Jantungku terasa mau copot dalam ruangan yang mendadak hening ini. Alya tetap santai makan buah. Sementara aku tidak bisa sama sekali makan. Perutku terasa kenyang."Ayo, bang. Kita pulang rasanya capek sekali." Bu Misye dan bu Ridho yang dari awal cerewet mendadak diam."Cepat sekali, Non." Pak Rahman heran melihat Alya yang ingin pulang"Iya, pak. Ada kerjaan yang harus Alya selesaikan.""Bu Alya kita belum mulai," ucap pak direktur yang mencoba untuk menahan."Lain kali saja, Pak." Suasana yang begitu canggung dan hening."O ... ya, sekalian kasih wejangan kepada yang ada disini, pak direktur. Jika ada acara makan jangan terlalu banyak omong, kita buat acara bukan untuk saling mengintrogasi. Pak Rahman nanti kirim semua file yang ada di ruangan ini pr
Hari ini tepat tanggal dan bulannya meninggal mama dan papa. Aku tidak mungkin cerita ke Dave tentang perasaanku. Tiap tahun aku pasti mengurung diri di suatu tempat. Hotel dekat pantai meninggalnya kedua orang tuaku.Dave pergi tanpa pamitan ke kantor, bekal yang kusiapkan pun tidak dibawanya. Sejak awal pernikahan ini memang keliru dan kurasa harus segera diluruskan.Kusiapkan bekal untuk Dave dan kubawakan ke kantornya. Tujuanku sebenarnya ingin izin menyendiri di hotel seperti biasa. Setiap tahun aku memang agendakan untuk mengenang mereka. Dengan itu aku merasa memiliki mereka sebagai orang tuaku. Hidupku tidak semulus orang lain, karena itu aku kebal dengan segala rasa dihatiku.Ternyata disana ada Deswita. Aku juga bingung dengan perasaanku di satu sisi aku ingin bertahan dengan p
Siangnya aku meminta untuk memyendiri, Dave menyetujuinya. Dia semakin aneh membuatku terasa semakin geli melihatnya. Mengingat tingkahnya semalam membuatku sedikit melupakan rasa sedih setiap tahunnya di pantai ini."Alya ...." Siapa lagi yang berani mendekatiku kalau bukan Ilham."Apa setiap tahun harus ke tempat ini? Melupakan sakit hati?" Dia bertanya seolah tahu rutinitas kegiatanku tiap tahun."Iya, memangnya kenapa? Apa kamu merasakan apa yang kurasa?"Ilham diam."Apa kamu tidak bisa berdamai dengan keadaan Alya?""Bagaimana aku bisa berdamai Ilham, bahkan apa yang dirasakan papaku, aku rasakan juga.""Maksudmu?""Tanya sama papamu yang masih sehat itu dan bahkan semakin mesra dengan mamamu.""Maksudmu, Alya?""Kurang jelas apalagi, Ilham. Papamu dan mamaku dulu berselingkuh hingga membuat kedua orang tuaku be
Aku langsung menutup pintu kamar Alya. Rasanya aku tidak bisa bernapas dibuat olehnya, dia begitu seksi dan membuatku menelan ludah lebih dalam. Kenapa aku selama ini tidak melihatnya lebih dekat. Lingeri merah merona yang dipakainya membuat dada ini terasa panas. Entah mengapa aku semakin jatuh hati padanya. Baru kusadari dia seperti berlian yang harus kujaga dan kupertahankan.Aku bahkan tidak bisa memejamkan mata sedikit pun dibuat olehnya. Aku hanya takut pernikahan ini kandas di tengah jalan.****Pagi menyapa membuat badanku semuanya terasa sakit. Kakiku terasa berat, badanku terasa panas. Apa aku sakit? Selama ini bahkan aku begitu sehat hingga selalu rajin dan naik jabatan. Meski demikian aku beranjak dengan pelan menuju kamar mandi di kamar ini. Kepalaku terasa berputar-putar. Beberap kali kupegang tembok takut ambruk di tempat."Bang Dave ...." Alya memanggil, tapi suaraku rasanya tidak bisa keluar. Inginku berteriak bahwa aku sedang tidak enak badan. Tok! Tok! Tok!"Bang!
