Share

Bab.7

Penulis: Sity Mariah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-16 14:50:30

Sore ini aku pulang dengan membawa oleh-oleh dari Malik yang baru pulang dari kampungnya. Saat sedang mengendarai motorku dan akan berbelok menuju gang masuk rumahku, di sebrang sana aku melihat istriku sedang mengobrol di bengkel dengan Jana.

Aku menepikan motorku dan memperhatikan mereka dari sebrang jalan. Kenapa Jana akrab sekali dengan Farida? Begitu juga istriku itu. Entah apa yang mereka obrolkan sampai Farida tak henti tertawa. Tawa Farida yang akhir-akhir ini sudah tidak pernah lagi kulihat.

Farida lalu melihat jam di tangannya, setelah itu ia seperti berpamitan pada Jana, kemudian ia mengendarai motor bekasnya. Jana tak henti menatap kearah perginya Farida dan sekilas kulihat ia tersenyum. Sampai punggung Farida tak terlihat lagi barulah Jana masuk ke dalam bengkelnya. Aku lalu melanjutkan perjalanan ku pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, pintu rumah di kunci. Warung Farida pun di tutup. Terpaksa aku menunggu di luar karena pasti Farida bawa kuncinya yang hanya satu. Aku duduk di motorku lalu menoleh ke rumah Mila yang berhadapan dengan rumahku. Pintunya tertutup sepertinya ia belum pulang bekerja. Farida tak suka aku melarangnya dekat dengan Mila.  

Setelah 10 menit Farida pun pulang. Ia lalu menyimpan motornya di dekat motorku.

"Dek, kamu darimana?" tanyaku memulai pembicaraan. Melihatku ada di atas motor ia sama sekali tak menyapa.

"Ngantar pesanan," jawabnya. 

Ia lalu membuka kunci pintu rumah dan masuk. Aku pun segara masuk dan bergegas untuk mandi.

Selesai mandi dan berganti pakaian aku menuju dapur. Begitu membuka tudung saji, terdapat dua potong ayam goreng dan satu mangkuk sayur asam. Dari tampilannya, aku yakin, ini adalah masakan buatan warung makan di depan sana. Aku lalu menyusul Farida yang sedang membuka kembali warungnya.

"Dek, kamu beli sayur buat makan?"

"Iya."

"Kok gak masak aja, Dek?"

"Gak sempat, aku repot banyak yang beli dan banyak pesanan. Masakan tadi pagi 'kan Mas yang habiskan karena dibekal ke pabrik."

"Alah, alasan saja kamu tuh, Dek. Serepot apapun kalau kamu niat masak buat suami, ya pasti masak, gak beli!"

Seketika Farida menghentikan gerakan tangannya yang sedang membereskan meja yang berantakan. Ia lalu mendekat dan menatapku sengit.

"Mas bilang, aku banyak alasan? Mas, tuh yang banyak omong! Tinggal makan aja banyak protes, segala harus masak jangan beli, kalau gak mau gak usah di makan. Biar aku yang makan!"

"Tinggal masak lagi, Dek. Apa susahnya?"

"Apa susahnya? Mas pikir masak itu gak pakai tenaga?! Mas sih enak, pulang kerja atau berangkat kerja tinggal makan dan gak mau tau kerepotanku."

"Itu 'kan sudah tugasmu sebagai istri, Dek, yaitu melayani suami!"

"Apa itu tidak termasuk melayani, Mas? Nasi dan sayur sudah tersedia, Mas tinggal makan!"

Farida lalu masuk ke rumah. Aku menghela nafas. Susah sekali Farida dinasehati. Benar-benar sudah berubah Farida ini. Dulu, apapun yang aku katakan pasti ia turuti. 

Dulu aku sering mengatakan, kalau aku lebih suka makan masakannya. Dan Farida menuruti, tak pernah ia membeli masakan di warung makan jika aku tak memintanya. Tapi sekarang? Awas saja kalau nanti dia mengeluh uang bulanan dariku tidak cukup. Dia sendiri yang menghamburkan dengan membeli masakan sudah jadi di warung makan. Padahal masakan yang dia buat selalu enak.

