Di sisi lain, seorang laki-laki tengah duduk di kursi kerjanya. Ia duduk dengan menyandarkan punggungnya, kaki jenjangnya ia letakan di atas meja.
Matanya terpejam, tapi ia tidak sedang tidur. Sesekali ia menyesap sebatang rokok yang ia pegang di tangan kirinya. Penampilanya cukup berantakan, kemeja dengan tiga kancing terbuka dengan dasi yang menggantung indah di leher tanpa ia pakai dengan benar.
Rambutnya acak-acakan, tapi meski begitu tidak mengurangi sedikitpun ketampanannya. Sosok laki-laki ini diciptakan dengan sebaik-baiknya oleh Tuhan. Rambut raven, hidung mancung, bibir tipis, rahang tegas, dan tubuh atletis meski lebih cenderung ke kurus. Sangat rupawan.
Apa yang diinginkan dari versi laki-laki impian ada di dalam diri laki-laki rupawan ini. Tengkuk yang bersih, perut sixpack, dada bidang, kaki jenjang, atau bahkan pinggang ramping dan sexy seperyi milik Kay EXO, laki-laki ini juga memilikinya.
Ya, dialah Ray. Alfaro Rayvansha, CEO Syailendra Corp yang terkenal misterius dan seorang iblis di dunia bisnis. Dingin bak es di kutub selatan dan bisa panas seperti kawah magma gunung Kilimanjaro di Afrika.
Laki-laki petaruh sejati yang sangat menyukai bisnis. Ambisius dan ingin menguasai dunia bisnis. Begitu egois dan perfeksionis. Mottonya adalah 'Aku absolut dan perintahku adalah mutlak! Tundukkan kepalamu!"
Seperti raja?
Ya, seperti raja. Bukan raja bijaksana yang mengayomi rakyatnya, tapi raja kegelapan yang siap menyesatkan lawan dalam pekatnya lubang hitam tatanan perintahnya.
.
.
.
Ray nampak sedang memikirkan sesuatu. Pikirannya memaksanya melayang-layang menjelajah waktu. Mengulang dan memutar kembali kisah masa lalu yang sudah usang tertimbun kenangan yang masih baru.
"Mereka melihatku dari segala kesempurnaanku. Aku yang begitu kuat, aku yang tak terkalahkan. Aku yang licik dan mudah berkuasa. Aku yang selalu bertahta dalam singgasana Syailendra Corp yang semakin hari semakin kuat ini. Mereka hanya melihat dengan kemampuan mata mereka. Mereka tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka tidak akan pernah tahu bagaimana perasaanku ini. Aku sangat lelah!"
Rasa lelah membuat matanya sulit terbuka. Kelopak matanya terasa sangat berat. Ia sangat lelah. Lelah dengan semua yang terjadi. Hidupnya, perasaannya, dan pikirannya. Bayang-bayang kegelapan, tangisan, luka, kebencian, dendam, dan darah selalu membayanginya. Selalu hadir dalam setiap kapasitas memori ingatannya.
Lamunannya membawa Ray terpejam. Ia tertidur di ruang kerjanya.
"Apapun yang terjadi, saya mohon rawatlah Ray dengan baik! Selamatkan dia!"
"Sembunyikan identitasnya! Lindungi anakku dengan nyawamu!"
"Akan saya lakukan, Tuan! Keselamatan tuan muda adalah nyawa saya!"
"Kami hutang nyawa padamu. Maaf kami tidak bisa membalasnya."
"Ray, hiduplah dengan baik! Makan yang banyak! Jangan pilih-pilih makanan! Patuhi dan hormati pak Willy, dia akan menjadi pengganti ayah dan ibu. Jangan nakal! Jangan banyak memiliki teman, karena itu bisa membahayakanmu! Ray, kau tahu kami masih ingin bersamamu. Kami menyayangimu."
"Cepat, pergilah! Mobil ini akan segera meledak! Cepat pergi!"
"cepat segera pergi dari sini!"
"Selamat tinggal, Ray. Kami menyayangimu."
.
.
.
"Ayah, ibu, kakak?" Kata Ray.
