Share

Bab.10

Jam 10 aku baru selesai mandi. Aku duduk lemas di kursi meja makan. Di atas meja makan sudah tersaji makanan yang kemarin ingin sekali aku makan. Sop buntut. Ya, satu panci sedang sop buntut sudah Farida masak. Namun, aku tak berselera.

Aku merogoh ponsel di saku celana jeans, lalu cepat mengaktifkan mode pesawat. Jangan sampai atasanku melihatku aktif di sosial media, sedangkan aku tak memberi kabar apapun hari ini tak masuk kerja.

Tiba-tiba perutku meminta haknya untuk diisi. Aku lalu mengambl sedikit nasi dari magic com ke atas piring dan menuang sop buntutnya, itupun hanya sedikit.

Aku lalu makan dengan tidak berselera.  Masakan Farida yang selalu enak di lidahku, jadi tak terasa karena pikiranku gusar begini. Biasanya, aku paling lahap makan dengan sop buntut.

Selesai makan, aku masih di meja makan. Tidak buru-buru beranjak. Aku bingung harus apa. Tiba-tiba Farida masuk ke dapur sambil membawa tabung gas melon. Ia lalu memasangkan regulator pada tabungnya.

Cetrek! Kompor kembali menyala. Ia lalu melanjutkan menumis bumbu saos yang tadi belum selesai.

Ternyata Farida sudah pandai memasang regulator sekarang. Aku hanya diam tak bicara apapun padanya. Aku masih tak habis pikir, Farida sekarang berani melawanku. Bahkan ia berani akan melayangkan tabung gas itu andai tak ingat dosa.

Huh … inilah akibatnya jika dia masih dekat dengan si Mila. Farida-ku yang dulu penurut dan lembut kini ia selalu membantah dan galak.

Selesai membuat bumbu saos, Farida kembali ke warungnya. Sementara aku, masih duduk di kursi meja makan. Beginilah kalau tak masuk kerja, bosan.

Tiba-tiba aku terpikir untuk pergi keluar. Ya, daripada bosan lebih baik aku pergi saja. Aku ingin ke dataran tinggi yang sedang ramai di aplikasi huruf F. Dari rumahku membutuhkan waktu kurang lebih dua jam untuk sampai ke sana.

Cepat aku beranjak, menuju kamarku dan memakai jaket. Memakai masker dan helm. Kemudian mengeluarkan motorku yang masih berada di dalam rumah.

Saat mengeluarkan motor, di warung Farida tidak ada pembeli. Tapi, ia sibuk memasak. Di mejanya juga sudah berjejer bungkusan yang entah apa isinya.

"Dek, Mas mau keluar," ucapku begitu motor sudah berada di luar.

"Iya," jawabnya singkat. Ia masih sibuk dengan jualannya. Padahal di warungnya tidak ada pembeli.

"Kamu kok, sibuk banget. Gak ada yang beli padahal, Dek?" Aku bertanya heran.

"Kata siapa? Pelangganku udah pada kirim pesan ini, Mas!" jawabnya dari dalam warung.

Aku melihat jam tanganku, sudah jam 11 siang. Biasanya melihatku pergi begini, Farida akan sangat cerewet. Dia akan bilang, Mas jangan kemana-mana mending bantuin aku. Mas mau kemana, jangan lama-lama, Mas. Mas pulangnya aku titip makanan ya, Mas.

Tapi sekarang, ia malah sibuk menyiapkan pesanan pelanggannya. Cepat aku menyalakan motorku untuk menghangatkannya sebentar. Saat tengah menghangatkan motor, Jana datang dengan motornya. Pakaiannya pun rapi sekali, tidak seperti biasa saat sedang bekerja di bengkelnya.

"Eh, Ris, mau kemana?" tanyanya setelah menepikan motornya di depan rumahku.

"Keluar, Jan," jawabku.

"Gak kerja emang?" tanyanya lagi.

"Gak, Jan. Telat. Tumben lu ke sini, mau apa Jan?" tanyaku heran.

"Biasa, mau pesan sama Rida," jawabnya.

"Kok gak kirim pesan aja, Jan?"

"Soalnya banyak, Ris. Temen-temen motor gue mau main ke rumah, makanya bengkel gue tutup dulu ini," terangnya. Pantas saja pakaiannya rapi, ternyata mau ada teman-temannya.

"Jan, gue pergi dulu," ucapku.

