All Chapters of ISTRIKU YANG MULAI MANDIRI: Chapter 1 - Chapter 10

47 Chapters

Bab.1

Istriku Yang Mulai Mandiri (1)****"Dek, kamu beli motor?" tanyaku pada istriku."Iya Mas," jawabnya singkat."Berapa Dek?" tanyaku lagi."3 juta Mas." jawabnya membuatku kaget."Ha?! 3 juta? Motor harga 3 juta? Motor apa yang dijual dengan harga segitu? Jangan-jangan motor rusak, Dek?" cecarku. "Enak aja kamu, Mas! Sebelum deal aku cek dan coba dulu motornya, masih bagus kok," sangkalnya. "Bisa aja kan sekarang bagus, eh besok udah hancur, Dek," cicitku."Apa sih kamu, Mas. Aku emang beli motor bekas dan murah bukan berarti motor itu rusak, lagian dijual segitu karena si penjual lagi butuh banget uang!" sengitnya tak terima dengan ucapanku."Emang kamu beli motor buat apa toh dek? Motor Mas kan ada malah masih bagus." "Loh, ya 'kan aku butuh buat kepasar mas! Males aku ngandelin Mas terus."Aku mendecak. "Dek, Dek, kalau ada uang kenapa gak kamu tabung aja Dek, ngapain dibelikan motor?""Ya ampun Mas, aku beli motor pake uangku sendiri! Gak minta ke kamu!""Emang berapa sih keunt
Read more

Bab.2

Pagi ini aku bangun jam 6. Menyambar handuk dan menuju kamar mandi. Namun, sepertinya Farida tidak ada. Kemana dia pagi-pagi beginiAku mencarinya di dapur, tidak ada. Kucari di halaman belakang, juga tidak ada. Hanya ada jemuran yang berjejer rapi. Biasanya jam 5 pagi dia sudah membangunkan ku dengan berbagai cara.Sekarang tidak lagi. Jemuran selalu sudah berjejer sepagi ini, dan Farida entah kemana. Aah, lebih baik aku mandi, jam setengah 8 aku harus segera berangkat.Keluar dari kamar mandi, kulihat Farida sedang mengeluarkan barang-barang dari kantong kresek."Dek, kamu dari mana?""Dari pasar.""Kok, gak minta antar Mas?""Aku bisa bawa motor sendiri, lebih cepet!"Aku hanya mengangguk. Farida lalu mengeluarkan satu penggorengan baru."Kamu beli penggorengan baru, Dek?""Iyalah, penggorengan kemaren gosong! Mana bisa dipake lagi!"Ya, kemarin saat kutinggal mandi, aku lupa mematikan kompor. Sampai penggorengan gosong, untung tidak terjadi kebakaran."Ya salah kamu, lagian mana p
Read more

Bab.3

Aku bangun jam 7 pagi. Sekarang hari minggu, aku libur bekerja. Kulirik, Malik sudah tidak ada, mungkin dia sudah pulang. Lekas aku bangkit dan menuju kamar, berharap Farida sudah membuka kuncinya.Klek! Pintu kamar memang sudah tidak dikunci. Namun, Farida juga tidak ada di kamar. Cepat aku keluar lagi, menyambar handuk dan bergegas mandi. Minggu pagi seperti ini, biasanya Farida akan membujukku untuk pergi ke Taman Sakura. Sebuah taman kecil. Namun, sepanjang jalan menuju taman itu ada pasar tumpah yang di adakan seminggu sekali.Farida selalu mengajakku untuk joging bersama atau sekadar mengantarnya. Namun, aku sering mengabaikannya, hingga Farida tak jadi pergi. Karena jika pergi, Farida suka sekali jajan, seperti anak kecil. Rupa-rupa jajanan ia beli, dan itu aku tidak suka. Ia yang suka jajan ia juga yang mengeluhkan uang dariku tidak cukup.Selesai mandi Farida belum juga pulang, ini sudah jam 8. Kemana Farida sebenarnya? Cepat aku ke dalam kamar, memilih baju kemudian memakain
Read more

