Anita Kumalasari, gadis desa yang menikah dengan sosok lelaki tampan dan juga orang berada. Namanya Damar Bagaskoro. Banyak rintangan yang dihadapi mereka berdua dalam pernikahannya, di antaranya orang ke tiga dan juga rasa kecewa. Masihkah mereka bertahan dengan rumah tangganya atau memilih berpisah dengan keadaan yang tidak baik-baik saja?
View More*
Brugh!
Nita terjatuh, aku menoleh ke belakang melihat ia yang sedang memegang lututnya. Aku menepuk jidat sambil memejamkan mata, menetralkan emosi yang mulai memuncak. Betapa malunya diri ini ketika dia menjadi bahan tertawaan orang lain, tak ingin berlama-lama melihatnya, terutama mendengar tertawa mereka yang silih berganti. Jadi, kubiarkan saja dia di situ dan tetap melanjutkan langkah dengan tegap.
Saat ini aku sedang menghadiri acara pertunangan teman kerja. Sebenarnya aku ingin merahasiakan dari Nita untuk hadir, tapi dia malah lebih dulu tau karena diberitahukan oleh orang tuaku. Orang tuaku memang tak mengerti dengan perasaanku yang benar-benar tak dapat digambarkan bagaimana kondisinya saat ini.
Benar-benar menyebalkan, apalagi melihat tingkah lakunya yang seperti kekanak-kanakan.
"Mas, kok ninggalin aku. untung tadi ada Putri teman aku bantuin berdiri, ternyata dia sekarang jadi tukang make up. Dia itu teman sekampung aku waktu dulu, bahagia banget aku bisa ketemu sama dia. Soalnya dia teman satu-satunya yang aku punya." Panjang lebar dia menjelaskan, aku hanya diam tak menghiraukan omongannya.
"Udah ceritanya?" tanyaku dingin. Nita menganggukkan kepala, seperti anak kecil. Mungkin dikiranya itu terlihat imut, padahal sama sekali tidak!
"Kita pulang," ucapku dingin. Karena sekarang semua pandangan mengarah padaku yang berdiri di samping Nita.
"Kok pulang, baru juga sampai nanti aja lah, Mas." Aku tak mendengarkan, kutarik tangannya untuk ke luar dari ruangan ini.
Bunyi tawa mengiringi kepergianku, Nita benar-benar membuatku malu sekarang. Aku mengepalkan tangan dengan kmsangat kencang, suara tertawa mereka benar-benar sangat terdengar mengejek dan itu membuatku sangat marah.
Kubuka pintu mobil dan langsung mendorong Nita untuk masuk ke dalamnya dengan kasar.
"Aw, sakit, Mas." Suara Nita hanya membuat emosiku semakin naik. Aku tak memedulikan keluhannya
Kuatur napas yang mulai tak beraturan dan menoleh tepat ke sampingku, Nita menangis terisak.
"Lemah!" ucapku padanya. Dia menatapku dengan pandangan berkaca-kaca. Kulajukan mobil dengan kecepatan sedang untuk menuju rumah kami.
****
"Ini hape dan tas kerja kamu, Mas," ucap Nita padaku dengan pandangan menunduk dan tangan yang bergetar. Setelah kejadian semalam, ia tiba-tiba menjadi sangat pendiam. Saat menatapnya pun, Nita langsung memalingkan wajahnya. Entah apa yang ditakutkannya, padahal tadi malam aku hanya sedikit emosi karena melihat semua orang yang begitu menyebalkan.
Tanpa mengucap satu kata pun. Aku langsung mengambil tak kerja dari tangannya. Namun, rasa tak nyaman tiba-tiba menyelinap begitu saja. Jadi kuputuskan untuk menoleh sebentar pada Nita.
"Terima kasih," jawabku lalu bergegas untuk pergi bekerja.
"Mas?!" teriaknya kembali. aku memutar bola mata malas.
"Ada apa lagi?" tanyaku dengan nada dingin dan raut wajah yang datar.
"A-aku mau mencium punggung tanganmu, sekali ini saja." Nita memberikan tangan kanannya, dengan sangat terpaksa kuberikan tangan ini untuknya. Setelah selesai, kulihat lengkungan senyum di bibirnya. Sebegitu bahagianya kah dia, pikirku. Tak ingin berlama-lama larut dalam pikiran, aku lalu bergegas pergi meninggalkannya.
"Assalamualaikum!" teriaknya saat kaki ini mulai melangkah menuju ke mobil.