"Oke, Ris. Hati-hati!" balasnya sambil menepuk pundakku.

Aku lalu pergi dengan motorku. Setelah sampai ke jalan utama, kulihat bengkel Jana memang tutup. Karena ini adalah hari kerja maka jalanan pun cukup ramai.

Aku melajukan motor nm*x putihku dengan kecepatan sedang. Motor yang kubeli cash tahun lalu dan membuatku merasa gagah saat mengendarainya.

Setelah satu jam perjalanan, aku menepikan motorku di sebuah minimarket dan masuk ke dalamnya untuk membeli air mineral dan sedikit makanan ringan. Menurut komentar orang-orang di aplikasi huruf F, tempat yang akan ku datangi ini adalah tempat yang nyaman untuk bersantai.

Selesai dari minimarket dan istirahat sebentar di atas motor. Aku melanjutkan perjalananku. Sekarang jalan yang kulewati cukup lengang.

Beberapa menit lagi sampai, jalanan mulai menanjak. Kanan kiri jalan yang kulalui sudah terlihat pemandangan yang cukup indah.

Setelah sampai, aku lalu memarkirkan motor dan menitipkan helm. Di lihat dari motor yang ada di tempat parkir, sepertinya tidak terlalu banyak pengunjung karena sekarang merupakan hari kerja.

Aku berjalan memasuki kawasan pohon pinus. Udaranya sangat sejuk. Sampai di atas, aku memesan satu hammock. Aku melihat ke sekitar, ada beberapa pengunjung yang sedang berfoto-foto. Ada yang sedang menikmati mie instan dan minuman hangat di warung kopi. Tapi, mereka berpasangan. Sementara aku sendirian.

Aku lalu duduk di atas hammock yang sudah kupesan. Menikmati makanan ringan yang tadi kubeli sambil menikmati pemandangan. Ah, indah sekali.

Tempat yang nyaman untuk bersantai. Aku lalu mengeluarkan ponselku, masih dengan mode pesawat. Aku lalu membuka kamera. Melepas masker dan berfoto-foto. Kuperhatikan fotoku, memanglah aku ini tampan. Tak sia-sia aku merawat wajahku karena hasilnya wajahku sangat bersih. Tidak ada masalah di kulit wajahku.

Setelah puas berfoto, aku lalu berbaring di atas hammock dengan kedua tanganku sebagai bantal.

Aku menghirup udara dalam-dalam. Sejuk. Sejenak, aku lupa kegusaranku. Saking sejuknya di sini hingga membuatku merasa mengantuk.

***

Aku terbangun, kulihat jam tanganku, sudah jam 4 sore ternyata. Setelah sepenuhnya sadar aku lalu turun dari hammock. Gegas ke parkiran dan membayar sewa motor. Aku lalu mengendarai motorku untuk pulang kembali.

Perjalanan pulang sedikit macet karena sore hari pasti berbarengan dengan orang yang pulang bekerja. Maka setengah tujuh malam, aku baru sampai.

Ketika sudah berada di depan rumah, warung Farida setengah tutup. Cepat aku masuk ke dalam rumah yang pintunya terbuka.

"Assalamu'alaikum," ucapku.

"W*'alaikumsalam," jawab Farida yang sedang mencatat di kursi ruang tamu.

Aku kemudian menghempaskan bobotku di kursi yang berada dihadapannya. Farida masih terus mencatat. Di samping buku catatannya, terdapat uang recehan yang lumayan banyak. Kemudian ia menghitung uang receh dan memasukkannya ke dalam dompet. 

"Mau kemana, Dek?" tanyaku saat Farida beranjak dari duduknya.

"Tutup warung," jawabnya sambil terus melangkah keluar rumah.

Sebenarnya aku penasaran, berapa uang yang Farida dapatkan dalam sehari jualan. Baru tadi aku melihat Farida menghitung uangnya, ternyata lumayan banyak. Pantas saja ia bisa membeli motor bekas dan yang lainnya. Tapi, Farida tidak pernah mau memberi tahu berapa keuntungan jualannya.

Terdengar Farida mengunci pintu warungnya, namun bukannya kembali ke rumah malah ia masuk ke rumah Mila.

Hmm … aku sudah pulang begini, bukannya diperhatikan malah ditinggal. Apa ia tak mau tahu tadi aku pergi kemana?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Udah salah ndak mau mengakui malah nyalain org lain aj bisanya. Kampret
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status