共有

Tingkah Lucu

作者: Ocki yunita
last update 最終更新日: 2024-11-27 15:51:18

Malam harinya, Naya sudah berhasil menidurkan Chelly dengan tenang. Namun, Yuni, ketua pelayan di rumah itu, bertanya-tanya soal Raka yang belum pulang.

"Pak Raka belum pulang juga ya?" tanya Naya.

"Mungkin dia mabuk, ya?" tanya Yuni sambil tertawa.

"Nggak tahu, Mbak," jawab Naya, "Tapi Bapak agak aneh malam ini."

Beberapa saat kemudian, Raka pulang dengan bau alkohol yang menyengat. Naya segera mendekat untuk membantunya, tapi Raka malah muntah di tubuh Naya.

"TOLONG MBAK YUNI, BANTU AKU!" teriak Naya.

Para pelayan segera datang membantu, namun Raka tetap tidak sadarkan diri.

Setelah dibawa ke kamar, Naya membantu merawat Raka yang masih mabuk, menggantikan pakaiannya dengan hati-hati.

Dalam kegelisahannya, Raka tiba-tiba memanggil nama lain, "Maria… Maria…"

Naya terkejut. "Siapa itu?" pikirnya, bingung dengan apa yang baru saja didengarnya.

***

Pagi harinya, Raka terbangun dengan sakit kepala parah akibat mabuk semalam. Ia meminta bantuan kepada Yuni, yang mengatakan bahwa Naya yang membantunya semalam.

"Kenapa Naya tidak pulang?" tanya Raka, dengan bingung.

"Dia tidak pulang, Pak. Dia menginap di sini," jawab Yani.

Raka memanggil Naya, yang datang dengan wajah canggung. "Ada apa, Pak?" tanya Naya.

"Benar kamu yang bantu saya ganti baju semalam?" tanya Raka, masih dengan rasa kaget.

"Iya, Pak. Saya gak mungkin biarin Bapak pakai baju bekas minuman alkohol yang menyengat. Tenang aja, saya nggak lihat apa-apa kok!" jawab Naya dengan gugup.

Raka memandang Naya dengan tatapan yang sulit dimengerti. "Kamu tahu, kan? Pembantu perempuan yang lain bisa bantu, kenapa kamu?"

"Karena mereka nggak ada yang bisa bantu, Pak. Maafkan saya," jawab Naya, dengan sedikit kesal.

"Hutang ayahmu sudah saya lunasi setengahnya!"

"Setengah saja, Pak?" tanya Naya Savira, melipat tangan dengan wajah tak percaya.

Raka Wijaya menghela napas, menatap gadis di hadapannya. Seumur hidup, belum pernah ada yang berani berbicara padanya dengan nada seperti ini, apalagi seorang pengasuh. Namun, hal itu justru membuat Raka merasa tertarik tentang kehidupan, Naya.

"Kerja dulu satu tahun penuh, baru lunas. Bahkan setengah pelunasan itu sebanding dengan kerja kerasmu di sini," ujar Raka dengan santai.

Naya mengerucutkan bibir, berusaha menahan kekesalannya. "Pak, pelit banget, deh! Masa saya harus kerja sampai tulang rontok cuma buat lunasin setengah hutang itu?"

Raka terkekeh, lalu bersandar di kursinya. "Demi kesejahteraan saya, tentu saja."

Naya mendengus kesal dan membuang muka. Ia mengingat alasan mengapa ia menerima pekerjaan ini untuk membayar hutang keluarganya yang menumpuk. Tetapi, semakin ia mengenal majikannya, semakin ia merasa terjebak.

"Mendingan jadi kupu-kupu malam deh," gumamnya asal, "Ngangkang dua kali mungkin hutang langsung lunas."

Raka mendengarnya, tetapi alih-alih marah, ia malah tersenyum geli. "Mulai sekarang, ada aturan baru."

Naya memandangnya dengan curiga. "Aturan apa lagi, Pak?"

"Kamu tidak hanya menjadi pengasuh anak saya, tetapi juga harus 'mengasuh' saya dengan penuh keikhlasan."

...

Hah?

"Demi Tuhan, Pak! Maksudnya apa?" sergah Naya dengan nada tinggi. "Saya harus mandiin Bapak? Puk-puk kalau tidur? Atau astaga nyusuin juga?"

"Kompor meleduk saja tidak sebocor mulutmu, Naya," balas Raka dengan nada tegas.

Naya langsung menutup mulutnya sendiri, matanya membelalak lebar.

"Yang saya maksud, kamu akan membantu menyiapkan semua kebutuhan saya. Mulai dari makanan, pakaian, sampai mengantar makan siang ke kantor. Selama satu tahun," jelas Raka.