Aku teringat oleh-oleh dari Malik masih digantung di motor. Lekas aku mengambilnya. Kemudian masuk ke rumah dan mengeluarkan oleh-oleh pemberian Malik.

Ada dodol, rengginang, cochodot, dan makanan lain khas dari kampungnya, Garut. Farida lalu keluar dari kamar.

"Dek, ini ada oleh-oleh dari Malik, katanya ada salam buat kamu dari kampung."

Farida duduk di sebelahku dan mengangguk. Ia lalu memakan oleh-oleh pemberian Malik. Tumben sekali Farida tak cerewet saat ada oleh-oleh dari kampungnya begini. Biasanya ia akan merajuk, ia ingin juga pulang ke kampungnya dan aku harus ikut. Tapi kali ini, ia diam saja sambil menikmati makanan khas dari kampungnya. Seingatku, ia pulang kampung adalah 8 bulan yang lalu, sebelum memulai jualan.

Baguslah kalau Farida tidak merengek ingin pulang kampung. Karena aku tak kuat hawa dinginnya di pagi hari. Membuatku ingin tidur terus menerus. Tapi aku malu pada kedua mertuaku kalau tidur terus, sedangkan untuk bangun aku malas karena tak kuat dinginnya.

"Dek, warungmu biar Mas yang tunggu. Kamu belanjalah, Mas mau makan masakan kamu. Mas 'kan sudah kasih uang bulanan," perintahku.

Farida menghentikan makannya dan memutar bola mata malas. "Belanja apa jam segini? Warung sayuran Bu Amih sudah gak ada apa-apa sore begini, Mas!"

"Mas ingin kamu masak sop buntut, Dek. Kalau di warung Bu Amih pasti gak ada, cari ke pasarlah, Dek" ucapku.

"Mas aja sana yang belanja! Sekalian tuh ke pasar Induk, sore begini 'kan pasar Induk ramai," jawabnya.

"Ya kamulah, Dek. Mas capek pulang kerja, kamu masak dulu, gak apa-apa biar nanti Mas makannya malam saja," perintahku lagi.

"Terus, Mas pikir aku jualan gak capek apa? Ke pasar Induk butuh 30 menit terus aku harus masak sop buntut? Makan yang sudah ada, apa susahnya sih, Mas?"

"Mas mau makan masakan kamu, Dek! Awas nanti kamu dosa 'loh gak nurut sama suami!"

"Biarinlah aku berdosa, tinggal minta ampun sama Allah. Ada juga, Mas yang berdosa karena memaksakan kehendak pada istri Mas yang sudah lelah! Aku di rumah gak cuma rebahan aja, Mas. Aku jualan, banyak pembeli banyak pesanan, aku capek gak sempat masak. Makanya aku beli masakan yang sudah jadi di warung makan. Mas kayak gak pernah makan masakan jadi saja!" jawabnya santai. Kemudian ia lanjutkan memakan oleh-oleh pemberian Malik.

Aku mengernyit. Ya ampun, kenapa sekarang pandai sekali Farida membalikan ucapanku? Dia juga sudah tak takut berdosa sepertinya karena membantah perintah suami.

"Mas maunya, makan masakan kamu, Dek. Ngerti tidak?" tanyaku.

"Aku capek buat masak. Mas, ngerti tidak?" ucapnya balik bertanya.

"Oh, ya biarkan saja, biar Mas kelaparan dan kamu akan lebih berdosa, Dek! Karena sudah membuat suamimu kelaparan!"

Farida menghela nafasnya. Ia lalu pergi ke dapur. Bukannya menurut untuk belanja ke pasar. Ah, Farida sudah tak mendengar perintahku sekarang ini. Perutku memang belum terlalu lapar, makanya aku ingin Farida memasak dulu dan aku akan menikmati masakannya nanti malam. Tapi ia tak menggubrisnya sama sekali.

Aku pun menyusulnya, ternyata Farida sedang makan. "Dek! Kok, malah makan?"

"Aku lapar, jadi ya, makan!"

"Kamu gak dengerin perintahnya Mas, ya, Dek!"

"Emangnya, Mas dengerin aku?" Farida menjawab setiap pertanyaanku dengan santai.

