Share

SIKSAAN BATIN

ANDRA

"Mah, Affan nangis terus, mungkin ingin mimi!"

Aku menghampiri Armila yang sedang sibuk di dapur untuk memberikan bayi kami. Aku menyerah dengan tangisan Affan yang tak henti meski sudah berupaya diredakan.

Armila mengambil Affan setelah lebih dulu mematikan kompor. Tanpa bicara sepatah kata pun perempuan itu berlalu dari hadapanku.

Kuhela napas ini dalam-dalam untuk meredakan kesesakan yang kembali menjelma. Seminggu sudah ibu anakku itu menganggap suaminya tak ada. Ia seperti patung yang tak punya kemampuan bicara.

Esok, aku harus kembali menemui Resti. Rasanya berat untuk meninggalkan rumah di saat urusan belum kelar. Kalau begitu, aku harus menyelesaikannya hari ini.

Armila harus ditundukkan hatinya. Aku bisa tak tenang kalau dia tetap dalam kemarahan. Aku khawatir wanita itu depresi bahkan menyakiti diri sendiri.

Aku pergi sebentar untuk beli banyak makanan dan barang barang kesukaan Armila. Meski tak ada momen ulang tahun atau perayaan apapun aku tetap akan membuat acara romantis untuk kami berdua.

Endingnya, aku akan menyentuh Armila dengan sentuhan penuh gelora. Aku yakin dia rindu pada panasnya percintaan kami sebagaimana diri ini.

Sudah satu bulan kami memang tidak melakukan ibadah suami istri. Dua minggu sebab aku dan Armila terlibat adu mulut tentang pernikahan. Ia memohon supaya niatan itu dibatalkan. Bahkan sempat bersimpuh agar suaminya luluh.. Nyatanya hatiku sudah buta oleh bayangan kenikmatan madu pengantin bersama Resti yang seksi.

Satu minggu kemudian, aku bulan madu dengan Resti. Satu minggu lagi, aku didiamkan dan dianggap tak ada. Total satu bulan kami tak memadu asmara

Mungkin ini juga alasan Armila membeku. Kenapa aku tak berpikir sejauh itu.. Harusnya bisa menyelami kerinduannya pada malam-malam kami. .

Aku bergegas kembali setelah semua barang telah dibeli. Rasanya tak sabar melihat binar mata Armila kembali.. Semoga dan semoga usaha terakhir ini bisa memberikan hasil maksimal.

Di rumah, aku mengatakan pada Armila agar tak masak, tak juga melakukan pekerjaan rumah. Cukup pegang Affan, biar semua aku yang lakukan.

Ternyata pekerjaan rumah tangga itu melelahkan. Padahal baru punya satu bayi. Bagaimana dengan ibu-ibu yang banyak anaknya. Mereka pasti lelah tiap hari mengurus rumah.

Aku memasak makanan paling spesial untuk kami. Lumayanlah pengalaman jadi koki di satu restoran membuatku mahir mengolah bahan masakan. Bahkan Armila pun belajar dariku dulu di awal penikahan. Belajarnya sambil bercanda dan gak kelar-kelar.

Kalau ingat masa itu, hatiku seperti dicubit. Lalu bermunculan penyesalan mengapa sekarang jadi begini adanya? Mengapa aku harus bertemu Resti dan tergoda olehnya? Andai pertahanan kuat tentu takkan terjebak godaan.

Argh, sudahlah, semua sudah terjadi. Sekarang yang harus kulakukan adalah meluluhkan hati Armila, lalu merukunkan mereka.

*

Setelah Affan tidur, aku mengajak Armila makan berdua di teras samping rumah. Sengaja piringnya hanya satu sebab aku akan menyuapinya. Pokoknya segala jurus rayuan malam ini akan kukeluarkan. Aku yakin Armila akan meleleh.

Aku berusaha tak terusik dengan tampang yang dipasang Armila.. Anggap saja dia sedang berbinar-binar meski aslinya muram.

