"Kok Ibu nampar aku?"Sasha memegangi pipinya yang masih terasa panas karena tamparan keras sang ibunda. Matanya membulat, tak percaya ibunya bisa setega itu. Hatinya tercekat, tak menyangka ada kemarahan sedalam itu dari wanita yang melahirkannya.Di hadapannya, sang ibu berdiri dengan wajah yang diliputi kekecewaan mendalam. Tatapan matanya tajam, menyala oleh amarah yang ditahan."Bisa-bisanya kamu tidur dengan pria lain," ucap sang ibu, suaranya bergetar karena emosi."Aku bisa jelaskan, Bu. Semua aku lakukan demi merebut kembali Arjuna dari tangan Melody," jawab Sasha. Suaranya pelan namun tegas, wajahnya menyiratkan dendam yang mengendap lama.Sasha berdiri. Ia membalikkan badan, membelakangi ibunya. Bahunya tegang, matanya menatap lurus ke depan, dipenuhi kebencian yang membara."Aku tidur dengan mantan suami Melody, karena cuma dia yang bisa membantuku. Dan sekarang, aku berhasil berada di rumah ini... semua berkat bantuannya," katanya sembari menatap ke luar jendela. Nada sua
"Kamu meragukan calon bayi itu bukan anakmu?"Tatapan tajam ibunda Sasha menghujam langsung ke arah Arjuna. Wajahnya memerah, bukan karena marah biasa, tapi karena merasa terhina. Ucapan Arjuna soal tes DNA, seakan meragukan kehormatan putrinya. Ucapan itu telah menusuk harga dirinya.Di sisi lain, Melody terlihat gelisah. Meski dalam hati ia menyetujui langkah Arjuna, bibirnya tetap terkunci. Ia memilih diam, menahan kata-kata yang menggantung di tenggorokan."Bagaimana, Dok? Apa bisa?" tanya Arjuna, mengabaikan perasaan ibunda Sasha.Dokter menghentikan gerakan alat USG. Ia menarik napas berat, matanya menatap layar, namun pikirannya jelas tengah bergulat."Bisa saja, tapi..." suaranya menggantung, ragu."Tapi apa, Dok?" tanya Arjuna, nadanya tak sabar.Dokter menoleh. Kali ini, wajahnya benar-benar serius."Ada risiko yang harus ditanggung. Melakukan tes DNA pada janin dalam kandungan bisa mengakibatkan keguguran. Meskipun risikonya kecil, hanya sepuluh persen, itu tetap risiko keh
"Kamu tidak bisa berbuat seenaknya pada putriku, apalagi dia sedang mengandung benihmu."Ucapan ibunda Sasha tak menggoyahkan hati Arjuna sedikit pun. Wajahnya tetap dingin, matanya tajam. Sementara itu, Melody terdiam. Ia bingung harus bersikap seperti apa. Dalam hatinya berkecamuk, apakah kehadirannya justru menjadi kesalahan besar? Apakah dirinya penyebab perceraian Arjuna dan Sasha?"Kalau begitu kita ke rumah sakit. Kita cek, apakah Sasha benar-benar hamil," ujar Arjuna, tegas dan mantap.Sasha tersentak. Tapi ekspresinya tenang, tanpa keraguan sedikit pun di wajahnya."Baiklah, jika itu maumu. Tapi kalau terbukti aku hamil, kamu harus izinkan aku dan Ibu tinggal di rumah ini," balas Sasha.Melody spontan menggenggam lengan Arjuna lebih erat. Entah mengapa, rasa cemas menyergapnya. Ia takut. Ia khawatir. Kehadiran ibu Sasha di rumah itu hanya akan membawa masalah. Tatapan perempuan itu jelas menunjukkan kebencian yang dalam.Arjuna mengusap punggung Melody perlahan. Ia tahu. Ia b
"Sasha, kenapa semalam kamu tidur di kamar Alea?"Pertanyaan itu membuat Sasha sedikit tersentak. Tatapannya langsung mengarah pada Alea dan Melody. Alea, yang ketakutan, segera menyembunyikan diri dalam pelukan Melody, enggan menatap mata tajam penuh kebencian itu."Rupanya anak kecil itu mengadu?" ucap Sasha sambil terus mengunyah makanannya dengan santai, seolah tak terjadi apa-apa."Kalau kamu banyak tingkah di rumah ini, lebih baik kamu angkat kaki lagi," ancam Arjuna dingin.Sasha berdiri, ekspresinya naik satu tingkat menjadi marah."Kamu nggak bisa perlakukan aku kaya gitu! Aku juga sedang mengandung anakmu! Kamar tamu itu pengap, sempit—nggak layak!" protesnya lantang."Kamu pasti masih hafal di mana letak pintu keluar rumah ini," balas Arjuna ketus, tajam, tak menunjukkan sedikit pun rasa iba.Sasha menghentakkan kakinya, lalu menjatuhkan diri kembali ke kursi dengan wajah cemberut."Baiklah! Aku nggak akan tidur di kamar Alea lagi. Puas?!" katanya sambil melontarkan tatapan
Sasha kini telah kembali tinggal di rumah Arjuna, setelah melalui berbagai pertimbangan yang membuatnya mengambil keputusan berat itu. Sasha menaiki anak tangga menuju lantai atas, hendak kembali ke kamar lamanya kamar yang dulu pernah ia tempati sebelum semuanya berubah.Namun langkah kakinya terhenti. Arjuna berdiri di atas tangga, menatapnya dengan dingin dan sikap tegas yang sulit ditawar.“Mau ke mana? Kamarmu di bawah, di sebelah sana,” ucap Arjuna datar, sambil menganggukkan kepala ke arah kamar tamu.Sasha menatapnya tak percaya. “Tapi aku mau kamarku yang dulu. Itu kan kamar tamu, aku kurang nyaman,” sahutnya dengan nada tak suka.Arjuna menghela napas panjang, tapi nadanya berubah ketus. “Terserah. Tinggal keluar dari sini kalau kamu nggak mau.”Sasha mendengus pelan. Ia memutar bola matanya dengan malas, tatapannya kemudian beralih ke Melody yang berdiri tak jauh dari situ. Pandangan Sasha tajam, penuh sindiran. Sementara Melody hanya diam, tak membalas. Suasana rumah men
Seminggu kemudian...Melody dan Arjuna tampak sedang mencatat segala keperluan calon bayi mereka. Meski usia kandungan masih sangat dini, namun antusias Arjuna tak bisa dihentikan. Ia ingin segala sesuatunya sudah dipersiapkan dengan matang, tak ingin ada yang terlewat."Mas... kira-kira calon anak kita laki-laki apa perempuan ya?" tanya Melody lembut sembari mengusap perutnya yang masih rata."Laki-laki maupun perempuan, yang terpenting sehat dan selamat," jawab Arjuna sambil tersenyum hangat. Sorot matanya menyiratkan cinta dan harapan.Namun, di tengah-tengah perbincangan hangat itu, terdengar suara langkah kaki mendekat dari arah pintu gerbang. Suara itu terdengar mantap, tidak ragu, seolah membawa kabar besar.Melody yang duduk di depan teras bersama Arjuna sontak menoleh. Matanya membesar saat melihat sosok wanita yang begitu familiar dan tidak diharapkan."Hai... apa kabar? Kalian pasti terkejut dengan kedatanganku kemari," ujar wanita itu sambil tersenyum. Dress cokelat yang i