Share

SIKSAAN BATIN

Penulis: Hanin Humayro
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-21 09:26:42

ANDRA

"Mah, Affan nangis terus, mungkin ingin mimi!"

Aku menghampiri Armila yang sedang sibuk di dapur untuk memberikan bayi kami. Aku menyerah dengan tangisan Affan yang tak henti meski sudah berupaya diredakan.

Armila mengambil Affan setelah lebih dulu mematikan kompor. Tanpa bicara sepatah kata pun perempuan itu berlalu dari hadapanku.

Kuhela napas ini dalam-dalam untuk meredakan kesesakan yang kembali menjelma. Seminggu sudah ibu anakku itu menganggap suaminya tak ada. Ia seperti patung yang tak punya kemampuan bicara.

Esok, aku harus kembali menemui Resti. Rasanya berat untuk meninggalkan rumah di saat urusan belum kelar. Kalau begitu, aku harus menyelesaikannya hari ini.

Armila harus ditundukkan hatinya. Aku bisa tak tenang kalau dia tetap dalam kemarahan. Aku khawatir wanita itu depresi bahkan menyakiti diri sendiri.

Aku pergi sebentar untuk beli banyak makanan dan barang barang kesukaan Armila. Meski tak ada momen ulang tahun atau perayaan apapun aku tetap akan membuat acara romantis untuk kami berdua.

Endingnya, aku akan menyentuh Armila dengan sentuhan penuh gelora. Aku yakin dia rindu pada panasnya percintaan kami sebagaimana diri ini.

Sudah satu bulan kami memang tidak melakukan ibadah suami istri. Dua minggu sebab aku dan Armila terlibat adu mulut tentang pernikahan. Ia memohon supaya niatan itu dibatalkan. Bahkan sempat bersimpuh agar suaminya luluh.. Nyatanya hatiku sudah buta oleh bayangan kenikmatan madu pengantin bersama Resti yang seksi.

Satu minggu kemudian, aku bulan madu dengan Resti. Satu minggu lagi, aku didiamkan dan dianggap tak ada. Total satu bulan kami tak memadu asmara

Mungkin ini juga alasan Armila membeku. Kenapa aku tak berpikir sejauh itu.. Harusnya bisa menyelami kerinduannya pada malam-malam kami. .

Aku bergegas kembali setelah semua barang telah dibeli. Rasanya tak sabar melihat binar mata Armila kembali.. Semoga dan semoga usaha terakhir ini bisa memberikan hasil maksimal.

Di rumah, aku mengatakan pada Armila agar tak masak, tak juga melakukan pekerjaan rumah. Cukup pegang Affan, biar semua aku yang lakukan.

Ternyata pekerjaan rumah tangga itu melelahkan. Padahal baru punya satu bayi. Bagaimana dengan ibu-ibu yang banyak anaknya. Mereka pasti lelah tiap hari mengurus rumah.

Aku memasak makanan paling spesial untuk kami. Lumayanlah pengalaman jadi koki di satu restoran membuatku mahir mengolah bahan masakan. Bahkan Armila pun belajar dariku dulu di awal penikahan. Belajarnya sambil bercanda dan gak kelar-kelar.

Kalau ingat masa itu, hatiku seperti dicubit. Lalu bermunculan penyesalan mengapa sekarang jadi begini adanya? Mengapa aku harus bertemu Resti dan tergoda olehnya? Andai pertahanan kuat tentu takkan terjebak godaan.

Argh, sudahlah, semua sudah terjadi. Sekarang yang harus kulakukan adalah meluluhkan hati Armila, lalu merukunkan mereka.

*

Setelah Affan tidur, aku mengajak Armila makan berdua di teras samping rumah. Sengaja piringnya hanya satu sebab aku akan menyuapinya. Pokoknya segala jurus rayuan malam ini akan kukeluarkan. Aku yakin Armila akan meleleh.

Aku berusaha tak terusik dengan tampang yang dipasang Armila.. Anggap saja dia sedang berbinar-binar meski aslinya muram.