Ray tersadar dari tidurnya. Ray mengepalkan tangannya dan menghantamkannya ke meja dengan keras.
"Sial, mimpi buruk itu selalu menghantuiku." Batinnya kesal.
Ray kembali mengambil sebatang rokok dan menyalahkannya dengan korek api. Di asbak rokok, terlihat ada lima putung rokok sisa. Ini berarti sudah enam batang rokok yang ia habiskan. Ia kembali memejamkan matanya sambil menyesap rokoknya.
Hingga akhirnya seorang laki-laki seusianya datang menghampiri. Dia adalah Ken William, putra pertama paman dan bibi Willy. Sahabat yang Ray miliki.
"Astaga, inikah kelakuan seorang bos Syailendra Corp yang dikenal sebagai iblis itu?" Kata Ken sambil menyahut rokok dari tangan Ray.
"?" Tak urung membuat Ray kesal akan perlakuan sahabatnya itu.
"Kurasa kau itu memang iblis."
"Cih, apa-apan kau ini? Bodoh, cepat berikan rokokku!" Kesal Ray yang berusaha merebut rokoknya kembali.
Ken langsung mematikan rokok Ray dengan menginjaknya. Ray menatapnya kesal, lalu berusaha mengambil sebatang rokok lagi dari wadahnya. Lagi-lagi Ken merebut rokok itu beserta bungkusnya.
"Merokok membunuhmu!" Ken membaca peringatan yang ada di dalam bungkus rokok.
"..."
"Bukankah merokok itu dapat menyebabkan kanker, penyakit jantung, impoten? Kau mau menikmati salah satu dari penyakit itu?" Lanjutnya dan langsung melemparnya ke dalam bak sampah.
"Sudah tahu seperti itu kenapa legal dijual? Kalau tidak dijual, aku tak akan membelinya!" Kata Ray ketus.
"Kekanak-kanakan sekali! Tanyakan pemerintah jika kau butuh jawabannya. Lagi pula, bukankah rokok itu menyubang banyak pajak untuk negara? Menurutku, sebagai pembeli harusnya bisa menggunakannya dengan bijak!"
"Jangan sok menasehati! Seperti tidak pernah merokok saja."
"Ckck, kau ini sungguh bodoh, aku memang tidak pernah merokok sama sekali!"
Ken memanglah bukan seorang perokok.
"Sial, kau membuang semua rokokku!"
"Itu tidak baik untukmu!"
"Cih."
Ken menghela nafas. Ia lalu memegang dada kirinya. "Setidaknya kasihanilah diriku!"
"Iya, iya. Apa maumu, heh?"
"Malah tanya? Kau ini bagaimana sih? Sudahlah lupakan! Berdebat denganmu itu tidak akan ada habisnya. Merepotkan saja. Ada apa denganmu? Kau pasti memiliki masalah, kan?"
"Aku tidak apa-apa."
"Aku hanya ingin tahu."
"Kau tidak perlu tahu."
"Ray.."
"Ken!"
Ken hanya bisa terdiam. Ray adalah iblis egois yang selalu saja menang sendiri. Tidak mau diberi saran dan dinasehati. Ray suka seenaknya saja dan sialnya, Ray itu memiliki segala kesempurnaan yang manusia biasa inginkan.
Tahta dan kekuasaan.
Bagaimana dengan wanita?
Jangan ditanya, karena ketampanannya, banyak wanita yang mengejar-ngejar dirinya. Kebanyakan dari wanita-wanita itu tergila-gila pada Ray. Rela meninggalkan harga dirinya demi mendapatkan perhatian dari Ray.
Termasuk salah satunya berusaha merangkak ke ranjang Ray!
Itu gila! Itu tidak waras!
Demi harta dan kebanggaan menjadi 'wanitanya' Ray, mereka sampai tak punya malu melakukan hal menjijikkan seperti itu. Banyak usaha licik mereka lakukan demi mendapatkan angin kasih sayang dari Ray.
Bagaimana dengan Ray sendiri? Ayolah, dirinya cukup pintar untuk memilih wanita yang pantas dan sepadan untuknya. Ia tidak akan semudah itu untuk terjebak schemming cinta yang menjijikkan.