Lagi, aku harus menoleh ke belakang dan mendapati Nita sedang tersenyum dengan perutnya yang semakin membesar.
"W*'alaikumsalam." Hanya kujawab singkat.
Pak sopir membukakan pintu mobil untukku. Aku sempat melirik ke Nita yang masih menatapku dari balik kaca mobil. Senyuman di bibirnya masih tak kunjung pudar.
'Huft." Aku mengembuskan napas dengan kasar. Akibat balas budi Papa terhadap Ayah Nita yang sudah tiada, kini aku yang harus tersiksa dalam rumah tangga yang tak pernah kuimpikan, bahkan terpaut dalam bayangan aja akan menikah dengan gadis desa yang kuno itu sama sekali tak pernah.
Nita itu benar-benar bukan tipe wanita yang selama ini kuinginkan, tapi kenapa? Kenapa takdir malah mempertemukanku dengan sosok yang benar-benar membuatku pusing hingga kepala terasa ingin pecah. Aku bertemu dengan sosok wanita yang badannya sangat gemuk, berkulit hitam dan ... ya dia manis, tapi walaupun begitu aku tetap tak tertarik pada dirinya.
Padahal tanpa dijodohkan pun sebenarnya masih banyak di luar sana eprempuan yang menyukaiku, anehnya Papa malah langsung menjodohkan begitu saja dengan perempuan yang padahal tak pernah kutemui sebelumnya
Entah kenapa Papa begitu yakin bahwa Nita adalah gadis yang baik untukku. Padahal andai Papa tau bagaimana kondisi rumah tangga kami yang sebenarnya. Pasti dia akan sangat marah, terutama padaku. Karena hampir dua tahun pernikahan, tak pernah sedikitpun muncul rasa cinta untuknya.
Dan sekarang Nita hamil! Ya, saat itu bahkan sempat frustasi mendengarkan apa yang ia katakan. Aku bahkan mengutuk diriku sendiri kenapa begitu ceroboh hingga benihku tertanam di rahimnya. Sempat kusuruh dia untuk menggugurkannya. Tapi apa boleh buat, lagi-lagi kekecewaan yang harus kutelan. Nita sudah memberitahukan kehamilannya pada orang tuaku. Andai tak diberitahukannya, mungkin dari dulu janin itu tak akan terus tumbuh berkembang di perutnya dan tentu saja akan ada banyak cara untuk menggugurkan kandungannya itu.
Jika kalian bertanya kenapa dia bisa hamil? Akan kujawab, bagaimana tidak hamil! Kami tidur sekamar, dan tentunya sebagai lelaki normal aku memiliki nafsu, apalagi dia sudah berstatus sebagai istri sahku. Dan dari situlah perutnya semakin membesar.
Bagaimana mungkin kami yang tinggal dalam satu rumah, tidur sekamar berdua tak melakukan hubungan. Itu mustahil, sangat-sangat tak wajar jika dalam satu kamar tak muncul gairah satu sama lain.. Menurutku wajar-wajar saja, tapi untuk cinta. Aku sama sekali belum terpikir untuk memberikan padanya.
**
Saat sampai di perusahaan, aku langsung masuk ke dalam ruangan yang sudah tersedia untukku. Banyak karyawan menyapa, hanya kutanggapi dengan anggukan kecil saja.
Klek!
"Selamat pagi, Sayang." Sekretaris yang sudah beberapa bulan ini menjadi pacarku. Rupanya ia sudah lama menungguku di ruangan ini, buktinya dia duduk di atas meja kerja.
"Pagi," jawabku datar dan mulai mengerjakan berkas-berkas yang diberikannya.
"Kenapa sih, pagi-pagi kok murung gitu. sini cerita sama aku," ucapnya mendekat dan mengambil tas kerja di tangan, dan langsung memeluk lenganku.
"Ngga papa lagi badmood aja," ucapku lalu memijat kening yang berdenyut.
"Oh, pasti gara-gara istri kamu yang jatuh itu ya?" tanyanya sambil bergelayut manja.
"Kok kamu tau?" tanyaku menatapnya bingung.
"Kan videonya udah tersebar di mana-mana?" jawabnya diiringi kekehan kecil. Aku menepis tangannya dengan kasar karena mulai meraba wajahku.
Aku meradang setelah mendengar ucapan Sarah barusan.
'Kurang ajar! Siapa yang berani menyebarkan video Nita.' batinku, kukepalkan tangan ini dengan napas yang memburu.
"Kamu kenapa sih?" tanya Sarah yang seperti heran melihat sikapku.