Setelah ibu ceramah minta cucu dan berdiskusi dengan mantu kesayangannya. Akhirnya ibu pamit setelah isya karena Alya yang minta. Ibu ingin sekali menginap, tetapi Alya larang khawatir kesehatan ibu terganggu."Kabari ibu ya, nak. Gimana keadaan Dave," ucap ibu pamit ke Alya. Mau pamit segala adegannya bikin mual. Ckck ... Anak sendiri dicuekin. Mereka berpelukan saling melepas. Gaya Alya yang santun membuat ibu sangat menyanyanginya. Alya mengantar ibu sampai depan. Diantara hal yang begitu kusyukuri adalah Alya itu tampil apa adanya di depan ibu, dia tidak pernah buat-buat dirinya jadi kemayu atau berubah kalem. Tetap tampil biasanya dan anehnya ibu begitu menyukai ciri khas Alya yang kebanyakan wanita no drama.Setelah antar ibu dia masuk ke kamar. Bahkan tadi sore dia sempat pulang membuatkanku makan malam bersama ibu. Rasanya hatiku semakin aneh dibuat olehnya. Fix, ini jatuh cinta beneran.
Alya menatap Ilham, lalu kembali memandangku."Ayo, bang kita masuk ke ruangan. Sebentar lagi kita pulang ke rumah." Si Ilham tak bergeming, dia hanya menatap kami dengan lekat. Aku justru tersenyum puas melihat Alya tidak memperhatikannya."Alya ...." Ilham masih tidak menyerah."Istriku tidak ingin berbicara denganmu pak Ilham terhormat!" Aku berbicara tegas agar dia tidak nekat.Ilham mundur ketika Alya mendorong kursi rodaku ke ruangan tanpa mengucap satu kata pun."Apa kalian dulu pacaran?" tanyaku penasaran."Nggak, aku bukan abang yang ingin dicintai dan mencintai." Hm, mulai dah si Alya ini. Pandai sekali
Hatiku diliputi gelisah. Hingga malam menjelang aku tak kunjung ke luar kamar. Bagaimana menjelaskan ke Aya jika yang mengirim pesan tadi adalah aku. Sungguh teledornya aku sampai menggunakan nomor sendiri. Dia bukan wanita yang bisa diajak main-main. Kenapa aku dilema dengan perasaanku. Aku akui aku laki-laki yang tidak pernah serius dulu pacaran, ketika menemukan rasa yang aneh seperti ini aku justru bingung sendiri. Apa aku harus belajar mencintai Alya dengan sepenuh hati tanpa berfikir ini dan itu.Tok! Tok! Tok!Alya mengetuk pintu."Bang, kita makan malam. Aku sudah siapkan.""Iya," jawabku singkat.Setelah selesai menjalankan salat magrib aku keluar kamar. Kulihat Alya sudah menyiapkan makan malam untukku."Udah lebih baikan, ban
Semua diam. Hingga semua berpamitan satu persatu. Sukma terus menunduk tak berani menatapku. Alya tetap santai dan santun berbicara dengan lainnya."Istirahat dulu, pak Dave. Surat keterangan dokternya sudah kami terima.""Terima kasih, pak," jawabku singkat. Entahlah aku ingin mereka cepat-cepat keluar dari rumah ini. Lebih tepatnya aku ingin berduaan dengan Alya. Jujur, aku takut dia mengira akan kembali lagi seperti kemarin yang pecicilan dengan beberapa wanita. Kali ini aku tobat.Alya membereskan semua bekas minuman dan makanan. Namun, aku larang karena ini tugasku."Istirahatlah, biar aku yang bereskan." Dia diam. Seperti tak tega melihatku."Gak apa-apa, istirahatlah.""Makasih, bang. Aku ada proyek di luar kota yang harus aku buat laporanny