Lalu, bagaimana dengan Kiara? Bukankah Kiara juga seorang wanita yang ikut andil memenuhi kisah hidupnya?
Untuk satu itu, Ray tidak akan mengecapinya sebagai wanita menjijikkan dalam takaran pemikirannya. Kenapa? Dalam kasus ini, dirinyalah yang bersalah. Ia dalam kondisi tidak sadar saat menyetubuhi Kiara malam itu.
Wanita biasanya akan bersedia buka paha meski dirinya tidak menyuruh. Tapi Kiara, ia memaksa wanita itu untuk melayani nafsu bejatnya. Memaksanya dengan cara yang hina dan penuh luka. Ia bahkan tidak mengindahkan tangisan putus asa Kira. Ia justru semakin brutal karena Kiara samar-samar mirip dengan wanita itu.
"Kenapa wajah menyedihkannya muncul di kepalaku? Cih."
Apa yang baru saja dikatakan oleh Ray? Rena di luar negeri menggugurkan kandungan? Kiara yakin dengan sangat pasti bahwa dirinya dapat mendengar dengan jelas ucapannya Ray. "K-Kau..." Rena mulai terbata." Ray menatap intan ke arah Rena. "Tidak perlu berbohong kepadaku, Rena. Aku tidak sebodoh itu untuk berdiam diri dan seolah-olah tidak tahu apa-apa." "..." "Aku tahu kau ke luar negeri untuk menggugurkan kandunganmu. Aku tahu jika kau membuka selangkanganmu untuk pria-pria di luar sana. Aku tahu kau adalah wanita murahan yang selalu saja tidak cukup bermain dengan satu pria." Tubuh Rena gemetaran setelah mendengar ucapan dari Ray. "I-Itu tidaklah benar Ray. Mana mungkin aku seperti itu." Ujar Rena. Sementara itu, Kiara hanya bisa mematung di sampingnya Ray. Ia bahkan kesulitan untuk mengedipkan matanya ketika mendengar ucapan dari sang suami ini. Rena pergi ke luar negeri untuk menggugurkan kandungan? Rena bermain dengan banyak pria? Apakah Ray ini tidak asal b
Time skip... "Saya tidak paham dengan apa yang terjadi. Apa maksudnya Anda meminta saya untuk kembali bertemu dengan Anda lagi? Apakah Anda sama sekali tidak puas dengan jawaban saya tempo hari? Jawaban saya akan selalu sama dan tidak akan pernah berubah! Saya tidak akan pernah mengembalikan Alvaro Rayvansha kepada Anda!" Ujar Kiara dengan sangat tegas. Ia bahkan sampai menyilangkan kedua tangannya. "Aku sudah habis kesabaran. Sepertinya memang sulit berbicara baik-baik dengan dirimu, ya? Padahal, di sini dirimu lah orang ketiga di antara aku dan juga Ray. Seharusnya kamu itu sadar diri, harusnya kau pergi setelah pemilik hati asli Ray kembali!" Kata Rena tak mau kalah. "Pemilik asli hati Ray?" Kiara menaikkan sebelah alisnya sebelum akhirnya tertawa lebar setelahnya. "Ha hahahah, jangan bercanda! Mantan kekasih Anda itu sudah mengganti pemilik hatinya. Pemilik hatinya bukan lagi Anda, tetapi saya, istri sahnya!" Rena mencengkram kain pakaiannya. "Itu jelas tidak mungkin!" "Terse
Beberapa waktu kemudian...Dapur mansion milik Ray..."Bibi Willy, tolong jangan berpikiran yang tidak-tidak, ya? Aku sendiri benar-benar kesulitan untuk mengusir diri Tuan Ray..." Ujar Kiara.Mengusir Ray?Yang benar saja!Namun, mengusir di sini bukanlah mengusir dalam artian yang buruk. Jadi ceritanya, usai sore yang panas tadi, Kiara memutuskan untuk ikut membantu memasak makan malam. Meskipun bisa dikatakan dirinya sekarang sudah menjadi nyonya rumah dari mansion mewah ini, tetapi dirinya masih sering melakukan aktivitas seperti yang biasa dirinya lakukan sebelum menikah dengan Ray.Ketika ia sedang memasak, suaminya yang seenaknya saja itu selalu saja mengikuti dirinya, terhitung sejak mandi bersama tadi. Ray bagaikan perangko yang tidak mau lepas dari amplopnya. Lalu, lihat apa yang dilakukan oleh Ray saat ini. Pria iblis ini sedang memeluk Kiara dari belakang, tak mau melepaskannya, padahal di situ Kiara sedang memasak dan ada bibi Willy juga!"Tidak masalah Kiara... Tuan Ray