"Jika kamu sudah selesai, silakan ke luar dari ruanganku, Sarah," ucapku padanya.
"T-tapi ...." Aku langsung mengangkat tanganku padanya, mengisyaratkan agar dia tak berbicara lagi dan mengikuti perintahku.
Sarah ke luar ruangan dengan wajah yang kesal, serta kakinya yang sengaja dihentakkan. Sebenarnya aku tak pernah mempunyai rasa padanya, dia hanya kujadikan sebagai pelampiasan saja saat aku mulai jenuh dengan rumah tangga yang sedang kuhadapi.
Jadi, Angga psajandia hanyalah untuk main-mainku saja. Kini pikiranku kembali ke video Nita yang mulai tersebar, katanya.
Siapa orang yang tega menyebarkan video itu, benar-benar keterlaluan.
'Akan kucari siapa pelakunya, ke ujung dunia sekalipun.' gumamku pelan dengan rasa marah yang mulai tak terkontrol.
****
Saat di kantor pikiranku tak karuan, aku memutuskan untuk pulang dan menemui Nita di rumah ditemani Aryo.
"Sabar, Bro. Nita nggak salah apa-apa." Aryo mengusap belakangku.
"Diam, lo! Lo nggak tau apa-apa, Yo!"
Aku bergegas masuk ke rumah dan mencari keberadaan Nita.
"Nita!!"
"Nita!!"
Aku berteriak sekeras mungkin. Agar dia mendengar dan tahu bahwa sekarang aku dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.
"Iya, Mas. Kamu udah pulang?" tanya Nita dengan lembut. Ia tergopoh-gopoh datang dari dapur, entah apa yang sedang dikerjakannya.
Aku langsung melempar ponsel ke atas sofa. "Kau lihat video itu!"
Aku membentaknya.
Nita duduk lalu mengambil ponselku dengan wajah takut.
Matanya membulat sempurna, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Kau memalukan. Kau membuatku malu, Nita! Kau benar-benar sangat memalukan. Enyahlah dari hadapanku!!!" bentakku lagi tanpa menghiraukan ia yang terkejut, lalu menatapku dengan mata yang berkaca-kaca. Selalu seperti itu. Aku tak peduli lagi bagaimana dengan raut wajahnya itu, bahkan dengan perasaannya. Amarah benar-benar sudah menguasai hati dan setelahnya aku memutuskan untuk langsung pergi meninggalkannya sendirian di rumah.
Di KBM udah bab 2. Bantu subscribe ya
"Pi, maafkan Mami. Beri Mami kesempatan satu kali lagi untuk memperbaiki semuanya,"nujar Clara sesaat setelah menemui John."Aku sudah sering memberimu kesempatan, tapi lagi-lagi kau sia-siakan. Rasanya kita memang tak cocok lagi untuk saling bersama Clara, karena bagaimana pun aku berjuang untuk mempertahankan rumah tangga kita. Pemenangnya tetap orang lama yang kamu suka." John tak melirik Clara sama sekali, dia masih fokus pada lembaran kertas di tangannya."Laura juga sudah besar, tak ada salahnya jika kita memilih jalan hidup masing-masing mulai saat ini. Aku tahu, mempertahankanmu akan membuatmu lebih menderita lagi begitu pun denganku juga. Laura pasti mengerti mengapa Papi dan maminya bercerai. Laura sudah bukan anak kecil lagi."Tanpa mereka sadari, Laura sedari tadi menguping pembicaraan mereka. Laura menahan isak tangisnya yang hampir terdengar. Laura memutuskan untuk segera pergi dari kegiatan mengupingnya. Dia masuk ke dalam kamar dan merebahkan diri di atas ranjang."In
"Sayang, kamu menciumiku di depannya," ucap Nita pada Damar yang menatapnya dengan tak berkedip."Memangnya kenapa? Lagipula, bukankah kita sudah sah sebagai suami-istri, itu salah dia sendiri karena sudah terlalu jauh berperilaku padaku," ujar Damar sambil menggandeng pinggang Nita dengan lembut."Tapi aku malu," ujar Nita dengan wajah yang memerah."Sini di mananya yang membuat malu, biar aku tambahin," kata Damar yang membuat Nita membulatkan matanya sempurna."Mas Damar," rengeknya dengan manja. Damar lalu tertawa melihat tingkah istrinya yang seperti anak-anak.***Di rumah Laura mengamuk tak karuan setelah dirinya dipukul sang papi."Mau atau tidak! Besok kita harus kembali ke Australia, Papi sudah membeli tiket untuk kita berangkat, bereskan semua pakaianmu sekarang juga!""Papi!" teriak Laura tak terima dengan perlakuan John."Jangan jadi seperti mamimu, Laura. Dulu sebelum kamu sebesar seperti sekarang, mamimu juga berusaha menjadi orang ketiga dalam rumah tangga Aida, Mama D
