Share

Sambutan Istimewa

Penulis: Ocki yunita
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-27 17:29:02

Jinak?

Dikata hewan?

Tapi, Naya menahan diri dan berusaha tersenyum.

Bahkan malam harinya, Naya berusaha mempersiapkan dirinya. Ia tahu, pekerjaan ini bukan hanya tentang mengasuh anak. Ia harus belajar melayani seorang pria yang jelas berbeda dunia dengannya.

Ketika Raka tiba di rumah, Naya menyambutnya dengan senyum terpaksa. "Selamat malam, Pak. Mau langsung makan atau mandi dulu?"

Raka menatapnya, menilai ekspresinya yang jelas menunjukkan rasa muak. "Senyum itu perlu dilatih. Kalau kamu mau jadi istri saya untuk setahun, setidaknya belajar cara menyenangkan suami."

Naya tertawa kering. "Oh, Bapak mau makan, atau mandi dulu? Kalau perlu, saya siapkan air mendidih buat mandi sekalian."

Mbak Yuni yang mendengar percakapan itu hanya bisa menggeleng pelan. "Naya, jaga ucapanmu."

"Santai, Mbak. Saya cuma bercanda. Tapi, seriusan deh, ini tuh misi hidup dan mati saya," balas Naya dengan nada sok santai.

Raka melewati mereka tanpa komentar lebih lanjut, tetapi ada senyum kecil di wajahnya.

Bagi Raka, hidup bersama Naya terasa seperti menghadapi badai chaotic tetapi menyegarkan.

***

"Wah, ini benar-benar enak sekali..."

"Sebelah kanan itu, Naya..."

"Teruskan, di situ..."

"Ah, itu benar-benar enak, lebih cepat sedikit... argh..."

Naya membelai perlahan rambut Raka. la mencoba menahan ekspresi jijik, seakan muak dengan tingkah majikannya. "Pak, lebay banget, cuma pijat kepala aja!"

Saat itu, Raka sedang terbaring dengan kepala di pangkuan Naya, sementara perempuan itu memijat kepalanya dari atas. Raka sering mengeluh pusing, dan meminta agar bagian kepala dipijat terlebih dahulu.

"Tangan kamu enak sekali, Naya. Kenapa enggak jadi tukang pijat aja untuk bayar hutang?"

ASDFGHJKL!

"Enggak ada targetnya, cuma buat makan sehari," jawab Naya.

"Ya sudah, kamu jadi tukang pijat saya setiap hari, nanti saya kasih uang tambahan!"

"Serius, Pak?"

"Hmm..." Raka masih memejamkan mata, menikmati sentuhan lembut tangan Naya. "Saya mau tukar posisi!"

Raka bangkit dari posisinya, menyuruh Naya untuk bangun juga. la merebahkan tubuhnya terlentang di ranjang, sementara Naya disuruh duduk di tepi ranjang.

"Ayo, pijat kepala saya lagi!" katanya, dengan mata terpejam, tampak siap.

Naya mematung, wajahnya lugu menatap Raka. Pria itu tampaknya menikmati momen sebagai pelanggan pribadi.

"Ayo, tunggu apa lagi, Naya?" tegur Raka.

Naya menatap ke bawah, membayangkan bahwa jika ia memijat Raka dalam posisi seperti itu, dadanya akan berhadapan langsung dengan wajah majikannya. Apakah itu tidak merugikan dirinya? Apalagi, ia merasa bahwa seragam pekerja yang mereka kenakan di rumah ini seperti seragam sekolah Jepang.

"Kenapa?" tanya Raka lagi.

Naya dengan cepat mengikat kain segitiga di lehernya, menutupi belahan dadanya.

"Sekarang aman," gumamnya dalam hati. "Enak aja dia lihat gratis!"

Di sisi lain, Raka tersenyum tertahan melihat aksinya. "Saya nggak ada nafsu sama kamu, kenapa repot-repot dirutupi segala?"

Lah?

"Yakin nih?" tanya Naya dengan menggoda.

"Kalau saya ada nafsu sama kamu, mungkin kamu sudah jadi pelayan malam pribadi saya!" jawab Raka sambil terkekeh, "buktinya gak, kan?"

"Kenapa?" tanya Naya, sinis.

"Karena kamu masih kecil!" jawab Raka.

"Maksudnya dada saya?" Naya merengut, meskipun dia berpikir bahwa itu justru menguntungkannya. Sebab, bertemu dengan Raka adalah solusi untuk hutangnya yang hampir lunas, meski ia harus tahan sabar bekerja karena Raka sangat menyebalkan.

