Bab 6
Pov Rina "Rina, Mas mau ngomong sesuatu sama kamu! Sini duduk!" ujar Mas Rama tiba-tiba saat aku sedang mencuci piring di rumah mertua. Sejak dompetnya kecolongan, laki-laki itu memang lebih sering datang ke rumah mertua ini. Apalagi kalau bukan nyari makan. Meski ibu mertua kulihat kerap kali memasang tampang tak enak karena hampir dua minggu ini Mas Rama selalu makan di rumah ini sehingga ibu mertua selalu mengeluh stok beras dan makanan cepat habis, tapi suamiku itu tidak peduli. Tetap saja makan hingga kadang ibunya diam-diam marah-marah di belakang nya. Ya, ibu mertua memang aneh. Duit bulanan dapat dari anak laki-lakinya, tapi giliran Mas Rama mau makan, muka ibu kusut seperti baju belum disetrika. Tapi masa bodo-lah. Suami zalim memang cocoknya dibegitukan. Biar tau rasa! Kalau aku sendiri dari dulu memang tak pernah ingin makan di rumah ini. Selain malas kena caci, aku juga tak nyaman dan ingin buru buru pulang tiap kali selesai beres-beres. Lebih baik menahan lapar dari pada dihina karena numpang makan meski aku lah yang sudah memasaknya. "Tunggu sebentar ya, Mas. Aku selesaikan dulu cuci piringnya," jawabku santai. Sejak aku tahu niat Mas Rama untuk menikah lagi, aku memang sudah mematikan segala rasa untuknya. Apalagi mengingat sikapnya yang sangat kelewatan, jujur rasa sayang itu sudah hilang digantikan rasa benci yang membumbung tinggi. Tapi aku memang belum ingin keluar dari hidup Mas Rama sekarang ini. Aku masih ingin melihat bagaimana ending hidup Mas Rama dan keluarga ini ke depannya setelah segala sikap zalim yang mereka lakukan padaku ini. Biarlah sampai sekarang aku hidup di bawah tekanan mereka, asal aku masih punya kesempatan untuk menyaksikan saat saat kehancuran mereka kelak, tekadku dalam hati. "Ya udah! Jangan lama-lama! Penting soalnya!" ujar Mas Rama pula dengan nada ketus, khas nada bicaranya terhadapku selama ini. Aku tak menyahut, hanya menganggukkan kepala, hingga beberapa saat kemudian, pekerjaanku pun beres dan aku gegas duduk di hadapan Mas Rama dan ibu mertua yang raut wajahnya terlihat serius. Di samping mereka, duduk pula di sofa, tampak Dewi dan Vita, dua adik iparku yang tengah santai sembari memainkan gadget. Melihat ekspresi mereka, sepertinya memang ada hal serius yang hendak mereka ibicarakan. Tapi apa ya? "Rina, Mas langsung saja! Mas ada rencana ingin menikah lagi! Izin atau tidak izin kamu, Mas nggak peduli. Tapi yang jelas, kalau nanti mas jadi nikah lagi, kamu nggak boleh mengganggu istri muda mas! Apa kamu bisa memahami itu?" ucap Mas Rama tanpa tedeng aling-aling dan rasa takut sedikit pun jika kata katanya akan melukai hati dan perasaan seorang istri. Namun, aku yang sudah mati rasa dari kemarin dan sudah mempersiapkan mental jauh-jauh hari untuk mendengar hal ini secara langsung dari mulut Mas Rama memang tak lagi kaget mendengarnya. Toh ibu mertua juga sudah menyampaikan niat putranya itu dari kemarin. Hanya saja yang membuatku penasaran, siapakah calon istri muda Mas Rama itu? Apa benar dia Mbak Yuni, janda muda yang akhir akhir ini dekat dengan suamiku itu? "Ya, Rina! Kamu jangan menghalangi niat Rama untuk memperbaiki kehidupannya! Rama berhak bahagia! Selama ini sudah capek punya istri