"Mami, harusnya menjadi cinta pertamaku sebagai laki-laki. Tapi semuanya pupus begitu saja, saat Mami tak pernah menganggap kehadiranku di antara Mami dan Papi.""Mami sibuk, semuanya Mami lakukan untuk masa depanmu. Kamu tau bukan?" ucap sang Mami merasa tak terima karena daritadi Aryo yang terus memojokkannya."Untuk apa, Mi. untuk apa semua itu, harta dunia, yang Mami kejar selama ini hanya akan sia-sia bila tak ada kasih sayang di dalamnya. Mami tau tidak, aku bagai anak yang terbuang, setiap malam memikirkan apakah aku dibutuhkan atau tidak.""Aku bertanya pada diri sendiri, untuk apa dilahirkan ke dunia jika kehadiranku tak berarti apa-apa. Kalian sibuk mengejar dunia yang sementara, kalian hanya memandang uang tanpa dapat berpikir bahwa suatu saat akan ada pertanggungjawaban kalian sebagai orang tua." "Uang tak akan pernah bisa membelikan kebahagian, bahkan kenangan masa kecil bersama kalian pun tak pernah terlintas di pikiran."Ucapan Aryo bagaikan pisau yang menusuk hati ora
"Putri ada apa, kenapa menangis?" tanya Wati teman kontrakan dia. Setelah pergi, Putri memilih untuk datang ke alamat kontrakan lamanya sebelum bertemu dengan Aryo.ia menangis tersedu-sedu di hadapan Wati, susah payah di dalam mobil dia menahan tangisnya. Akhirnya terlupakan juga sekarang."Aku benar-benar bersalah. Salah telah memilih dia sebagai suamiku, harusnya dari awal aku tak menerima lamarannya. Harusnya dari awal aku tak usah kenal dengan Aryo. Jika kenyataannya kami tak mungkin bisa bersama. Harusnya aku sadar diri tidak berpunya bersanding dengan lelaki kaya."Hei! Kamu ini kenapa? Siang-siang datang ke rumahku dan menangis seperti ini. Kenapa membawa tentang kekayaan, siapa yang sudah menyakitimu?" tanya Wati yang masih tak mengerti dengan permasalahan yang dihadapi temannya."Mereka menghinaku. Mereka menjelek-jelekkan orang tuaku. Apakah salahku karena mencintai Aryo, Wati? Apa aku salah berharap bahagia dengan lelaki seperti Aryo?""Mereka siapa?" tanya Wati memegang pi
"Mama, ada apa? Kenapa Mama terlihat begitu marah pada Laura," tanyaku saat melihat Mama yang masih diliputi emosi, bahkan napasnya pun tak beraturan."Memang kurang ajar dia itu. Dia yang meninggalkan Damar, dia juga yang merasa paling tersakiti. Mama benar-benar khilaf pernah merestui hubungan dia dan juga Damar dulu.""Untung saja Damar segera dijodohkan denganmu, jadi Damar tidak perlu mempunyai istri seperti Laura yang sama sekali tidak bisa menghargai orangtua."Aku melihat Mama berbicara dengan berapi-api. Entah apa yang terjadi sebelumnya, hingga membuat Mama menjadi semarah ini. Apakah Laura telah melakukan sesuatu yang tak dapat diterima akal logika?Entahlah, saat ini hanya Mama yang tau dan dapat merasakannya."Kamu tenang saja, Nita. Jangan terlalu memikirkan hal tadi, maafkan Mama sudah menambah beban pikiranmu. Padahal kamu baru saja kehilangan ibunda satu-satunya yang kau punya. Sekali lagi Mama meminta maaf sudah membuat keributan sepagi ini," ujar Mama tulus terlihat
"Halo Tante, bagaimana kabarnya?" tanya Laura yang langsung duduk mendekati Nita dan juga Aida."Baik." Aida hanya menjawab singkat, ia tak ingin berpura-pura baik lagi pada Laura. Karena itu hanya akan menyakiti hati menantunya kembali."Oh ya, turut berduka cita ya, Nita. Aku dengan ibumu sudah mati, jadi--""Maaf, meninggal yang benar. Mati itu istilah yang digunakan untuk hewan." Nita langsung memotong ucapan Laura. Laura memanyunkan bibirnya, kesal mendengar jawaban Nita."Ya, apapun itulah intinya aku ikut berduka cita atas kepergian ibumu," ujar Laura lagi. "Terima kasih," jawab Nita singkat."Mama ...," panggil Arkanza. Laura yang melihat itu berniat mengambil Arkanza. Namun tak jadi, karena Nita langsung sigap menghampiri anaknya."Kamu sudah besar ya, Sayang. Tante senang bisa melihatmu," ujar Laura sambil tersenyum manis. Namun senyuman itu bagaikan bisa dari ular, mematikan."Oh ya, Tante. Papi dan Mami sudah datang ke Indonesia, jadi kapan Tante akan mampir ke rumahku?"