"Ya sudah, cepat lanjutkan!" perintah Raka.

Naya melanjutkan pijatannya, sementara Raka terus terpejam menikmati. Mungkin, ke depannya tangan gadis ini akan menjadi favoritnya.

"Pak, tadi calon istri Bapak ke sini. Dia gendong Chelly, tapi Chelly-nya nggak mau!" kata Mbak Yuni.

"Calon istri? Siapa?" tanya Raka.

"Namanya Maria, cakep banget!"

"Dia ke sini?"

"Iya. Apa benar dia calon istri Bapak?"

Raka tampak bingung, "Bukan!"

"Tapi dia bilang gitu," jawab Naya. "Dia juga bilang kalau nanti bakal jadi istri Bapak!"

Raka terkejut, lalu ingin menjawab lagi, tetapi tiba-tiba matanya terbuka dan dia melihat sesuatu yang membuatnya terhenyak. Jakunnya bergerak naik turun. Di depannya, ada benda yang sangat menarik perhatiannya.

Bohong kalau ia bilang tidak tergoda. Bentuk tubuh Naya yang mulai dewasa ini sangat menarik, meskipun tubuhnya lebih kecil dibandingkan dengan Maria.

"Masih kecil, tapi sudah besar!" gumam Raka.

Di sisi lain, Naya tidak sadar kalau kain penutup di lehernya terlepas karena terlalu sibuk memijat kepala Raka!

Hal ini membuat kepala Raka mendadak pusing dengan pemandangan di depannya itu!

"Naya sepertinya sudah cukup, saya sudah ngantuk. Kamu bisa keluar sekarang!" perintah Raka.

"Oh, oke!" jawab Naya sambil tersenyum kecil, lalu keluar kamar.

Dia bahkan tak menyadari bahwa telah membuat sesuatu di pangkal paha Raka mengeras. 

"Ck!" decak Raka kesal.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Doa dan Harapan

    Naya tersenyum sambil mengamati bayi kecil yang tertidur dalam pelukan Maria. "Aku senang bisa jadi bagian dari perjalanan ini, Kak. Tapi sekarang, aku rasa sudah waktunya aku pulang ke rumah. Aku juga kangen anak-anakku." Maria tersenyum lembut. "Iya, Nay. Terima kasih sudah banyak membantu kami. Anak-anakmu pasti sudah menunggu." Tak lama kemudian, suara klakson terdengar dari luar rumah. Raka, suami Naya, datang menjemputnya. Naya berpamitan dan memberikan kecupan sayang pada bayi Maria sebelum akhirnya beranjak pergi bersama suaminya. Setelah Naya pulang, Tommy menatap Maria yang tengah menimang bayinya. "Kita harus segera mencari nama yang bagus untuk anak kita. Aku ingin sesuatu yang punya makna mendalam." Maria mengangguk setuju. "Aku juga berpikir begitu. Bagaimana kalau Adrian? Nama itu berarti kuat dan pemberani." Tommy tersenyum. "Aku suka. Adrian, anak kita yang kuat

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Kembali Ke rumah

    Hari itu, matahari bersinar lembut, menandai awal babak baru dalam kehidupan Maria dan Tommy. Setelah beberapa hari di klinik, bidan Desi akhirnya mengizinkan Maria pulang bersama bayinya. Kebahagiaan terpancar dari wajah mereka saat mengemasi barang-barang yang telah menemani hari-hari pertama mereka sebagai orang tua.Tommy dengan penuh perhatian menuntun Maria keluar dari ruangan, sementara Naya sibuk menggendong si kecil dengan penuh kasih sayang. "Aduh, Kak, aku nggak rela lepasin ponakanku ini. Gemes banget!" katanya dengan nada bercanda.Maria tertawa lemah. "Hush, nanti dia jadi manja kalau kamu terus gendongin."Tommy tersenyum melihat interaksi mereka. "Yuk, kita pulang. Si kecil pasti lebih nyaman di rumah."Setibanya di rumah, suasana begitu hangat. Ruang tamu telah didekorasi sederhana dengan balon-balon berwarna pastel dan tulisan 'Selamat Datang, Baby!' yang dibuat oleh Naya dan beberapa anggota keluarga lainnya. Maria terharu melih