Aku mengusap wajahku. Lalu aku melirik meja makan, makanan yang tadi terhidang sudah habis. "Kamu habiskan, Dek?"

Farida mengangguk. "Mas 'kan gak mau makan masakan yang kubeli."

"Terus Mas makan apa?"

Farida mengangkat bahu. Setelah selesai makan, ia mencuci tangannya dan melengos keluar.

Ah, kesal sekali!

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Hebat amat msh mau bertahan kayak gitu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • ISTRIKU YANG MULAI MANDIRI   Bab 46

    (Ending)POV Risfan************"Bu Riana belum sadarkan diri, Pak. Denyut jantungnya semakin melemah. Doakan yang terbaik untuk istrinya, Pak!" Seorang perawat wanita mengabariku tentang kondisi Riana. Lalu ia pergi meninggalkanku sendiri.Sebulan yang lalu, Riana melahirkan lewat operasi. Kini, bayiku tengah tergolek lemah dalam inkubator. Aku tengah melihatnya dari luar lewat kaca besar ini. Aku mengusap ujung mataku yang berair.Aku menatap lekat bayi mungil itu. Bayi lelaki yang lahir prematur dalam usia 7 bulan. Setelah berusaha sekuat yang aku dan Riana mampu, Riana akhirnya dinyatakan hamil di usia pernikahan ke-3 tahun. Kondisinya saat hamil sangat lemah. Ia diharuskan bedrest dan tidak boleh terlalu lelah. Semua pekerjaan rumah, aku yang turun tangan.Setelah operasi selesai, Riana tak sadarkan diri. Ia mengalami perdarahan hebat. Hatiku mencelos melihat kondisinya dan juga kondisi bayiku. Apa yang bisa kulakukan agar aku bisa segera mendekap mereka? Setiap saat aku tak hent

  • ISTRIKU YANG MULAI MANDIRI   Bab 45

    POV RisfanAku mematut diri di depan cermin. Pantulan wajahku terlihat begitu menawan dengan tuxedo hitam yang kupakai saat ini.Aku sudah mengikhlaskan Farida dengan Malik. Keikhlasan itu, Tuhan ganti dengan mengirim seorang gadis jelita yang kini akan menjadi pendamping hidupku.Tuhan memang begitu baik pada setiap hamba-Nya. Tuhan memberiku pelajaran yang amat berharga. Kehilangan Farida, kehilangan uangku, motor, dan pekerjaan. Tuhan benar-benar menegurku yang sudah dzolim pada Farida dulu.Sekarang aku akan melepas masa sendiri ini. Kali ini, aku tidak asal-asalan lagi seperti dulu aku terburu-buru menikahi Safira. Pernikahanku kali ini, direstui kedua kakakku dan mereka sudah hadir dari seminggu yang lalu untuk membantu mengurus persiapan pesta pernikahanku.Aku akan menggelar pesta pernikahan di aula hotel di kota ini. Gadis yang aku nikahi, bukan gadis sembaranganan. Dia anak dari pemilik perusahaan jasa ekspedisi tempatku bekerja.Satu tahun aku bekerja di sana. Kinerjaku ya

  • ISTRIKU YANG MULAI MANDIRI   Bab 44

    POV Risfan*****Aku sudah mendapatkan pekerjaan di perusahaan jasa ekspedisi, namun ditempatkan di cabang yang baru. Tempatnya hanya berupa ruko 3 tingkat. Lantai bawah sebagia tempat pelayanan. Lantai dua berfungsi sebagai kantor dan paling atas hanya roof top.Entah kebetulan atau apa, cabang baru yang menjadi tempatku bekerja ternyata bersebrangan langsung dengan ruko Farida. Saat pertama kali bekerja aku langsung menyadarinya. Namun, ruko Farida tutup satu minggu lamanya dan aku baru ingat. Kalau kemarinnya Farida menikah dengan Malik.Tentu saja caffe-nya tutup selama satu minggu. Pastinya mereka sedang berbulan madu. Memasuki minggu kedua aku bekerja, barulah caffe Farida dibuka.Setelah rukonya ditempati kembali, aku yang bekerja di lantai dua, sesekali tak sengaja, mendapati Malik dengan mesranya memeluk Farida di teras lantai dua.Bukan hanya hati yang panas tapi mata pun turut panas. Rasanya lahar air mata ingin menyembur keluar andai tak dikendalikan. Mereka tidak mengetah