Kusuapi wanita ini hingga ia memberi kode tak mau makan lagi. Kuusap sudut bibir hingga tak satu sisa makanan menempel di sana.

Lepas itu aku menariknya dalam pelukan. Lantas membisikkan kata-kata yang sudah disusun seharian.

"Sayang, aku minta maaf atas pertengkaran kita, atas pernikahan itu, atas sakit yang kutorehkan. Mari kita mulai dari awal menjalin kembali yang terurai. Meski ada Resti, cintaku padamu tak pernah berubah. Kamu adalah ratu yang takkan terganti sampai kapanpun itu."

Kubisikkan seribu rayuan sambil mendekap tubuhnya. Meski tak ada respon, aku tetap mengeluarkan kata cinta.

"Aku tahu salahku sangat besar. Aku mungkin tak termaafkan. Tapi beri satu kali kesempatan. Kita renda kembali cinta, lebih indah lebih kokoh dari sebelumnya."

Aku mulai memainkan sentuhan pada tubuh Armila. Makin liar dan panas hingga kubopong tubuh itu ke peraduan.

Di pembaringan, Armila tak seperti yang kuduga. Ia terlentang dengan tatapan kosong dan menerawang. Semua sentuhanku tak berpengaruh sedikitpun

Aku terhenyak menyaksikan sikapnya. Geloraku yang telah sampai puncak padam seketika. Kini, berganti dengan emosi yang mulai menanjak.

"Kenapa Armila? Sesulit itukah kau memaafkanku? Katakan apa yang harus kulakukan agar kau mau memaafkanku, katakan!"

Aku mengguncangkan tubuh yang dari awal tak bergerak.. Sekeras apapun kuguncangkan, ia tetap diam.

Armila tak menangis, tak bicara, tak bergerak. Ia diam, terus diam.

*

Aku pulang ke rumah Resti dengan membawa kegalauan jiwa. Hingga aku masuk mobil pun, Armila tetap tak mengatakan apa-apa.

Resti menyambutku dengan baju super seksi. Tapi, aku tak tertarik sama sekali. Kepala dan hati ini dipenuhi bayangan sikap Armila.

"Mas itu kenapa? Mengapa semarah itu. Aku hanya bertanya biasa, apa aku salah!"

Suara Resti melengking melebihi suaraku tadi. Jelas saja emosi ini makin membara. Tapi, aku menahan diri sebab takut tangan ini tak terkendali.

Untuk melampiaskan emosi, aku membanting pintu sekencang-kencangnya.

"Maasss!"

Kubiarkan Resti meracau di luar kamar. Lebih baik menyiram badan ini dengan air sebanyak-banyaknya agar dingin kembali jiwa dan raga.

*

Sebulan sudah Armila tak bicara. Ia tetap dengan sikap awal, diam seribu bahasa. Jangankan bercanda, menjawab sapaan pun tidak.

Hanya salam yang dijawab. Itupun terlihat gerak bibirnya saja. Selebihnya ia anggap angin lalu.

Bahkan, ketika aku bersimpuh pun, ia tak mengubah sikapnya. Hanya berdiri, menatap lurus ke depan. Ia tak peduli dengan airmata suaminya yang turun tanpa henti. Hati Armila benar-benar telah mati.

Aku buntu, tak punya lagi cara mengubah sikap Armila. Ia sepertinya akan tetap melakukan itu tanpa batas waktu. Mungkin untuk selamanya..