Kusuapi wanita ini hingga ia memberi kode tak mau makan lagi. Kuusap sudut bibir hingga tak satu sisa makanan menempel di sana.

Lepas itu aku menariknya dalam pelukan. Lantas membisikkan kata-kata yang sudah disusun seharian.

"Sayang, aku minta maaf atas pertengkaran kita, atas pernikahan itu, atas sakit yang kutorehkan. Mari kita mulai dari awal menjalin kembali yang terurai. Meski ada Resti, cintaku padamu tak pernah berubah. Kamu adalah ratu yang takkan terganti sampai kapanpun itu."

Kubisikkan seribu rayuan sambil mendekap tubuhnya. Meski tak ada respon, aku tetap mengeluarkan kata cinta.

"Aku tahu salahku sangat besar. Aku mungkin tak termaafkan. Tapi beri satu kali kesempatan. Kita renda kembali cinta, lebih indah lebih kokoh dari sebelumnya."

Aku mulai memainkan sentuhan pada tubuh Armila. Makin liar dan panas hingga kubopong tubuh itu ke peraduan.

Di pembaringan, Armila tak seperti yang kuduga. Ia terlentang dengan tatapan kosong dan menerawang. Semua sentuhanku tak berpengaruh sedikitpun

Aku terhenyak menyaksikan sikapnya. Geloraku yang telah sampai puncak padam seketika. Kini, berganti dengan emosi yang mulai menanjak.

"Kenapa Armila? Sesulit itukah kau memaafkanku? Katakan apa yang harus kulakukan agar kau mau memaafkanku, katakan!"

Aku mengguncangkan tubuh yang dari awal tak bergerak.. Sekeras apapun kuguncangkan, ia tetap diam.

Armila tak menangis, tak bicara, tak bergerak. Ia diam, terus diam.

*

Aku pulang ke rumah Resti dengan membawa kegalauan jiwa. Hingga aku masuk mobil pun, Armila tetap tak mengatakan apa-apa.

Resti menyambutku dengan baju super seksi. Tapi, aku tak tertarik sama sekali. Kepala dan hati ini dipenuhi bayangan sikap Armila.

"Mas itu kenapa? Mengapa semarah itu. Aku hanya bertanya biasa, apa aku salah!"

Suara Resti melengking melebihi suaraku tadi. Jelas saja emosi ini makin membara. Tapi, aku menahan diri sebab takut tangan ini tak terkendali.

Untuk melampiaskan emosi, aku membanting pintu sekencang-kencangnya.

"Maasss!"

Kubiarkan Resti meracau di luar kamar. Lebih baik menyiram badan ini dengan air sebanyak-banyaknya agar dingin kembali jiwa dan raga.

*

Sebulan sudah Armila tak bicara. Ia tetap dengan sikap awal, diam seribu bahasa. Jangankan bercanda, menjawab sapaan pun tidak.

Hanya salam yang dijawab. Itupun terlihat gerak bibirnya saja. Selebihnya ia anggap angin lalu.

Bahkan, ketika aku bersimpuh pun, ia tak mengubah sikapnya. Hanya berdiri, menatap lurus ke depan. Ia tak peduli dengan airmata suaminya yang turun tanpa henti. Hati Armila benar-benar telah mati.

Aku buntu, tak punya lagi cara mengubah sikap Armila. Ia sepertinya akan tetap melakukan itu tanpa batas waktu. Mungkin untuk selamanya..

Armila berhasil menyiksa batinku. Ia telah sukses membalas sakit hatinya. Kini, aku paham, ia bertahan bukan karena masih cinta, tapi justru untuk membalas dendam padaku dan Resti yang telah mengempaskan kisah indah kami dahulu.

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Kim Maeny
...ayoooo lanjutkan ...
goodnovel comment avatar
Indah Syi
kapoook itulah hasil dr suami yg egois
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
lanjutkan Armila tetap KUAT dan SEMANGAT jangan goyah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status