Putri menepis tangan Aryo dan mengusap air matanya kasar. Ia berlalu pergi dari hadapan tiga orang itu dan masuk ke kamar untuk membereskan pakaiannya."Mi, Pi? Ada apa ini, kenapa istriku menangis?" tanya Aryo yang tak paham dengan keadaan saat ini."Kami hanya ingin yang terbaik untukmu," ujar Resa cuek."Maksud kalian bagaimana?" tanya Aryo masih tak paham."Aku hanya meminta dia meninggalkanmu dan akan memberikan imbalan padanya jika menuruti keinginan kami sebagai orangtuamu, tapi sepertinya perempuan itu terlalu angkuh, padahal dia hanyalah seseorang yang berada di kalangan bawah.""Entah apa yang diajarkan orangtuanya dulu, sehingga putri mereka besar menjadi seorang penggoda, apalagi untuk menggoda laki-laki kaya dan--""STOP!" bentak Aryo pada maminya. Resa yang mendengar bentakan sang anak langsung membulatkan matanya dengan sempurna."Aryo!" bentak sang Ayah tak terima dengan perlakuan putranya pada sang istri."Aku tak pernah menyangka kedatangan kalian ke sini hanya untuk
Putri bangun dengan badan yang terasa sedikit pegal. Putri melirik jam di dinding, ternyata jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.Ia sudah tak bekerja lagi, dia memilih untuk resign dari pekerjaannya. Namun, walau begitu Aryo tak pernah memaksa Putri untuk berhenti bekerja.Toh, seandainya Putri tak bekerja Aryo masih bisa memberikan apapun yang Putri inginkan. Putri lalu memilih untuk pergi ke kamar mandi sambil membersihkan diri. Baru kali ini dia bangun kesiangan, hingga melewatkan salat subuh. Biasanya Putri selalu terbangun pagi, mungkin karena kelelahan ia jadi kebablasan untuk tidur.Setelah selesai mandi, Putri lalu memakai pakaian dan bergegas untuk pergi ke dapur menyiapkan makan pagi.Saat baru saja melangkahkan kaki ke dapur, tiba-tiba Resa, mertuanya berbicara dengan kalimat yang menyakitkan."Bagus! Enak ya, tidur sampai siang. Suami kerja nggak dibikinkan sarapan. Memang sih ya, paling enak jadi benalu. Apalagi dari keluarga yang kurang berada, lalu menikah dengan
*Nita terbangun sambil membuka matanya yang terasa berat akibat menangis semalaman."Mas,", panggil Nita saat melihat sang suami sudah tak berada di kamar. Ia lalu mengambil posisi duduk dan memegang kepalanya yang terasa sakit."Mas Damar," panggilnya sekali lagi. Namun masih tak kunjung ada sahutan, Nita lalu terdiam."Mungkin Mas Damar sudah berangkat bekerja,* gumam Nita, lalu turun dari tempat tidurnya. Ia segera mandi dan bergegas untuk ke kamar sang putra."Mama," panggil Nita saat melihat Aidansedang bercanda dengan Arkanza di ruang keluarga."Sayang, kamu sudah bangun?" tanya Aida yang melihat sang menantu sudah ke luar dari kamar. Nita terlihat lebih segar dari kemarin."Ma, maaf ya, Nita kesiangan," ucap Nita pada Aida."Tidak apa-apa, Sayang. Mama mengerti dengan keadaanmu. Kamu harus bisa menerimanya dengan lapang dada, ya. Sejatinya manusia memang akan berpulang pada sang pencipta." Aida tersenyum sambil menatap Nita yang berjalan mendekati mereka berdua."Iya, Ma. Nita
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments