Share

ISTRIKU SERING DIAM SETELAH KUBENTAK!
ISTRIKU SERING DIAM SETELAH KUBENTAK!
Penulis: Cahaya Senja

Bentakkan yang Diberikan!

*

Brugh!

Nita terjatuh, aku menoleh ke belakang melihat ia yang sedang memegang lututnya. Aku menepuk jidat sambil memejamkan mata, menetralkan emosi yang mulai memuncak. Betapa malunya diri ini ketika dia menjadi bahan tertawaan orang lain, tak ingin berlama-lama melihatnya, terutama mendengar tertawa mereka yang silih berganti. Jadi, kubiarkan saja dia di situ dan tetap melanjutkan langkah dengan tegap.

Saat ini aku sedang menghadiri acara pertunangan teman kerja. Sebenarnya aku ingin merahasiakan dari Nita untuk hadir, tapi dia malah lebih dulu tau karena diberitahukan oleh orang tuaku. Orang tuaku memang tak mengerti dengan perasaanku yang benar-benar tak dapat digambarkan bagaimana kondisinya saat ini.

Benar-benar menyebalkan, apalagi melihat tingkah lakunya yang seperti kekanak-kanakan. 

"Mas, kok ninggalin aku. untung tadi ada Putri teman aku bantuin berdiri, ternyata dia sekarang jadi tukang make up. Dia itu teman sekampung aku waktu dulu, bahagia banget aku bisa ketemu sama dia. Soalnya dia teman satu-satunya yang aku punya." Panjang lebar dia menjelaskan, aku hanya diam tak menghiraukan omongannya.

"Udah ceritanya?" tanyaku dingin. Nita menganggukkan kepala, seperti anak kecil. Mungkin dikiranya itu terlihat imut, padahal sama sekali tidak!

"Kita pulang," ucapku dingin. Karena sekarang semua pandangan mengarah padaku yang berdiri di samping Nita.

"Kok pulang, baru juga sampai nanti aja lah, Mas." Aku tak mendengarkan, kutarik tangannya untuk ke luar dari ruangan ini.

Bunyi tawa mengiringi kepergianku, Nita benar-benar membuatku malu sekarang. Aku mengepalkan tangan dengan kmsangat kencang, suara tertawa mereka benar-benar sangat terdengar mengejek dan itu membuatku sangat marah.

Kubuka pintu mobil dan langsung mendorong Nita untuk masuk ke dalamnya dengan kasar.

"Aw, sakit, Mas." Suara Nita hanya membuat emosiku semakin naik. Aku tak memedulikan keluhannya 

Kuatur napas yang mulai tak beraturan dan menoleh tepat ke sampingku, Nita menangis terisak.

"Lemah!" ucapku padanya. Dia menatapku dengan pandangan berkaca-kaca. Kulajukan mobil dengan kecepatan sedang untuk menuju rumah kami.

****

"Ini hape dan tas kerja kamu, Mas," ucap Nita padaku dengan pandangan menunduk dan tangan yang bergetar. Setelah kejadian semalam, ia tiba-tiba menjadi sangat pendiam. Saat menatapnya pun, Nita langsung memalingkan wajahnya. Entah apa yang ditakutkannya, padahal tadi malam aku hanya sedikit emosi karena melihat semua orang yang begitu menyebalkan.

Tanpa mengucap satu kata pun. Aku langsung mengambil tak kerja  dari tangannya. Namun, rasa tak nyaman tiba-tiba menyelinap begitu saja. Jadi kuputuskan untuk menoleh sebentar pada Nita.

"Terima kasih," jawabku lalu bergegas untuk pergi bekerja.

"Mas?!" teriaknya kembali. aku memutar bola mata malas.

"Ada apa lagi?" tanyaku dengan nada dingin dan raut wajah yang datar.

"A-aku mau mencium punggung tanganmu, sekali ini saja." Nita memberikan tangan kanannya, dengan sangat terpaksa kuberikan tangan ini untuknya. Setelah selesai, kulihat lengkungan senyum di bibirnya. Sebegitu bahagianya kah dia, pikirku. Tak ingin berlama-lama larut dalam pikiran, aku lalu bergegas pergi meninggalkannya.

"Assalamualaikum!" teriaknya saat kaki ini mulai melangkah menuju ke mobil.

Lagi, aku harus menoleh ke belakang dan mendapati Nita sedang tersenyum dengan perutnya yang semakin membesar.

"W*'alaikumsalam." Hanya kujawab singkat.

Pak sopir membukakan pintu mobil untukku. Aku sempat melirik ke Nita yang masih menatapku dari balik kaca mobil. Senyuman di bibirnya masih tak kunjung pudar.

'Huft." Aku mengembuskan napas dengan kasar. Akibat balas budi Papa terhadap Ayah Nita yang sudah tiada, kini aku yang harus tersiksa dalam rumah tangga yang tak pernah kuimpikan, bahkan terpaut dalam bayangan aja akan menikah dengan gadis desa yang kuno itu sama sekali tak pernah.

Nita itu benar-benar bukan tipe wanita yang selama ini kuinginkan, tapi kenapa? Kenapa takdir malah mempertemukanku dengan sosok yang benar-benar membuatku pusing hingga kepala terasa ingin pecah. Aku bertemu dengan sosok wanita yang badannya sangat gemuk, berkulit hitam dan ... ya dia manis, tapi walaupun begitu aku tetap tak tertarik pada dirinya.

Padahal tanpa dijodohkan pun sebenarnya masih banyak di luar sana eprempuan yang menyukaiku, anehnya Papa malah langsung menjodohkan begitu saja dengan perempuan yang padahal tak pernah kutemui sebelumnya 

Entah kenapa Papa begitu yakin bahwa Nita adalah gadis yang baik untukku. Padahal andai Papa tau bagaimana kondisi rumah tangga kami yang sebenarnya. Pasti dia akan sangat marah, terutama padaku. Karena hampir dua tahun pernikahan, tak pernah sedikitpun muncul rasa cinta untuknya.

Dan sekarang Nita hamil! Ya, saat itu bahkan sempat frustasi mendengarkan apa yang ia katakan. Aku bahkan mengutuk diriku sendiri  kenapa begitu ceroboh hingga benihku tertanam di rahimnya. Sempat kusuruh dia untuk menggugurkannya. Tapi apa boleh buat,  lagi-lagi kekecewaan yang harus kutelan. Nita sudah memberitahukan kehamilannya pada orang tuaku. Andai tak diberitahukannya, mungkin dari dulu janin itu tak akan terus tumbuh berkembang di perutnya dan tentu saja akan ada banyak cara untuk menggugurkan kandungannya itu.

Jika kalian bertanya kenapa dia bisa hamil? Akan kujawab, bagaimana tidak hamil! Kami tidur sekamar, dan tentunya sebagai lelaki normal aku memiliki nafsu, apalagi dia sudah berstatus sebagai istri sahku. Dan dari situlah perutnya semakin membesar.

Bagaimana mungkin kami yang tinggal dalam satu rumah, tidur sekamar berdua tak melakukan hubungan. Itu mustahil, sangat-sangat tak wajar jika dalam satu kamar tak muncul gairah satu sama lain.. Menurutku wajar-wajar saja, tapi untuk cinta. Aku sama sekali belum terpikir untuk memberikan padanya.

**

Saat sampai di perusahaan, aku langsung masuk ke dalam ruangan yang sudah tersedia untukku. Banyak karyawan menyapa, hanya kutanggapi dengan anggukan kecil saja.

Klek!

"Selamat pagi, Sayang." Sekretaris yang sudah beberapa bulan ini menjadi pacarku. Rupanya ia sudah lama menungguku di ruangan ini, buktinya dia duduk di atas meja kerja.