"Berarti kerja dobel dong! Anak Bapak dan Bapaknya juga!" protes Naya.

Raka tersenyum kecil. "Betul. Itu bagian dari pelunasan."

Naya berpikir keras, lalu berkata dengan nada penuh perhitungan, "Jadi kontrak kerja saya hanya satu tahun, ya? Deal?"

Raka terdiam sejenak. Di benaknya, satu tahun terasa singkat, tetapi ia yakin itu cukup waktu. "Baiklah. Sepakat."

Hanya saja, Naya dibuat bingung tak lama setelahnya.

Rumah Raka Wijaya mendadak riuh dengan kedatangan seorang tamu istimewa!

Para pelayan bergegas menyambut dengan penuh hormat.

"Selamat datang, Nona Maria!" seru Mbak Yuni, kepala pelayan, sambil membungkukkan badan.

Maria, wanita cantik bergaun elegan, melangkah masuk dengan anggun. Pandangannya langsung menyapu seisi rumah, hingga matanya tertuju pada seorang gadis yang sedang menggendong bayi mungil.

"Siapa dia?" tanya Maria dengan nada ramah, tetapi tajam.

"Dia Naya, pengasuh Chelly," jawab Mbak Yuni cepat.

"Ah, senang berkenalan denganmu," sapa Maria sambil tersenyum. "Aku mantannya Raka, sekaligus mungkin calon istrinya lagi."

Naya tersentak mendengar pengakuan itu. "O-oh, salam kenal, Nona," jawabnya dengan gugup.

Maria mengamati Naya dari atas ke bawah, lalu menatap bayi Chelly yang nyaman dalam pelukan Naya.

"Hebat sekali. Raka tidak pernah memberi perhatian sebesar ini pada siapa pun. Bahkan Chelly tampaknya lebih menyukai kamu daripada orang lain."

"Ah, itu hanya kebetulan, Nona," ujar Naya, berusaha merendah.

Maria tersenyum kecil, tetapi matanya menyimpan sesuatu. "Aku cemburu, tahu? Tapi, aku yakin kamu takkan lama di sini. Raka itu pria yang sulit dijinakkan."

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Doa dan Harapan

    Naya tersenyum sambil mengamati bayi kecil yang tertidur dalam pelukan Maria. "Aku senang bisa jadi bagian dari perjalanan ini, Kak. Tapi sekarang, aku rasa sudah waktunya aku pulang ke rumah. Aku juga kangen anak-anakku." Maria tersenyum lembut. "Iya, Nay. Terima kasih sudah banyak membantu kami. Anak-anakmu pasti sudah menunggu." Tak lama kemudian, suara klakson terdengar dari luar rumah. Raka, suami Naya, datang menjemputnya. Naya berpamitan dan memberikan kecupan sayang pada bayi Maria sebelum akhirnya beranjak pergi bersama suaminya. Setelah Naya pulang, Tommy menatap Maria yang tengah menimang bayinya. "Kita harus segera mencari nama yang bagus untuk anak kita. Aku ingin sesuatu yang punya makna mendalam." Maria mengangguk setuju. "Aku juga berpikir begitu. Bagaimana kalau Adrian? Nama itu berarti kuat dan pemberani." Tommy tersenyum. "Aku suka. Adrian, anak kita yang kuat

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Kembali Ke rumah

    Hari itu, matahari bersinar lembut, menandai awal babak baru dalam kehidupan Maria dan Tommy. Setelah beberapa hari di klinik, bidan Desi akhirnya mengizinkan Maria pulang bersama bayinya. Kebahagiaan terpancar dari wajah mereka saat mengemasi barang-barang yang telah menemani hari-hari pertama mereka sebagai orang tua.Tommy dengan penuh perhatian menuntun Maria keluar dari ruangan, sementara Naya sibuk menggendong si kecil dengan penuh kasih sayang. "Aduh, Kak, aku nggak rela lepasin ponakanku ini. Gemes banget!" katanya dengan nada bercanda.Maria tertawa lemah. "Hush, nanti dia jadi manja kalau kamu terus gendongin."Tommy tersenyum melihat interaksi mereka. "Yuk, kita pulang. Si kecil pasti lebih nyaman di rumah."Setibanya di rumah, suasana begitu hangat. Ruang tamu telah didekorasi sederhana dengan balon-balon berwarna pastel dan tulisan 'Selamat Datang, Baby!' yang dibuat oleh Naya dan beberapa anggota keluarga lainnya. Maria terharu melih