seperti kamu yang bisanya cuma minta nafkah tiap bulan! Jadi sekarang biarkan Iwan bahagia dengan pilihannya! Toh kamu bukannya diceraikan, hanya dimadu saja! Tapi kalau kamu banyak tingkah, ya terpaksa Rama akan men-talak kamu!" imbuh ibu mertua pula, sama seperti anaknya, seolah tak punya hati saat berbicara. Aku pun diam sejenak lalu menganggukkan kepalaku. "Iya, nggak apa apa, Bu ... Mas ... saya terima dimadu. Tapi ada syaratnya, saya nggak mau tinggal satu rumah ya, Bu. Saya nggak mau dikumpulkan jadi satu dengan madu saya," jawabku memberi syarat. Bukan hanya dalam islam setahuku adab poligami adalah tidak menjadikan istri istrinya berada dalam satu rumah, tapi aku juga tak akan nyaman membuat konten apabila ada istri muda Mas Rama. Itulah yang membuatku mengajukan syarat itu karena khawatir Mas Rama akan membawa Mbak Yuni tinggal bersama kami meski kemungkinan itu sangat kecil. "Ya tentu saja Yuni nggak akan tinggal sama kamu! Rama yang kemungkinan besar akan tinggal di rumah Yuni yang besar dan mewah! Itulah gunanya punya istri kaya! Bisa diandalkan harta bendanya! Bukan kayak kamu yang cuma bawa badan sebatang masuk dalam hidup anak ibu!" "Coba kalau kamu kaya kayak Yuni, hidup Rama pasti bahagia! Nggak akan pusing kalau sewaktu waktu kena musibah! Kayak kemarin kecopetan! Coba kalau kamu kaya dan punya uang, suami kecopetan kamu bisa bantu! Bukan malah bikin suami tambah pusing!" jawab ibu mertua dengan suara tinggi. Mendengar perkataan mertua itu, aku menelan ludah. Hmm ... jadi benar Mbak Yuni adalah calon istri muda Mas Rama? Tak salah tebakanku. Mas Rama dan ibu mertua ingin hidup enak dengan menjadikan Mbak Yuni istri kedua. Tapi apa kenyataannya nanti akan seperti itu? Hmm ... aku juga ingin tahu .... ! "Oh, jadi Mas Rama akan menikah lagi dengan Mbak Yuni ya, Bu? Ya, nggak apa apa, Bu. Semuanya terserah Mas Rama saja. Alya manut saja," jawabku lirih. Bukan hanya Mas Rama, aku juga menunggu nunggu pernikahan ini terjadi. Penasaran ingin tahu soalnya, apakah pernikahan ini akan membawa kebahagiaan untuk Mas Rama dan keluarga mertua ini? Atau sebaliknya akan menjadi bumerang dan senjata makan tuan untuk keluarga ini? "Ya tentu saja kamu harus manut. Nikah lagi itu nggak perlu izin istri! Hak suami mutlak! Apalagi Rama tergolong mampu melakukan hal itu! Jadi nggak ada hak kamu untuk melarang!" "Kalau jadi, bulan depan selesai iddah nya Yuni, mereka akan segera menikah. Kamu nggak usah bikin ulah! Tetap jalani rumah tangga kalian seperti biasanya! Walaupun Rama nikah lagi, kewajiban kamu terhadap ibu masih sama! Kamu wajib bantu ibu beres beres rumah ini karena Yuni nggak mungkin bisa melakukannya!" "Dia itu orang kaya! Pengusaha rumah makan sukses! Apalagi katanya sebentar lagi mau buka cabang baru! Pasti sibuk! Nggak kayak kamu yang pengangguran dan nggak bisa apa apa! Bisanya cuma nungguin suami pulang kerja aja dan minta uang! Jadi kamu tetap harus ke rumah ini seperti biasanya untuk bantu ibu beres beres rumah! Paham!" ucap ibu mertua lagi dengan suara keras. Mendengar itu, lagi lagi aku menganggukkan kepala. Tentu saja aku masih akan ke sini, Bu. Aku ingin tahu apa yang terjadi setelah Mas Rama menikah lagi. Tak apa apa untuk