Bab.4

Aku berbaring sendirian di atas kasur. Farida masih belum kembali padahal ini sudah lepas magrib. Bisa-bisanya Farida betah berteman dengan Mila, bahkan sampai merasa sudah seperti saudara. Belum tahu saja Farida, bagaimana Mila saat mengamuk. Ngeri!Drrt! Drrt!Ponselku bergetar. Tertera dilayar nama Mbak Eka, kakak pertamaku menelpon, segera saja kujawab."Assalamu'alaikum, Ris. Gimana kabarmu?" tanya Mbak Eka di ujung telpon."Waalaikumsalam, Mbak. Baik-baik saja Mbak. Ada apa?" balasku tanpa basa-basi."Oh, syukurlah. Gak papa, Ris, Mbak cuma kangen saja. Kamu kalo gak ditelpon duluan, manalah mau nelpon Mbak. Kamu 'kan orang sibuk," ujar Mbak Eka sembari tertawa."Kabar istrimu gimana, Ris?" tanyanya lagi."Farida baik, Mbak. Kami semua baik," jawabku."Ya, baguslah, Ris. Sudah isi belum Rida?""Isi apa?""Isi perutnya, Ris!""Ya sudah mungkin, Mbak. Mana aku tahu, Mbak.""Bener kamu, Ris? Rida sudah hamil?""Hamil? Tadi katanya isi perut? Gimana sih, Mbak! Isi perut itu, ya maka
Read more

Bab.5

Setelah 30 menit perjalanan, akhirnya aku dan Farida sampai juga di Pasar Malam. Ramai sekali pengunjungnya. Anak-anak, remaja hingga orangtua, semuanya mengunjungi Pasar Malam ini. Banyak juga orang yang berjualan.Cepat Farida turun dari motor, aku pun mengikutinya. Farida lalu menggenggam tanganku untuk berjalan di sampingnya. Ia lalu menatapku dan tersenyum. Senyuman yang sangat manis, senyuman yang dulu membuatku jatuh hati padanya. Senyuman yang ku rindukan, dan aku baru melihatnya lagi malam ini."Mas, mau naik wahana apa?" tanyanya sumringah."Nggaklah, Dek. Mas mau duduk di situ saja." Ku tunjuk bangku panjang yang berada dekat pedagang minuman kekinian."Oh … ayok," ajaknya menarik tanganku.Aku dan Farida lantas duduk. Raut wajah istriku itu terlihat sangat bahagia. Farida memperhatikan sekelilingnya, bibirnya tak henti tersenyum."Mas, tunggu sebentar!" perintahnya. Ia lalu pergi menuju pedagang permen kapas. Aku hanya menggeleng melihat kelakuannya. Ia lalu kembali dengan
Read more

Bab.6

Hari ini aku bangun terlambat. Saat terbangun tadi, kulihat sudah jam setengah 8. Sudah tidak mungkin lagi aku berangkat ke pabrik. Mungkin semalam makanku terlalu banyak, sampai aku tidur terlalu nyenyak. Mungkin juga Farida sudah membangunkan ku, tapi karena tidurku kadang seperti kerbau, maka susah sekali dibangunkan.Aku lantas menyetel televisi sambil menikmati segelas susu jahe. Farida sudah sibuk di warungnya. Membersihkan meja dan kompor, serta menyiapkan bahan untuk berjualan nanti.Melihatku bangun kesiangan seperti ini, biasanya Farida akan menyuruhku membantunya. Mengupas bawang, memblender bumbu, merebus tulang ayam, menyapu, mengepel, atau apa saja yang menurutku bukan pekerjaan lelaki.Tapi tidak pagi ini, melihat ku bersantai di depan televisi begini, ia tidak manja lagi kepada ku. Ia justru sibuk sendirian.Aku mengucek siaran televisi, tidak ada yang seru untuk ditonton."PAKET!" Terdengar teriakan pengirim paket. Sepertinya paket yang kupesan tiba hari ini."Mas, pa
Read more

Bab.7

Sore ini aku pulang dengan membawa oleh-oleh dari Malik yang baru pulang dari kampungnya. Saat sedang mengendarai motorku dan akan berbelok menuju gang masuk rumahku, di sebrang sana aku melihat istriku sedang mengobrol di bengkel dengan Jana.Aku menepikan motorku dan memperhatikan mereka dari sebrang jalan. Kenapa Jana akrab sekali dengan Farida? Begitu juga istriku itu. Entah apa yang mereka obrolkan sampai Farida tak henti tertawa. Tawa Farida yang akhir-akhir ini sudah tidak pernah lagi kulihat.Farida lalu melihat jam di tangannya, setelah itu ia seperti berpamitan pada Jana, kemudian ia mengendarai motor bekasnya. Jana tak henti menatap kearah perginya Farida dan sekilas kulihat ia tersenyum. Sampai punggung Farida tak terlihat lagi barulah Jana masuk ke dalam bengkelnya. Aku lalu melanjutkan perjalanan ku pulang ke rumah.Sesampainya di rumah, pintu rumah di kunci. Warung Farida pun di tutup. Terpaksa aku menunggu di luar karena pasti Farida bawa kuncinya yang hanya satu. Aku
Read more