Armila berhasil menyiksa batinku. Ia telah sukses membalas sakit hatinya. Kini, aku paham, ia bertahan bukan karena masih cinta, tapi justru untuk membalas dendam padaku dan Resti yang telah mengempaskan kisah indah kami dahulu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (11)
goodnovel comment avatar
Maryati Ade
ayo siksa batinnya..dengan diam
goodnovel comment avatar
Isabella
kapokkkk laki laki mokondo
goodnovel comment avatar
Kim Maeny
...ayoooo lanjutkan ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • ISTRIKU MEMBEKU   BAHAGIA

    ANDRA. Sangat beruntung lelaki yang memiliki Istri baik. Mereka siap membersamai dalam suka dan duka. Tak menuntut di luar kemampuan suami. Akan selalu berusaha menciptakan kenyamanan di rumahnya. Siap mengingatkan saat lelaki tersesat.Pantaslah menikah disebut sebagai ibadah sepanjang masa. Banyak pengorbanan yang dibutuhkan demi kelanggengannya. Kadang air mata terkuras di dalamnya. Menikah adalah menitipkan hidup pada pasangan. Sekaligus dititipkan kehidupan lain. Harus saling menjaga hingga raga bercerai dari nyawa.Setelah bertukar pendapat, kami sepakat untuk liburan ke Yogyakarta dan beberapa kota lain sekitarnya. Dirasa seminggu cukup menghabiskan waktu di sana. Untuk perjalanan jauh pun tak khawatir sebab anak-anak sudah bisa diajak jauh.Ketika diinfokan akan liburan, mama dan papa antusias untuk ikut. Mereka mengatakan pasti ikut. Baguslah, makin rame, makin seru.Kasihan juga kalau tak diajak. Para orang tua juga butuh hiburan di tengah kesuntukan. Mereka pasti akan se

  • ISTRIKU MEMBEKU   HUKUMAN

    ANDRASebelum Resti menyabetkan pisau, satu tembakan menembus tangannya. Ia histeris hingga seperti orang kesurupan. Pastilah tembusan peluru itu sangat menyakitkan. Aku dan Armila mundur. Dan, polisi pun melaksanakan tugasnya. Jeritan Resti hilang sama sekali setelah kami berhasil keluar dari gudang ini. Mungkin pingsan akibat sakit dahsyat. "Kalian tak apa?" tanya Reiga. Ia bicara berlomba dengan napas tersengal-sengal. "Tidak, kami selamat. Ide dokter Reiga memang top!" pujiku.Kami saling menepukkan tangan, lalu tertawa bersama. Sepertinya kemenangan ini harus dirayakan. Juga disyukuri sebab ini semata-mata berkat pertolongan Allah. *Di tempat persembuyian Rafael dan Resti, ditemukan narkoba. Dari penelusuran polisi mereka diketahui bukan hanya pemakai, tapi pengedar.Lepas dari penjara keduanya tak punya apa-apa. Mereka melakukan apapun demi bertahan hidup hingga bertemu gembong narkoba. Darisanalah berlanjut kejahatannya. Hukuman Rafael dan Resti kali ini takkan sebentar.

  • ISTRIKU MEMBEKU   MASUK PERANGKAP

    ANDRASungguh aku berat melepas Armila sebagai umpan. Tapi, hanya dia yang saat ini bisa menjadi pemancing Resti dan Rafael keluar dari sarang. Kalau tak dihentikan segerq, dua penjahat itu akan terus berkeliaran. Meneror kami kapan dan di mana pun. Orang yang sudah biasa berbuat jahat, sulit diluruskan. Hanya hukuman badan yang bisa menghentikannyq. Kali ini mereka akan lama masuk penjaranya.Dengan sangat terpaksa kuizinkan Armila jadi umpan. Karena tahu keraguanku, Reiga terus meyakinkan bahwa Armila akan baik-baik saja. Ia pun terus bilang bahwa kami harus berani agar masalah selesai. Wanita itu memang pemberani. Tak takut meski nyawa taruhannya. "Resti dan Rafael sudah tak waras. Kalau tak dihentikan mereka bisa membunuh kita semua!" jelas Reiga. Ia pantang menyerah melemoar argumen agar izinku keluar. "Oke, penjagaan pada Armila harus berlapis. Aku tak mau ambik resiko." tekanku pada Reiga. Aku tak mau spekulasi pada keselamatan nyawanya. Bisa merasa bersalah seumur hidup kala