sementara aku dianggap hina dan bo doh menjadi ba bu gratis yang tidak dibayar, juga mendapatkan jatah nafkah yang sangat tidak adil dari suami. Tapi nanti kalau kar ma itu sudah datang menimpa hidup kalian, barulah aku akan pergi dari hidup kalian dan menunjukkan siapa aku sebenarnya, bahwa aku tidaklah sebodoh dan selemah yang kalian kira. Aku bukan Rina yang bisa kalian pandang remeh dan enteng seperti yang kalian kira selama ini! Tekadku dalam hati.Bab 36POV Rama Rina spontan tertawa mendengar perkataanku."Apa, Mas? Kasih kamu uang sebagai ganti rugi? Jadi nuduh aku selingkuh tanpa bukti itu hanya demi uang?""Denger ya, Mas, aku nggak selingkuh dan nggak mau ngasih kamu uang! Kalau kamu mau marah, marah aja, tapi perlu kamu ketahui di rumah ini ada CCTV, tuh liat ke atas, saat ini kameranya sedang menghadap ke kamu, jadi kalau kamu berbuat kasar sama aku, aku pastikan kamu bakalan masuk penjara untuk waktu yang nggak sebentar.""Apa pun yang terjadi, dan sampai kapanpun aku nggak akan sudi rujuk lagi sama kamu, Mas. Lagian, kamu nggak salah ngajak akan rujuk? Memangnya Mbak Yuni kenapa? Udah nggak menarik lagi atau nggak bisa kasih kamu uang dan harta seperti cita-cita kamu saat menikahi dia kemarin?""Kasian banget kamu, Mas. Maaf, bukannya ngejek atau menghina, cuma aku mau bilang, emang enak bukannya dikasih uang tapi malah dijadikan sapi perah sama istri baru kamu itu? Niat hati pengen merubah hidup jadi lebih baik, tapi
Bab 35POV Rama "Maksud kamu?" Ibu mengernyitkan keningnya melihatku mencekal tangan beliau."Bu ... Rama memang ketemu Rina dan Aldi, tapi mereka nggak sendirian, Bu. Ada laki-laki lain yang bersama mereka. Bukan itu saja, tapi Rina juga bilang kalau dia sudah menggugat cerai Rama dan sekarang surat cerainya sudah keluar, tinggal ambil aja di Pengadilan Agama, Bu. Terus apanya yang mau pindah?" ucapku akhirnya dengan perasaan masygul dan marah entah pada siapa. Pada Rina atau jutru pada diriku sendiri yang selama ini telah bertindak bodoh menyia-nyiakan istriku itu sehingga sekarang yang ada hanyalah penyesalan yang kutahu tidak akan ada gunanya lagi. Nasi sudah jadi bubur. Rina telah menggugat cerai aku. Lalu apa lagi yang bisa aku lakukan?Harapan yang selama ini kubangun ternyata hanyalah harapan semu belaka. Rina ternyata benar-benar sakit hati akan perlakuanku dan akhirnya menggugat cerai aku tanpa memberikan kesempatan untuk rujuk lagi. Arrgh!!!"Apa?? Mana bisa begitu!!! Si
Bab 34POV Rina"Jadi Rama mantan suami Dik Rina?" tanya Pak Wahyu dengan tatapan penuh ke arahku saat kami berhasil meninggalkan Mas Rama yang akhirnya tak mampu berbuat apa-apa setelah aku mengancamnya hendak lapor polisi jika dia tetap dengan perbuatannya ingin memaksaku kembali ke rumahnya.Enak sekali laki-laki itu. Setelah luka yang dia torehkan begitu dalam ke sanubariku, dia ingin kembali lagi padaku seperti dulu? Tidak! Aku tak sebodoh itu untuk mengorbankan apa yang telah aku raih saat ini demi laki-laki yang hanya ingin memanfaatkanku saja itu.Aku menganggukkan kepala lalu menunduk."Iya, Pak. Mas Rama adalah mantan suami saya. Hari ini pernikahan kami berakhir dengan keputusan Pengadilan Agama. Jadi saya dan dia udah nggak ada hubungan apa-apa lagi, Pak.""Oh ya, Pak Wahyu kenal dengan Mas Rama? Mas Rama tadi juga bilang kalau Pak Wahyu sudah memecat dia dari pekerjaan? Apa ... Pak Wahyu adalah mantan atasan Mas Rama saat masih kerja di perusahaan kemarin? Kalau iya, maaf