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Junior Baru

    Hadiah Terindah Mobil melaju kencang menembus keheningan malam. Tommy menggenggam erat tangan Maria, mencoba memberikan ketenangan di tengah kepanikan yang melanda. Napas Maria semakin memburu, setiap kontraksi yang datang membuatnya semakin sulit menahan rasa sakit. Setibanya di klinik, bidan Desi dan timnya sudah bersiap. Maria segera dibawa ke ruang bersalin, sementara Tommy tetap berada di sisinya, tidak melepaskan genggaman tangannya sedetik pun. "Kamu pasti bisa, Sayang. Aku di sini," bisik Tommy dengan suara bergetar. Maria mengangguk lemah, matanya berkaca-kaca. Ini adalah momen yang ia nantikan sekaligus takuti. Dengan seluruh kekuatan yang tersisa, ia berjuang melahirkan buah cinta mereka. Waktu seakan berjalan begitu lambat. Hingga akhirnya, tangisan nyaring seorang bayi pecah di ruangan itu. Tommy menahan napas, matanya langsung tertuju pada sosok kecil yang kini bera

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Mendekati Persalinan

    Beberapa bulan telah berlalu. Hari-hari terus berjalan, mendekatkan Maria pada masa persalinannya. Tommy pun untuk sementara menghentikan pekerjaannya di kebun demi merawat sang istri. Dengan penuh kasih sayang, ia memastikan Maria tidak perlu bersusah payah melakukan apa pun. Bahkan, ia melarangnya bergerak terlalu banyak agar tetap beristirahat. Beruntung, Naya adik perempuan Tommy turun tangan mengurus pekerjaan rumah, memastikan segala sesuatunya tetap berjalan dengan baik. Maria merasa tubuhnya gerah, sesuatu yang biasa dialami oleh wanita yang tengah hamil tua. Ingin menyegarkan diri, ia pun memutuskan untuk mandi. Namun, saat hendak masuk ke kamar mandi, Tommy segera menahannya. "Maria, jangan mandi sendiri. Aku khawatir kamu terpeleset," ujar Tommy dengan nada cemas. Maria tersenyum kecil. "Aku baik-baik saja, Tom. Aku hanya ingin segar kembali."

  • Ibu Muda Anak Mas Duda    Pengalaman Pertama di Sawah

    Setelah beberapa hari Tomi pulang dari rumah sakit, Naya dan Raka memutuskan untuk membantu mengurus sawah yang disewa Tomi. Karena Tomi masih dalam masa pemulihan, mereka ingin memastikan bahwa pekerjaan di sawah tetap berjalan lancar. Di rumah, Naya sedang menyiapkan sarapan di dapur, sementara Raka duduk di meja makan sambil membaca berita di ponselnya. Naya menoleh ke arah suaminya. "Mas, gimana kalau kita bantu Mas Tomi urus sawahnya dulu? Dia kan masih belum sepenuhnya pulih." Raka meletakkan ponselnya dan menatap Naya dengan ragu. "Bantu di sawah? Aku nggak pernah turun ke sawah sebelumnya, Nay. Takutnya malah nggak bisa ngapa-ngapain." Naya terkekeh. "Nggak ada salahnya coba, kan? Lagi pula, Mas Tomi juga kerja sendiri di sana. Kalau kita bantu sedikit aja, pasti bakal meringankan bebannya." Raka menghela napas dan tersenyum kecil. "Ya udah, aku ikut. Tapi jangan harap aku bakal jago langsung, ya."

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Pulang ke Rumah, Kembali ke Hangatnya Keluarga

    Setelah lima hari menjalani perawatan di rumah sakit, akhirnya Tomi diperbolehkan pulang oleh dokter. Kabar ini membuat Maria, istrinya, merasa lega dan bahagia. Sebagai langkah selanjutnya, ia segera menghubungi adik iparnya, Naya, untuk datang ke rumah sakit dan membantu mereka pulang ke rumah. Dokter tersenyum dan berkata, "Bu Maria, setelah lima hari menjalani perawatan, kondisi Pak Tomi sudah cukup stabil. Kami sudah memeriksa hasil lab dan tidak ada yang mengkhawatirkan. Jadi, hari ini beliau sudah boleh pulang." Maria menghela napas lega, lalu berkata, "Benar, Dok? Syukurlah… Saya sangat lega mendengarnya. Apa ada pantangan khusus untuk Tomi di rumah?" Dokter mengangguk dan menjelaskan, "Ya, pastikan beliau banyak beristirahat dan jangan terlalu lelah. Makan makanan bergizi dan jangan lupa kontrol sesuai jadwal. Jika ada keluhan seperti pusing atau nyeri yang tidak biasa, segera kembali ke rumah sakit."

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status