Share

Bab 7

Wanita itu segera mengalihkan pandangan ke jendela saat bersitatap dengan mata suaminya. Entah kenapa, melihat wajah lelaki itu membuat luka kehilangan calon buah hatinya semakin terasa perih bagai ribuan pedang menusuk jantungnya.

Aditama Wiguna adalah lelaki yang menikahinya satu setengah tahun lalu atas bujukan ibunya.

"Jaman gini kok masih dijodoh-jodohin to, Bu? Enggak ah, Runa nggak mau," protesnya waktu itu pada sang ibu. Mendengar penolakannya itu, kedua orangtuanya langsung terkekeh

"Kamu bilang begitu kan karena kamu belum ketemu saja sama anaknya Tante Farida itu, Run. Nanti kalau kamu sudah lihat orangnya, pasti beda lagi ceritanya. Ya kan, Pak?" Bu Ratna menoleh pada sang suami, yang hanya menanggapinya dengan seulas senyum.

"Bapak sih terserah Runa. Semantapnya dia saja. Kalau dia setuju dengan rencana kamu dan Farida untuk menjodohkan mereka ya bapak nggak ada masalah. Yang penting buat bapak itu Runa harus bahagia. Itu aja."

Sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan, Runa cukup memahami pendapat bapaknya. Melepasnya menikah dengan orang kota yang akan membawanya tinggal jauh dari mereka tidak akan menjadi masalah besar. Toh masih ada Sukma & Arum - dua kakaknya - yang masih bisa menemani keduanya karena jarak rumah mereka yang tak terlalu jauh.

"Memangnya kalau Runa dibawa ke kota nanti, bapak nggak sedih apa?" goda Runa pada sang bapak.

"Yo ndak lah. Kenapa bapak harus sedih kalau anak bapak ini justru bahagia?"

"Sudah. Ibu sih juga nggak ingin maksa kamu, Run. Cuma nggak ada salahnya coba ketemu dulu. Siapa tahu ternyata kalian cocok. Lagipula kamu juga belum punya calon kan? Siapa tahu kalian berdua berjodoh. Kan malah bisa menyambung silaturahmi ibu dan Tante Farida lagi nanti kalau kalian jadi suami istri. Tante Farida itu sahabat ibu dari SMP lho, Run. Dia orangnya baiiiik banget. Ibu jamin deh, dia pasti akan sangat sayang sama mantunya. Lagipula, perjodohan ini inisiatif dari Tante Farida sendiri lho, nembung kamu buat anaknya."

"Iya itu masalahnya, Bu. Yang nembung Runa itu kan Tante Farida. Lha anaknya memangnya mau sama Runa? Runa kan nggak cantik." Wajah Runa langsung bersemu merah usai mengatakan itu.

"Hei, siapa bilang kamu nggak cantik? Coba tanya sama bapak kamu, siapa wanita tercantik di dunia ini?"

"Ya Runa lah, anak kesayangan bapak. Siapa lagi?" Pak Ahmad langsung menyahut.

"Bapak ah gombal. Cantik mana Runa sama Mbak Sukma? Mbak Arum? Ibu?" Anak bungsu itu malah menggoda sang bapak.

Pak Ahmad celingukan mendengar anak gadisnya yang tahun sudah genap berusia 23 itu. "Cantik semua," kata lelaki yang sudah hampir kepala enam itu sambil terkekeh.

"Tuh kan Bapak, nggak konsisten deh sukanya." Lalu ketiganya pun tertawa bersama.

"Tapi Pak, Bu. Runa sudah seneng lho tinggal di sini. Pengennya Runa tetap di sini saja nemenin bapak sama ibu." Dengan segala cara dia mencoba meyakinkan orangtuanya.

"Ya nggak bisa begitu. Kamu punya masa depan, Run. Mbakyu-mbakyumu kan semuanya tinggal di kampung. Nggak ada salahnya kamu tinggal agak jauh. Biar jadi orang kota. Nggak di kampung terus. Bapak sama ibu kan juga pengen punya anak yang hidup sukses di kota. Ya Pak, ya?"

Pak Ahmad mengangguk. "Bapak manut wis pokoknya. Yang penting kalau Runa senang, yo wis kita nikahkan. Gitu saja. Orangtua kan hanya bisa berdoa saja untuk kebahagiaan anak-anaknya."

"Piye, Run?" Bu Ratna kembali bertanya. Runa malah terkikik mendengar tanya sang ibu.

"Jangan nyengingis aja to. Ibu ini serius nanyanya. Kalau kamu setuju, ibu akan kabari Tante Farida, nanti biar mereka datang ke sini. Biar kalian berdua sama-sama saling kenal dulu."

Sejujurnya Runa bukannya tidak memiliki sosok tambatan hati waktu itu. Namun karena sifatnya yang pemalu, sampai di usianya sekarang, Runa tak pernah terlihat ke sana ke mari dengan lawan jenis. Satu-satunya lelaki yang bisa membuatnya susah tidur tiap malam hanyalah Alga, kakak tingkatnya semasa kuliah yang saat ini entah dimana. Keduanya sempat dekat namun hilang kontak setelah Alga lulus satu tahun lebih dulu darinya.

"Tapi … kerjaan Runa gimana, Bu? Runa udah terlanjur seneng ngajar anak-anak di sekolah."

"Kamu itu kan baru jadi guru honorer di sini. Nanti di kota, kamu bisa cari kerja lagi di sana, Run. Itu pun kalau suamimu mengijinkan. Kalau tidak ya nggak apa-apa, jadi ibu rumah tangga aja. Toh Si Tama itu kan pekerjaannya udah mapan. Udah punya jabatan juga di perusahan tempatnya kerja."

"Ibu ngomongnya kayak udah kenal aja sama orangnya. Padahal ibu juga belum pernah ketemu sama dia kan?"

"Eh siapa bilang? Kita sempat ketemu ya Pak waktu ke Jogja, ke pesta nikahannya teman sekolah kita si Adin itu. Ya kan? Tante Farida datang diantar anaknya, Si Tama. Cakep Run orangnya, kayak selebriti yang suka kamu lihat itu lho di HP. Anaknya juga sopan. Coba tanya bapakmu kalau nggak percaya."

"Iya, cakep. Tapi tetap masih cakepan bapak," celetuk Pak Ahmad, membuat istri dan anaknya terpingkal.

Dan begitulah akhirnya, Runa jatuh cinta pada pandangan pertama saat dipertemukan dengan Tama. Bukan hanya paras lelaki kota itu yang memang rupawan. Sukma sampai bilang kalau wajah lelaki itu mirip sama Iko Uwais. Dua kakaknya itu sampai heboh saat Bu Farida datang hari itu. Ditambah lagi sikapnya yang santun dengan bapak ibunya, sepertinya tak ada alasan Runa untuk menolaknya.

Segala kelebihan yang dilihatnya dari Aditama Wiguna itu justru membuat Aruna jadi ragu. Mungkinkah lelaki sekeren itu mau mengambilnya sebagai istri? Apa di kota sedang kekurangan wanita?

***

"Run, ada kabar dari Tante Farida, Tama menerima perjodohan kalian katanya. Tapi dia minta waktu sebulan buat saling kenal sama kamu."

Bu Ratna masuk ke kamarnya malam itu dengan berita gembira. Dua kakaknya yang menginap dan sedang berada di kamar Runa pun langsung heboh mendengar kabar itu. Runa sendiri juga bahagia, hingga hampir tak bisa berkata-kata.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
joey rendi
hubungan yang didasarkan atas cinta yang dipaksakan akan rawan keretakan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status