Home / Romansa / Ibu Kost yang menggoda / Bayang-bayang Masa Lalu

Share

Bayang-bayang Masa Lalu

last update Huling Na-update: 2025-08-12 19:29:26

Hujan deras yang mengguyur sejak sore tadi masih enggan reda ketika Arven dan Ravika duduk di ruang interogasi kantor polisi. Ruangan itu dingin, berbau kertas lembap bercampur kopi basi. Lampu neon di atas kepala berkelip sesekali, menambah kesan muram dan penuh tekanan.

Arven duduk tegak di kursi besi, kedua tangannya terkunci erat di atas meja. Meski ia berusaha terlihat tenang, sorot matanya tidak bisa menyembunyikan kegelisahan. Ravika, di sisi lain, duduk agak menyamping. Pundaknya kaku, jemarinya mencengkeram tali tas di pangkuannya seakan benda itu satu-satunya pegangan hidupnya malam itu.

Seorang penyidik bertubuh tegap menatap mereka dengan wajah keras. Tanpa basa-basi, ia menyodorkan sebuah foto ke arah mereka. Foto seorang pria bertopeng hitam, dengan mata yang tajam dan penuh ancaman.

“Ini yang kalian lihat malam itu?” tanyanya, nada suaranya tegas, bahkan menusuk.

Arven menunduk, menatap foto itu dengan seksama. Jantungnya berdetak lebih cepat, tapi ia mengangguk mantap.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Ibu Kost yang menggoda   Arus yang Membawa Rahasia

    Langkah mereka semakin cepat, sementara sorot lampu senter makin mendekat. Nafas Ravika tersengal, tapi genggaman Arven di tangannya membuatnya bertahan.Di depan, Jendra menunjuk ke arah aliran sungai yang bergemuruh. “Lewat sana! Kalau kita ikuti arus, mereka bakal kehilangan jejak kita!”Ravika berhenti sejenak, menatap derasnya air sungai. Gelap, deras, penuh dengan batu-batu besar itu bukan jalan yang aman. Tapi karena waktu mereka sudah habis ahirnya dengan terpaksa mereka mengambil jalur sungai yang deras itu.“Vi…” Arven menatapnya ragu, matanya bergetar. “Kita harus lompat, kan?”Ravika menggenggam wajahnya, meski tangannya sendiri gemetar. “Aku tahu ini memang terlihat gila. Tapi ini satu-satunya cara untuk kita kabur dan menjauh dari sini dulu. Kamu percaya kan sama aku?”Arven menatap dalam-dalam, lalu mengangguk mantap. “Aku Selalu percaya sama kamu vi.”---Teriakan polisi terdengar makin dekat. “Mereka segera bergegas ke arah sungai! Cepat kita tak punya banyak waktu la

  • Ibu Kost yang menggoda   Jejak yang Terendus

    Malam kian larut, tapi mata Ravika tak benar-benar bisa terpejam. Setiap kali ia menutup mata, suara tembakan, ledakan, dan bayangan wajah Bayu kembali menghantui. Ia menggenggam tangan Arven lebih erat, seakan itu satu-satunya jangkar yang membuatnya bertahan. Arven, meski kelelahan, masih terjaga. Ia menatap Ravika yang terlihat rapuh untuk pertama kalinya. “Vi,” bisiknya pelan, “kamu nggak harus kuat terus di depan aku. Aku tahu klo kamu capek.” Ravika menoleh, matanya berkaca-kaca. “Kalau aku nggak kuat, kita berdua udah habis, Ven.” Arven menggeleng, wajahnya serius. “Kalau kamu jatuh, biar aku yang jadi sandaranmu. Aku nggak mau cuma kamu yang selalu lindungi aku. Aku juga mau jagain kamu.” Kata-kata itu membuat dada Ravika terasa hangat sekaligus sakit. Ia tak bisa membayangkan kehilangan anak muda yang kini duduk di sampingnya itu. --- Suara ranting patah terdengar dari luar. Refleks, Jendra yang berjaga langsung mengangkat pistol, tubuhnya tegang. “Diam jangan sampai