Bab.8

Malam ini, terpaksa aku keluar dengan motorku. Aku akan membeli nasi goreng kesukaanku saja yang tempatnya agak jauh dari rumahku. Farida benar-benar mengesalkan! Suami minta dimasakin tak digubris sama sekali. Makanan yang dibelinya pun, ia habiskan sendiri.Kalau begini, pengeluaran malah bertambah. Lalu untuk apa kemarin kuberikan uang bulanan. Apa dia tak takut berdosa pada suami? Benar-benar sudah berubah Farida sekarangPedagang nasi goreng spesial kesukaanku ternyata belum ramai pembeli, karena sekarang baru jam 7 malam. Aku memesan satu nasi goreng untuk makan ditempat. Rasanya malas untuk pulang. Biarlah nanti aku pulang larut malam. Biar Farida sadar, kalau dia sudah benar-benar keterlaluan.Lihat saja, pasti dia akan menelpon dan mengirim pesan berkali-kali agar aku cepat pulang. Biarkan Farida sadar, kalau aku sedang marah padanya."Risfan!" Seseorang memanggil namaku, dari suaranya aku sangat hafal itu suara siapa.Aku lalu menoleh, benar dugaanku. Itu suara Malik. Ia lal
Read more

Bab.9

Kulihat jam dinding di kamar kontrakan Malik, menunjukan pukul setengah 11 malam. Kurogoh ponsel dalam saku celana yang sengaja aku silent. Aku ingin tahu, berapa kali Farida menghubungi untuk menyuruhku segera pulang.Aku menekan tombol kunci pada ponselku. Lalu mengaktifkan data selulernya. Hah? Aku membelalak. Apa ponselku rusak? Aku lalu mengibaskan ponselku di udara, mungkin jaringan di kontrakan Malik jelek. Aku mencoba keluar dari kamar kontrakan Malik. Kulihat jaringan juga stabil.Arrghhh … kenapa tidak ada satu pun chat dari Farida? Panggilan tak terjawab juga tidak ada. Aku mengusap wajahku dengan kasar … huh. Tidak mungkin! Tidak mungkin Farida mendiamkanku seperti ini. Mana berani Farida tinggal di rumah sendirian?Aku hafal betul istriku, ia tidak berani tinggal di rumah sendirian jika malam hari. Farida itu perempuan manja dan penakut. Jika aku belum pulang, dia pasti sudah mengirimku pesan berkali-kali. Tapi kenapa sekarang tidak?"Ris, mau kemana?" Malik memanggil dar
Read more

Bab.10

Jam 10 aku baru selesai mandi. Aku duduk lemas di kursi meja makan. Di atas meja makan sudah tersaji makanan yang kemarin ingin sekali aku makan. Sop buntut. Ya, satu panci sedang sop buntut sudah Farida masak. Namun, aku tak berselera. Aku merogoh ponsel di saku celana jeans, lalu cepat mengaktifkan mode pesawat. Jangan sampai atasanku melihatku aktif di sosial media, sedangkan aku tak memberi kabar apapun hari ini tak masuk kerja.Tiba-tiba perutku meminta haknya untuk diisi. Aku lalu mengambl sedikit nasi dari magic com ke atas piring dan menuang sop buntutnya, itupun hanya sedikit.Aku lalu makan dengan tidak berselera. Masakan Farida yang selalu enak di lidahku, jadi tak terasa karena pikiranku gusar begini. Biasanya, aku paling lahap makan dengan sop buntut.Selesai makan, aku masih di meja makan. Tidak buru-buru beranjak. Aku bingung harus apa. Tiba-tiba Farida masuk ke dapur sambil membawa tabung gas melon. Ia lalu memasangkan regulator pada tabungnya.Cetrek! Kompor kembali
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status