  • ISTRIKU MEMBEKU   PANCINGAN

    ARMILAAku setuju sebab kelakuan sejoli jahat itu sudah keterlaluan. Mereka memang niat balas dendam dengan cara menimpakan keburukan pada kami.Seminggu setelah mas Andra pulang, barulah Reiga mengajak kami diskusi. Katanya dia sudah punya ide untuk menjebak mereka.Reiga juga minta bantuan sepupunya yang memang bekerja sebagai polisi. Ternyata Rafael dan Resti memang sedang dalam incaran. Mereka terindikasi kuat sebagaipemakai sekaligus pengedar narkoba.Baguslah, kalau nanti dipenjara akan lebih lama lagi sebab deliknya bukan hanya penganiayaan pada manusia. Tapi ada juga delik pengedaran narkoba. Pasti hukumannya berlipat-lipat.Aksi akan dimulai. Yang jadi pancingan adalah aku. Awalnya mas Andra tak setuju, tapi Reiga akan menjamin keselamatan. Masalahnya kondisi mas Andra belum mungkin bepergian. Karena tangan dan kakinya masih belum pulih utuh.Hari ini aku mengendarai mobil sendiri. Tapi di radius tertentu sudah ada yang mengawal. Reiga bahkan membayar preman untuk jadi bodyg

  • ISTRIKU MEMBEKU   HAJAR

    ARMILAMendengar itu aku langsung menengok ke belakang. Ternyata benar ada mobil yng mencurigakan.Mobil itu ikut ngebut saat mang Dadang ngebut. Lambat kalau kami melambat. Bahkan ikut berhenti kala berhenti.Irna langsung menghubungi suaminya dan suami bu Erni untuk mengantisipasi kemungkinan buruk. Aku tak mungkin menelpon mas Andra sebab bisa syok berat.Kubilang pada Irna agar Reiga minta bantuan pada orang lain. Aku takut ada sesuatu yang buruk menimpa kami.Karena takut kecelakaan seperti mas Andra, mang Dadang menghentikan mobil. Katanya mereka berusaha menghancurkan konsentrasi hingga nanti gagal fokus dan celaka di jalan.Kami menunggu apa yang akan dilakukan pengemudinya. Kami bertiga sudah siap dengan segala kemungkinan."Semprotannya siapin, kalau emang orang jahat nanti kita kasih cairan ini."Ini adalah cairan berisi merica dan cabe. Lumayan perih kalau disemprotkan pada mata. Mang Dadang juga sudah siap dengan pentungan kayu yang memang dipersiapkan dari rumah.Syukurl

  • ISTRIKU MEMBEKU   WADPADA

    ARMILAAku histeris mendengar mas Andra dan anak-anak kecelakaan. Kanaya yang ada di pangkuan jadi terbawa ibunya. Ia pun menjerit dan menangis.Untung bi Enah cepat tanggap. Wanita paruh baya ini mengambil Kanaya dan berusaha menenangkannya."Ibu jangan panik, ayo siap-siap ke rumah sakit!"Kata-kata bi Enah membuatku sadar bahwa harus segera pergi ke rumah sakit. Tak perlu dandan lama. Cukup baju sopan, tas, dompet plus HP.Aku pergi bersama Irna yang sama syoknya sebab Devan pun ikut dalam kendaraan itu. Di mobil, kami hanya bisa menangis sambil berpelukan. Ketakutan benar-benar mencengkram jiwa.Mobil yang dikemudikan mang Dadang terasa lambat. Padahal katanya sudah ngebut. Mungkin ini karena perasaan tak sabar ingin segera sampai."Mang, cepetan, Mang!""Gak bisa lagi, Bu, Nanti ditilang polisi!"Terpaksa aku dan Irna harus menambah stok sabar. Untunglah Reiga sudah ada di sana. Jadi kami percayakan dulu padanya.Akhirnya kami sampai di rumah sakit tempat mas Andra dan anak-anak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status