Aku berbaring sendirian di atas kasur. Farida masih belum kembali padahal ini sudah lepas magrib. Bisa-bisanya Farida betah berteman dengan Mila, bahkan sampai merasa sudah seperti saudara. Belum tahu saja Farida, bagaimana Mila saat mengamuk. Ngeri!Drrt! Drrt!Ponselku bergetar. Tertera dilayar nama Mbak Eka, kakak pertamaku menelpon, segera saja kujawab."Assalamu'alaikum, Ris. Gimana kabarmu?" tanya Mbak Eka di ujung telpon."Waalaikumsalam, Mbak. Baik-baik saja Mbak. Ada apa?" balasku tanpa basa-basi."Oh, syukurlah. Gak papa, Ris, Mbak cuma kangen saja. Kamu kalo gak ditelpon duluan, manalah mau nelpon Mbak. Kamu 'kan orang sibuk," ujar Mbak Eka sembari tertawa."Kabar istrimu gimana, Ris?" tanyanya lagi."Farida baik, Mbak. Kami semua baik," jawabku."Ya, baguslah, Ris. Sudah isi belum Rida?""Isi apa?""Isi perutnya, Ris!""Ya sudah mungkin, Mbak. Mana aku tahu, Mbak.""Bener kamu, Ris? Rida sudah hamil?""Hamil? Tadi katanya isi perut? Gimana sih, Mbak! Isi perut itu, ya maka
Read more