Kiara menata nafas dan detak jantungnya. Ia harus segera mengutarakan pertanyaan yang mengganjal di dalam otaknya ini. "A-Apakah kehadiran saya di dalam hidup Anda hanya untuk tempat buang sperma Anda?" Tanya Kiara hati-hati "Hah?" Ray cengo. Pertanyaan macam apa ini? "A-Ampun, m-maafkan saya... Tolong jangan marah dengan pertanyaan dari saya ini..." Kiara terlihat ketakutan.Ray menghela nafas."Tak bisakah kau menatapku dengan benar? Aku rasa kita seharusnya tidak seasing ini." Ujar Ray.Kiara mencoba menatap Ray, ragu-ragu. Cukup tak menyangka juga apabila Ray akan berkata seperti itu. Bahkan, nadanya terdengar cukup serius.Lalu, tangan kekar tapi kurus itu menyebut lembut pipi hangat Kiara."..." Kiara bingung harus menanggapinya seperti apa.Ray terlalu berbeda."Kalau kau butuh jawaban dari pertanyaanmu, seharusnya kau bisa menatapku dengan benar, kan?""Tapi Anda menyeramkan..."Jawaban polos Kiara hampir saja membuat Ray terjungkal."Dengar, aku memang tidak pandai bersik
"Gilaaa! Dosa apa kau ini sebenarnya, hah? Sudah keluarga hancur, jatuh miskin, diperkosa, kini giliran mau bahagia, malah mantan pacar suami muncul dan mengganggu... Tch, seharusnya aku menikah dengan seorang pria yang sudah selesai dengan masa lalunya! Sialan, sudah lama aku tak sekesal ini!" Kiara terus saja menggerutu usai pertemuannya dengan Rena. Bahkan, ia menjadi tak semangat untuk melanjutkan PKL nya di kantor. Alhasil, ia memilih untuk izin pulang cepat. Harusnya tidak boleh, tapi ia memanfaatkan koneksinya dengan sang pemilik perusahaan untuk bisa izin pulang. Tentu saja ia memakai alasan karena tidak enak badan. Sebenarnya bukan sebuah kebohongan, ia memang pusing, meski bukan pusing karena sakit medis. "Kiara kemana? Aku tidak melihatnya di meja kerjanya?" Tanya Ray pada Ken sehabis dari pertemuan bisnis di luar kantor. "Kau tidak dikirimi pesan sama Kiara?" "?" Ray menaikan sebelah alisnya tanda tidak tahu apa-apa. "Tadi usai jam istirahat siang, dia memint
"Jika aku bilang aku ingin kau mengembalikan Ray padaku, bagaimana?" Ujar Rena "Eh?" Permintaan apa ini? Kiara sampai harus memiringkan kepalanya ketika mendengar perkataan dari wanita yang dulu menjadi kekasihnya Ray. Harus menjawab seperti apa apabila diberi pertanyaan seperti itu? Di sini, yang diminta itu adalah dirinya yang merupakan istrinya Ray! Seorang mantan kekasih meminta kembali suaminya? Wah, sekonyol apa pemikiran dari Rena ini sebenarnya? "Kau pasti syok mendengar permintaan dari diriku, kan? Aku bisa mengerti karena dia sekarang sudah menjadi suamimu. Cukup tidak wajar bagi seorang mantan kekasih seperti diriku meminta suami dari istrinya seperti ini. Namun, aku benar-benar tidak bisa menyerah akan Ray.""Cukup tidak wajar?" Kiara kembali tidak habis pikir. "Permintaan dari Anda ini benar-benar sangat tidak wajar! Anda adalah wanita teraneh yang pernah saya temui di dalam hidup saya." Kata Kiara."Kau boleh menganggap diriku seperti apapun itu. Namun, Ray lebih