  • ISTRIKU YANG MULAI MANDIRI   Bab 43

    Istriku Yang Mulai MandiriBab.43POV MalikAku bersama istriku sudah kembali ke kota. Aku dan Farida kini tinggal di ruko dua lantai yang pembayarannya diangsur selama 3 tahun.Aku pun sudah mulai bekerja kembali di pabrik setelah masa cuti selesai. Farida sudah mulai membuka caffe-nya kembali dan berjualan seperti biasa.Aku bekerja di bagian gudang. Gajiku hanya sebesar 3,8 juta per bulannya. Kalaupun dapat bonus, maka menjadi 4,2 juta saja. Cukup jauh dibanding gaji Risfan dulu yang seorang staff apalagi Santo yang sebagai Kepala Produksi. Namun, berapapun itu, aku selalu mensyukurinya.Seperti biasa, aku bangun pukul 3 dini hari. Setelah ibadah sunnah kadang aku tidur lagi kadang pula kuat hingga subuh tiba. Seperti sekarang, selesai salat tahajjud 2 raka'at, aku lantas merendam pakaian dalam ember. Tentunya pakaianku juga Farida. Sesudah 10 menit direndam, aku mulai mencucinya secara manual.Katanya sih, Farida saat masih dengan Risfan mengambil kredit satu mesin cuci. Namun, ba

  • ISTRIKU YANG MULAI MANDIRI   Bab 42

    Istriku Yang Mulai MandiriBab.42POV MalikAku membuka mata pelan. Kudapati sosok istriku masih terlelap di sampingku dengan selimut menutupi tubuhnya. Bukan, bukan hanya tubuhnya, tapi tubuhku juga.Kuraba ponsel di atas nakas, pukul 3 dini hari dan kuletakan kembali. Setelah kesadaranku penuh, ku pungut baju yang terserak di bawah tempat tidur lalu memakainya.Cepat aku ke kamar mandi dan mensucikan diri. Aku sudah tidak perjaka lagi. Namun, sungguh aku bahagia. Keperjakaan ini, aku lepas bersama bidadariku.Selesai membersihkan diri dan berpakaian yang bersih. Aku lalu menggelar sajadah dan menunaikan shalat sunnah tahajjud.Setelah salam, aku menengadahkan kedua tangan."Ya Allah … kutitipkan segenap rasa yang tumbuh dan selalu bermekaran untuk istriku ini kepada-Mu.""Teguhkan rasa cinta ini di atas agama-Mu … anugerah kan dalam keluarga kami, keturunan yang saleh dan salehah.""Di ridhoi-lah rumah tangga yang mulai kami bina ini. Jadikanlah aku, imam yang mampu menuntun makmumn

  • ISTRIKU YANG MULAI MANDIRI   Bab 41

    Istriku Yang Mulai MandiriBab.41POV Malik*******Selesai shalat shubuh, aku kembali ke rumah Emak mertua. Pabrik memberikan cuti satu minggu dan aku berencana kembali ke kota hari Sabtu nanti.Jadi, aku akan menikmati masa pengantin dengan istri cantikku di kampung. Karena cuaca di kampung sangat dingin. Pas untuk pasangan pengantin baru sepertiku.Seperti sekarang, aku tengah duduk menghadap tungku api. Hangat bukan?Malam pertama semalam, ku lewati dengan tidur saling memeluk sampai subuh tadi. Belum beranjak ke adegan lebih dewasa. Keperjakaan ku masih tersegel.Rumah Emak mertuaku ini sama seperti rumah Emak. Bagian depan rumah ini sudah berdinding tembok dengan lantai keramik.Namun untuk bagian dapur, dinding dan alasnya masih dari belahan bambu atau biasa disebut 'palupuh'. Memasak juga masih menggunakan tungku kayu bakar. Kompor gas hanya yang satu tungku, dan kadang-kadang digunakan. Kamar mandi juga masih berada di luar.Farida tiba-tiba masuk ke dapur, ia lalu menuangka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status