"Pagi," jawabku datar dan mulai mengerjakan berkas-berkas yang diberikannya.

"Kenapa sih, pagi-pagi kok murung gitu. sini cerita sama aku," ucapnya mendekat dan mengambil tas kerja di tangan, dan langsung memeluk lenganku.

"Ngga papa lagi badmood aja," ucapku lalu memijat kening yang berdenyut.

"Oh, pasti gara-gara istri kamu yang jatuh itu ya?" tanyanya sambil bergelayut manja.

"Kok kamu tau?" tanyaku menatapnya bingung.

"Kan videonya udah tersebar di mana-mana?" jawabnya diiringi kekehan kecil. Aku menepis tangannya dengan kasar karena mulai meraba wajahku.

Aku meradang setelah mendengar ucapan Sarah barusan.

'Kurang ajar! Siapa yang berani menyebarkan video Nita.' batinku, kukepalkan tangan ini dengan napas yang memburu.

"Kamu kenapa sih?" tanya Sarah yang seperti heran melihat sikapku.

"Jika kamu sudah selesai, silakan ke luar dari ruanganku, Sarah," ucapku padanya.

"T-tapi ...." Aku langsung mengangkat tanganku padanya, mengisyaratkan agar dia tak berbicara lagi dan mengikuti perintahku.

Sarah ke luar ruangan dengan wajah yang kesal, serta kakinya yang sengaja dihentakkan. Sebenarnya aku tak pernah mempunyai rasa padanya, dia hanya kujadikan sebagai pelampiasan saja saat aku mulai jenuh dengan rumah tangga yang sedang kuhadapi.

Jadi, Angga psajandia hanyalah untuk main-mainku saja. Kini pikiranku kembali ke video Nita yang mulai tersebar, katanya.

Siapa orang yang tega menyebarkan video itu, benar-benar keterlaluan.

'Akan kucari siapa pelakunya, ke ujung dunia sekalipun.' gumamku pelan dengan rasa marah yang mulai tak terkontrol.

****

Saat di kantor pikiranku tak karuan, aku memutuskan untuk pulang dan menemui Nita di rumah ditemani Aryo.

"Sabar, Bro. Nita nggak salah apa-apa." Aryo mengusap belakangku.

"Diam, lo! Lo nggak tau apa-apa, Yo!" 

Aku bergegas masuk ke rumah dan mencari keberadaan Nita.

"Nita!!"

"Nita!!"

Aku berteriak sekeras mungkin. Agar dia mendengar dan tahu bahwa sekarang aku dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.

"Iya, Mas. Kamu udah pulang?" tanya Nita dengan lembut. Ia tergopoh-gopoh datang dari dapur, entah apa yang sedang dikerjakannya.

Aku langsung melempar ponsel ke atas sofa. "Kau lihat video itu!"

Aku membentaknya.

Nita duduk lalu mengambil ponselku dengan wajah takut.

Matanya membulat sempurna, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Kau memalukan. Kau membuatku malu, Nita! Kau benar-benar sangat memalukan. Enyahlah dari hadapanku!!!" bentakku lagi tanpa menghiraukan ia yang terkejut, lalu menatapku dengan mata yang berkaca-kaca. Selalu seperti itu. Aku tak peduli lagi bagaimana dengan raut wajahnya itu, bahkan dengan perasaannya. Amarah benar-benar sudah menguasai hati dan setelahnya aku memutuskan untuk langsung pergi meninggalkannya sendirian di rumah. 

Di KBM udah bab 2. Bantu subscribe ya

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
modali istri mu biar berpenampilan menarik dan g malu2in.
goodnovel comment avatar
Veronika Tandi Angga
Ditunggu kebucinanmu mas brooo
goodnovel comment avatar
Bunda Saputri
Waaaaa.. suami munafik thoorr
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status