  • Ibu Kost yang menggoda   Perlindungan Dalam Bayangan

    Langkah mereka semakin berat setelah melewati hutan dan sungai. Matahari mulai condong ke barat, meninggalkan cahaya oranye di sela pepohonan. Udara lembap menempel di kulit, membuat tubuh semakin lelah.“Sebentar lagi kita sampai,” ujar Jendra dengan suara serak. “Ada pondok perburuan lama di sini. Jarang dipakai orang.”Ravika hanya mengangguk, memapah Arven yang tetap menggenggam tangannya. Meski Arven terlihat lebih bugar, ia tahu kelelahan dan ketegangan sudah merobek ketahanan siapa pun.Tak lama kemudian, mereka tiba di pondok kayu kecil, dindingnya rapuh, pintu setengah patah. Tapi bagi mereka, tempat itu adalah satu-satunya pelindung malam ini.---Begitu masuk, Ravika langsung duduk di lantai, punggungnya menempel ke dinding. Nafasnya terengah, tubuhnya masih dingin karena basah. Arven buru-buru melepas jaket tipis yang ia kenakan, lalu menyelimutkannya ke tubuh Ravika.“Pakai ini. Kamu menggigil, Vi.”Ravika menatapnya, tersentuh. “Kamu juga butuh itu. Tubuhmu basah sama ka

  • Ibu Kost yang menggoda   Jejak yang Terbuka

    Langkah-langkah mereka terdengar tergesa di jalan tanah. Matahari sudah naik, menyinari dedaunan basah yang berkilau oleh embun. Ravika terus menoleh ke belakang, seolah bayangan Bayu bisa muncul kapan saja.Jendra berjalan di depan, menuntun arah. Bahunya masih terbalut kain, tapi ekspresinya tegas. “Kalau kita tetap pakai jalur biasa, kita pasti ketemu patroli. Kita harus lewat hutan.”Ravika menelan ludah. Jalur hutan berarti lebih panjang, lebih berat. Tapi itu juga satu-satunya pilihan.Arven yang berada di sampingnya menepuk tangan Ravika pelan. “Tenang aja, Vi. Aku nggak bakal ninggalin kamu kok.”Ravika menoleh, menatap matanya. Dalam kekacauan ini, hanya Arven yang jadi jangkar emosinya. Ia mengangguk tipis, lalu mempercepat langkahnya.---Mereka menyusuri jalan setapak yang makin sempit, akar-akar pohon menjulur seperti sebuah perangkap. Daun kering berderak di bawah langkah kaki mereka.Tiba-tiba Jendra mengangkat tangan, memberi isyarat tanda berhenti. Ia jongkok, kemudia

  • Ibu Kost yang menggoda   Bayangan yang Masih Hidup

    Matahari baru merayap di balik pepohonan ketika Ravika keluar dari gubuk. Udara pagi dingin menusuk kulit, embun masih melekat di dedaunan. Ia berdiri diam cukup lama, menatap jalan tanah yang sepi.Seharusnya ini jadi awal yang tenang setelah malam panjang. Tapi batinnya tahu: ketenangan semacam ini jarang bertahan lama.Di belakangnya, suara langkah ringan mendekat. Arven muncul, rambutnya masih berantakan, wajahnya tampak lelah tapi senyum hangat terukir.“Kamu udah bangun dari subuh?” tanyanya, menguap kecil.Ravika menoleh, bibirnya melengkung samar. “Aku nggak bisa tidur lagi.”Arven berdiri di sampingnya, ikut menatap ke arah jalan tanah. “Aku ngerti. Rasanya kayak… kita cuma punya waktu sebentar sebelum sesuatu buruk datang lagi.”---Ravika menghela napas, lalu menoleh ke wajah Arven. Cahaya pagi jatuh di mata pemuda itu, membuatnya terlihat begitu muda dan jujur. Ada rasa bersalah menyeruak di dada Ravika—pemuda ini seharusnya tidak terseret ke dalam hidupnya yang penuh luka

  • Ibu Kost yang menggoda   Janji di Tengah Gelap

    Fajar belum benar-benar datang ketika Ravika terbangun dari tidurnya. Gubuk reyot itu masih terlihat gelap, hanya ada cahaya samar dari celah dinding yang menandakan pagi hampir saja tiba.Ia mendapati dirinya masih duduk bersandar di dinding, sementara kepala Arven tergeletak di bahunya. Pemuda itu tertidur dengan pulas, wajahnya terlihat tenang meski ada sisa lelah di sana.Untuk sesaat, Ravika hanya memandanginya. Ada perasaan aneh menyelinap ke dadanya—campuran rasa lega, takut, sekaligus rasa hangat.“Arven…” bisiknya lirih, meski tahu pemuda itu tak akan mendengar. “Kau sudah terlalu jauh terseret dalam hidupku.”---Suara langkah membuatnya menoleh. Jendra sudah bangun, berdiri di pintu gubuk dengan bahu yang masih terbalut kain.“Dia tidur nyenyak sekali,” gumam Jendra. “Kamu harus biarkan dia tetap begitu. Anak itu sudah melalui terlalu banyak hal untuk usianya.”Ravika mengangguk pelan. “Aku tahu. Tapi justru itu yang membuatku merasa sangat bersalah kepadanya. Seharusnya di

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status