin Lia Bu makanya Rio jatuh ke jurang seperti ini. Semua ini salah Lia, andai Dia nggak keluar dari mobil pasti dia masih baik-baik aja sekarang." "Lia, sayang... Kamu tidak boleh menyalahkan dirimu sendiri seperti itu. Kamu harus tenang dan terus mendoakan yang terbaik untuk Rio. Kamu harus yakin bahwa Rio juga baik-baik saja." Tidak lama tim penyelamat datang sehingga panggilan itu harus selesai. Setidaknya Lia sudah mendengar suara ibunya. Jadinya dia tidak terlalu panik lagi sekarang. Dia hanya harus terus mendoakan agar Rio cepat diselamatkan dan keadaan Rio baik-baik saja. Walaupun Bara di situ pasti tetap mendoakan sesuatu yang sebaliknya. Karena dia juga sudah nekat melakukan ini semua maka akan sia-sia usahanya jika semua ini justru malah gagal dan ternyata Rio tetap selamat serta mereka tetap jadi untuk menikah. . Liana menangis memeluk ibunya di rumah sakit. Sekarang mereka sudah berada di rumah sakit. Alhamdulillah proses evakuasi tadi berjalan dengan lancar. Karena jurang tempat mobil dan Rio berada tidak sulit untuk dijangkau. Jadi, semuanya bisa berlangsung dengan cepat. Namun, Rio memang sudah tidak sadarkan diri. Itulah yang menyebabkan Liana tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri atas hal ini. Dia sama sekali tidak terbayangkan, hal ini bisa terjadi. Jika saja tadi dia tidak keluar dari mobil meninggalkan Rio sendiri, mungkin keadaan Rio tidak akan jadi seperti ini sekarang. Jika yang mengambil ponsel jatuh tadi dirinya, mungkin juga tidak akan terjadi apa-apa sekarang. Tapi apalagi daya, nasi sudah menjadi bubur. Semuanya sudah terjadi sekarang. Bahkan jikapun bisa diputar kembali, mungkin dia akan memilih untuk melarang Rio berangkat pulang. Karena mungkin juga ada faktor kelelahan disini sehingga tidak terlalu fokus dalam menyetir. "Sayang, sabar ya, itu Rio nya lagi di tangani dokter, semoga Rio baik-baik saja. Kamu banyak-banyak berdoa aja." "Betul kata ibu kamu. Ini semua sudah musibah. Jadi kamu harus ikhlas dan sabar. Rio hanya butuh doa kamu sekarang." Orang-orang begitu baik. Semuanya tidak ada yang menghakimi atau menyalahkannya. Semua orang mendukungnya bahwa dia harus sabar, ikhlas dan harus mendoakan yang terbaik untuk semuanya. Namun tetap saja dia merasa bersalah dan merasa bertanggung jawab atas semua kejadian ini. Namun dia bisa dikuatkan oleh semua orang itu. Dia amat sangat bersyukur, bahwa dia dikelilingi oleh orang-orang yang baik seperti mereka. Namun saat Rey datang, semuanya mendadak berubah. Suasana berubah menjadi suasana yang menegangkan. Apalagi tatapan Rey pada Liana sangat-sangat tidak bersahabat. Sudahkah, sebelumnya dia memang tidak menyukai Liana, apalagi setelah kejadian ini dia pasti amat sangat membenci Liana. Tidak lama setelah itu dokter keluar. "Keluarga pasien boleh masuk." Ucap dokter yang membuat mereka langsung masuk semua. Dokter tidak membatasi karena memang Rio ingin bertemu dengan seluruh keluarganya. Awalnya Liana malu untuk masuk, namun ibunya meyakinkan bahwa tidak apa-apa jika dia ikut masuk. Karena sejak tadi dia juga sudah sangat khawatir. Dia harus melihat keadaan Rio secara langsung baru bisa merasa tenang. "Bu, Lia ikut masuk dulu ya." Ucap Liana yang di dengar oleh papanya Rio. Sedangkan Rey memang sudah lebih dulu masuk ke dalam ruangan itu. "Tidak apa-apa, ibu juga bisa ikut masuk. Ayo kita lihat keadaan Rio bersama-sama. Dokter juga tidak ada membatasi berapa orang yang bisa masuk." bersambung..."apa yang sedang kamu pikirkan?" Rey menghampiri Liana yang sedang duduk di tepi kolam. Sambil melihat ikan-ikan berenang di sana. Melihat ada umpan ikan di sampingnya, Rey tebak Liana pasti baru saja memberi makan ikan-ikan itu. Liana memang perempuan yang sedikit unik. Dia banyak sekali berinteraksi dengan hewan ketika dia sedang ada masalah. Minta dengan kucing yang dia temui entah dengan semut yang tiba-tiba mengganggu masakannya dan saat ini dia sedang mengadu dengan ikan-ikan di kolam. Dia seperti tidak memiliki seorang teman untuk berbagi kisah pilunya. Namun... Setidaknya itu adalah sebuah keberuntungan bagi Rey. Karena kehidupannya tidak menjadi konsumsi publik. Liana cenderung tidak membagikan kisah hidupnya yang pilu ini kepada orang-orang. Sehingga, apapun yang dia rasakan hanya dia sendiri yang bisa merasakannya. "Aku hanya duduk santai sambil memberi makan ikan menikmati waktu sore yang begitu menyejukkan. Daripada harus memikirkan hal-hal yang membuat kepalaku pusing