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Junior Baru

    Hadiah Terindah Mobil melaju kencang menembus keheningan malam. Tommy menggenggam erat tangan Maria, mencoba memberikan ketenangan di tengah kepanikan yang melanda. Napas Maria semakin memburu, setiap kontraksi yang datang membuatnya semakin sulit menahan rasa sakit. Setibanya di klinik, bidan Desi dan timnya sudah bersiap. Maria segera dibawa ke ruang bersalin, sementara Tommy tetap berada di sisinya, tidak melepaskan genggaman tangannya sedetik pun. "Kamu pasti bisa, Sayang. Aku di sini," bisik Tommy dengan suara bergetar. Maria mengangguk lemah, matanya berkaca-kaca. Ini adalah momen yang ia nantikan sekaligus takuti. Dengan seluruh kekuatan yang tersisa, ia berjuang melahirkan buah cinta mereka. Waktu seakan berjalan begitu lambat. Hingga akhirnya, tangisan nyaring seorang bayi pecah di ruangan itu. Tommy menahan napas, matanya langsung tertuju pada sosok kecil yang kini bera

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Mendekati Persalinan

    Beberapa bulan telah berlalu. Hari-hari terus berjalan, mendekatkan Maria pada masa persalinannya. Tommy pun untuk sementara menghentikan pekerjaannya di kebun demi merawat sang istri. Dengan penuh kasih sayang, ia memastikan Maria tidak perlu bersusah payah melakukan apa pun. Bahkan, ia melarangnya bergerak terlalu banyak agar tetap beristirahat. Beruntung, Naya adik perempuan Tommy turun tangan mengurus pekerjaan rumah, memastikan segala sesuatunya tetap berjalan dengan baik. Maria merasa tubuhnya gerah, sesuatu yang biasa dialami oleh wanita yang tengah hamil tua. Ingin menyegarkan diri, ia pun memutuskan untuk mandi. Namun, saat hendak masuk ke kamar mandi, Tommy segera menahannya. "Maria, jangan mandi sendiri. Aku khawatir kamu terpeleset," ujar Tommy dengan nada cemas. Maria tersenyum kecil. "Aku baik-baik saja, Tom. Aku hanya ingin segar kembali."

  • Ibu Muda Anak Mas Duda    Pengalaman Pertama di Sawah

    Setelah beberapa hari Tomi pulang dari rumah sakit, Naya dan Raka memutuskan untuk membantu mengurus sawah yang disewa Tomi. Karena Tomi masih dalam masa pemulihan, mereka ingin memastikan bahwa pekerjaan di sawah tetap berjalan lancar. Di rumah, Naya sedang menyiapkan sarapan di dapur, sementara Raka duduk di meja makan sambil membaca berita di ponselnya. Naya menoleh ke arah suaminya. "Mas, gimana kalau kita bantu Mas Tomi urus sawahnya dulu? Dia kan masih belum sepenuhnya pulih." Raka meletakkan ponselnya dan menatap Naya dengan ragu. "Bantu di sawah? Aku nggak pernah turun ke sawah sebelumnya, Nay. Takutnya malah nggak bisa ngapa-ngapain." Naya terkekeh. "Nggak ada salahnya coba, kan? Lagi pula, Mas Tomi juga kerja sendiri di sana. Kalau kita bantu sedikit aja, pasti bakal meringankan bebannya." Raka menghela napas dan tersenyum kecil. "Ya udah, aku ikut. Tapi jangan harap aku bakal jago langsung, ya."

  • Ibu Muda Anak Mas Duda   Pulang ke Rumah, Kembali ke Hangatnya Keluarga

    Setelah lima hari menjalani perawatan di rumah sakit, akhirnya Tomi diperbolehkan pulang oleh dokter. Kabar ini membuat Maria, istrinya, merasa lega dan bahagia. Sebagai langkah selanjutnya, ia segera menghubungi adik iparnya, Naya, untuk datang ke rumah sakit dan membantu mereka pulang ke rumah. Dokter tersenyum dan berkata, "Bu Maria, setelah lima hari menjalani perawatan, kondisi Pak Tomi sudah cukup stabil. Kami sudah memeriksa hasil lab dan tidak ada yang mengkhawatirkan. Jadi, hari ini beliau sudah boleh pulang." Maria menghela napas lega, lalu berkata, "Benar, Dok? Syukurlah… Saya sangat lega mendengarnya. Apa ada pantangan khusus untuk Tomi di rumah?" Dokter mengangguk dan menjelaskan, "Ya, pastikan beliau banyak beristirahat dan jangan terlalu lelah. Makan makanan bergizi dan jangan lupa kontrol sesuai jadwal. Jika ada keluhan seperti pusing atau nyeri yang tidak biasa, segera kembali ke rumah sakit."

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status