Waktu berganti, diketahui jika Rena pun sudah pergi dari kantornya Ray. Kiara sendiri, ia berpura-pura tidur sebentar dan keluar dari kamar setelahnya. Ia diajak makan siang bersama oleh Ray dan ia mengiyakan begitu saja. Tentu, ia tidak membahas apapun soal pembicaraan Ray dengan Rena. Lagipula, Ray sendiri juga bungkam akan hal itu. Ray bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Pria dingin ini juga tidak berniat membicarakan Rena pada Kiara. Jadi, buat apa Kiara mempertanyakannya, kan? "Saya akan kembali bekerja. Permisi..." Ujar Kiara. "Hn. Nanti pulang bersama." Kata Ray. "Ya." Dan waktu juga berlalu begitu saja. Hingga waktu bekerja selesai, lalu pulang setelahnya, tidak ada pembicaraan berarti di antara sepasang suami istri yang baru menikah ini. Malah, lebih banyak diamnya, terutama ketika mereka berdua dalam perjalanan pulang ke rumah. Ah, mobil pun terasa begitu sunyi. Itu tandanya memang tidak ada pembahasan apapun selama perjalanan pulang itu. Entahlah, keduanya s
Sebenarnya, Ray cukup kaget karena tiba-tiba saja wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya ini menampakan diri di hadapannya, tanpa diundang oleh dirinya tentunya. Hanya saja, pria tampan ini sangat pandai untuk mengendalikan ekspresi wajahnya, sehingga meskipun dirinya kaget, tetapi ekspresi seperti itu tidak akan terlihat oleh siapapun. Termasuk Rena.Ray terlihat mengendorkan kerah kemejanya yang sedari tadi terasa begitu mencekik leher. Mata sayunya yang penuh dengan tatapan dingin itu terus saja mengawasi Rena."Aku tidak suka diberi tatapan dingin seperti itu, Ray... Aku merasa tidak nyaman karenanya." Ujar Rena tanpa basa-basi langsung mengutarakan apa yang dirinya rasakan.Tentu saja Ray langsung mengabaikannya."Aku dapat mengingat dengan jelas bahwa aku tidak pernah sekalipun mengirim undangan pada dirimu untuk datang kemari." Kata Ray yang masih setia dengan mimik wajahnya yang datar.Darimana Rena tahu jika dirinya 'bekerja' di Syailendra Group?"Ayolah, tentu saja aku
"Hmm, laporan ini bisa diterima. Aku bisa memahaminya dengan baik karena ini lumayan mudah dimengerti. Kau sudah berhasil dalam membuat laporan, Kiara. Kau lulus!" Ujar Ray usai memeriksa laporan yang Kiara bawa untuk dirinya."...""Kenapa hanya diam saja? Bukankah aku baru saja memberikan pujian yang baik untuk dirimu? Kau tidak senang mendapatkan pujian dari diriku? Bahkan sekedar ucapan terima kasih saja, itu juga tidak keluar dari mulutmu. Sungguh, ini tidak seperti dirimu yang biasanya." Sambung Ray lagi.Sang istri, Kiara pun akhirnya menghela nafasnya, dan apa yang dirinya lakukan ini membuat suaminya tidak suka."Hei, perhatikan sikapmu, Kiara!""Yang seharusnya memperhatikan sikap itu adalah Anda, Tuan Ray!" Seru Kiara."Aku sudah bersikap dengan benar, tidak perlu diperhatikan lagi.""Sudah bersikap dengan benar apanya? Apa-apaan ini, Tuan Ray? Anda tidak mau melepaskan saya dari pangkuan Anda!"Kiara sebenarnya merasa risih karena sedari tadi dirinya berada di dalam pangku