Beberapa hari berlalu dengan keadaan yang cukup nyaman. Terutama setelah pembahasan tentang mamanya yang telah tiada, Rey tiba-tiba menjadi sosok yang lebih kalem. Menjadi sosok yang seperti ingat akan dosa dan pahala. Jika dipikir-pikir, rasanya memang hal itu sangat membekas pastinya dalam dirinya. Namun, mungkin ada sesuatu hal yang belum bisa dia terima sampai saat ini. Rey sepertinya memang bukan tipe orang yang bisa membicarakan apapun yang dia rasakan. Dia tidak seperti almarhum Rio. Sejauh dia mengenal Rio, laki-laki itu orangnya jauh lebih terbuka daripada Rey. Walaupun pada kenyataannya mereka adalah saudara kandung, namun ternyata tetap saja ada sesuatu hal yang pasti akan mengganjal. Tetap saja ada sesuatu hal yang mengganggu dalam diri mereka. Sudah lama rasanya tidak membalas Rio lagi. Mungkin dia juga sudah tenang di sana. Berkali-kali Liana juga selalu mendoakannya setiap salat. Berharap Rio tidak ikut memikirkan apa yang terjadi saat ini. Meskipun agak rumit dan mun
Tama senang melihat anak dan menantunya akur seperti ini. Tadi saat dia sengaja datang awal ke rumah ini dia melihat mereka sedang masak bersama. Dia merasa bahwa apa yang dia takutkan selama ini tidak terbukti kebenarannya. Bahwa mungkin anak dan menantunya ini sebenarnya memang benar-benar baik-baik saja. Hanya dia yang terlalu khawatir memikirkan itu semua. Hanya dia yang terlalu takut bahwa pernikahan tiba-tiba ini membuat rumah tangga mereka tidak baik-baik saja. Karena memang banyak sekali hal yang dipikirkan dan banyak sekali hal yang ditakutkan. Tentang sesuatu hal yang akan terjadi jika mereka memang tetap dalam kondisi yang tidak saling suka. Karena bagaimanapun sebelum pernikahan ini terjadi putranya sama sekali tidak menyukai Liana. Saat Liana dulu akan menikah dengan abangnya saja Dia sangat tidak setuju. Apalagi ketika tiba-tiba harus menikah dengan dirinya dan background masalah-masalah yang pasti dia percaya bahwa semua ini disebabkan oleh Liana. "Papa senang meliha
Mulai sekarang Liana selalu mencari cara yang terbaik untuk membuat semuanya lebih baik lagi. Dia tidak ingin langsung menggunakan cara-cara yang kasar atau langsung menggunakan cara-cara yang mungkin tidak bisa dan semakin mengeraskan hati suaminya. Cukup dengan waktu yang singkat untuk mempelajari karakter suaminya. Cukup dengan waktu yang singkat untuk akhirnya dia bisa mengerti apa yang harus dia perbuat dengan semua hal yang terjadi ini. Hidupnya pasti akan jauh lebih mudah dan akan jauh lebih mudah lagi dengan semua ini. Dia tidak boleh terlalu mengambil pusing dengan semua hal. Dia tidak boleh terlalu mengambil perasaan atas segala hal yang dilakukan segala sikap buruknya dan segala kelakuan-kelakuan dia dan bahkan terang-terangan di depan matanya dia bermassaraan dengan perempuan lain. Tentu jika dipikirkan istri mana yang tidak marah dan istri mana yang tidak cemburu melihat semua kelakuan itu. Namun tidak ada yang bisa membuatnya lebih baik tidak ada yang bisa membua
Putri selalu menjadi orang yang tidak pernah puas dan selalu ingin menjadi orang yang terlihat Hedon dan kaya. Dia selalu melakukan apapun agar orang-orang melihatnya seperti orang yang berada seperti anak orang kaya dan agar orang-orang segan kepadanya. Terutama teman-temannya di kampus yang harus melihat iri padanya. Padahal kenyataannya ibunya hanyalah seorang tukang laundry yang harus menerima laundry yang setiap hari mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk biaya hidup dan untuk menghidupi anak-anaknya. Sebagai seorang ibu tunggal dan merawat dua orang putri ibunya tentu merasa susah untuk memenuhi segala gaya hidup anaknya terutama Putri yang seperti ini. Namun Putri selalu punya seribu satu cara agar bagaimana bisa untuk membuat dirinya sendiri tampil dengan mewah dan elegan. Agar mendapat pujian dan agar mendapat rasa kagum oleh semua orang. Dia hanya ingin sama seperti teman-teman yang bisa hidup mewah dan membeli apapun yang mereka inginkan. Sedangkan ketika dia mengi
Rey terenyuh ketika tengah malam dia mendengar suara orang mengaji dengan suara yang sangat merdu. Sejauh ini tidak ada yang pernah mengaji di rumah ini maka sudah bisa dipastikan jika tiba-tiba dia mendengar suara mengaji itu pasti orang yang baru tinggal di sini. Rey tidak terganggu dengan suara itu, dia hanya merasa jika suara itu membuatnya merasa nyaman. Dia hanya merasa jika suara itu membuatnya jauh lebih tenang. Karena biasanya dia melakukan sesuatu dengan nyaman itu hanya ketika dia bisa menyelesaikan semua masalah-masalah. Dengan segala ambisi yang ada dalam dirinya. Namun sekarang hanya dengan mendengar suara itu saja dia sudah bisa merasa tenang. Lama dia termenu hanya untuk mendengarkan suara itu. Lama dia temanmu hanya untuk mendengarkan suara yang terdengar merdu itu. Di rumah itu memang hanya tinggal mereka berdua. Itulah sebabnya Rey bisa bersikap sesukanya tanpa harus takut pada orang lain yang akan melapor pada papanya atau orang lain yang akan mengusik bagaimana