Bab 33Pov Rama Aku menoleh dan refleks memberi arahan dan aba-aba agar mobil yang baru saja datang, bisa parkir dengan rapi di lahan yang telah disediakan, saat sebuah mobil SUV yang sepertinya cukup familiar di ingatanku, masuk kawasan mall.Ya, aku cukup familiar dengan jenis mobil tersebut dan juga warna serta nopolnya sebab dulu sering melihatnya parkir di area khusus direksi perusahaan di mana aku pernah bekerja kemarin.Mobil itu tepatnya adalah mobil perusahaan yang biasanya dipakai oleh Pak Wahyu, mantan pimpinan di mana aku kerja kemarin untuk transportasi beliau selama menjalankan tugasnya.Hmm ... untuk apa beliau ke mall ini ya? Belanja? Awas saja, kalau dia sudah masuk mall nanti, aku akan mengempeskan ban mobilnya diam-diam supaya dia panik dan kelimpungan memasang sendiri ban serep sebagai upaya balas dendam karena dia dengan seenaknya telah memecatku dari perusahan kemarin hanya karena aku telat masuk kantor!Ya, aku akan balas dendam supaya dia tahu sakitnya hatiku
Bab 32Pov RinaAku sedang menyuapi Aldi makan siang saat mendengar pintu diketuk pelan dari luar. Gegas kuletakkan piring dan meminta Aldi menghentikan makan sejenak untuk melihat siapa yang datang. Mungkin saja Nina, meski aku tak yakin sebab biasanya sahabatku itu akan mengabari lebih dulu bila ingin mampir atau datang ke rumah. Tapi ini tidak. Nina tak memberi tahu sama sekali sehingga aku tak cukup yakin jika yang datang itu adalah sahabatku tersebut.Benar saja, saat aku membuka pintu, aku menemukan seraut wajah kharismatik dengan tatapan teduh yang sesaat membuat jantungku berdesir. Desir yang membuatku terkadang mengutuk diri karena tak mampu menepis kehadirannya meski aku sadar tidak ada gunanya sama sekali.Aku tak tahu apa-apa soal Pak Wahyu, pun kedatangannya aku tahu hanya karena rasa tangung jawab yang begitu besar pada Aldi meski buah hatiku itu sudah lama sembuh dari sakitnya. Lalu apa yang aku harapkan darinya? Tidak ada. Apalagi statusku juga baru saja bercerai dari
Bab 31POV RINAHari ini, aku kembali menuju gedung pengadilan agama yang sama untuk menghadiri sidang ketiga gugatan perceraianku dengan Mas Rama. Hatiku berdebar kencang, berharap hari ini akan menjadi hari terakhir aku menginjakkan kaki di tempat ini. Semoga hari ini putusan cerai itu bisa aku dapatkan juga.Aku menggenggam tangan Nina erat-erat. Seperti dua sidang sebelumnya, sahabatku itu tetap setia menemaniku, menjaga Aldi saat aku harus mengikuti jalannya sidang. Aldi duduk di pangkuannya sambil bermain dengan mainan kecil yang Nina bawa dari rumah.“Tenang aja, Rin. Kalau Rama nggak hadir lagi di sidang hari ini, hakim pasti menjatuhkan putusan cerai. Kamu siap 'kan dengan status baru sebagai single mother nanti?” tanya Nina memberi semangat.Aku menjawab dengan anggukan kepala pasti. “Lebih dari siap, Nin. Semoga hari ini semuanya selesai ya. Doakan aku ya, Nin," ucapku sembari menggenggam tangan Nina.Nina balas menggenggam tanganku lalu kembali memberiku semangat."Pasti.