Share

2. Abu-abu

Author: Aksara Ocean
last update Last Updated: 2025-03-14 11:10:27

Bab 2

Matahari telah muncul di ufuk timur, membuat Aruna dilanda gelisah. Semalaman tadi ia tak bisa tenang. Aruna sadar diri, jika lelaki kaya seperti Bastian yang kerap bersinggungan dengan perempuan cantik dan berpenampilan menarik, jelas tak akan sudi menyentuh perempuan kampung sekaligus pekerja paruh waktu di banyak tempat seperti Aruna.

"Kami berbeda," gumamnya mengulang kalimat serupa. "Aku gak boleh menyesal sama pernikahan ini. Apa pun yang dilakukan sama Mas Bastian, harus aku terima. Toh, aku yang mau nikah sama dia."

Aruna mengangguk. Lantas ia beranjak dari tempat tidur dan membuka lemari. Aruna hendak mengambil pakaian, kemudian mandi pagi. Ketika ia keluar kamar, matanya tertuju pada Bastian dan Heru yang tengah bicara di kursi tua ruang tengah.

"Sejak kapan Mas Bastian pulang?" tanya Aruna dalam hati.

Segera ia meleburkan wajah bingungnya dan melanjutkan langkah ke kamar mandi. Akan Aruna coba untuk bersikap biasa saja. Seolah ia dan Bastian berada di kamar pengantin kemarin malam.

"Eh, pengantin baru udah bangun! Gimana sama suami kamu?" tanya Yanti, adik Heru. Perempuan itu menghadang Aruna di dapur.

Hanya bisa melukiskan senyum, itulah yang dilakukan Aruna. Langkah kakinya yang tergesa ke dalam kamar mandi mengundang cekikikan para perempuan yang tengah sibuk membereskan dapur.

"Apalah mereka itu!" gerutu Aruna sambil menggelengkan kepala.

Beberapa saat kemudian, tubuhnya terasa segar disiram air dingin. Aruna kembali ke kamar. Di sana ia berhias diri dengan semestinya, lantas bergabung dengan suami dan ayahnya di ruang tengah.

"Run, Nak Bastian punya niat mau merenovasi rumah ini," ujar Heru penuh senyum, kedua matanya berbinar terharu.

Terkejut? Sudah pasti! Namun, Aruna memilih diam. Kepalanya menoleh ke samping kiri. Bastian hanya mengukir senyum, lantas berkata, "saya rasa rumah ini memang harus diperbaiki, Yah. Bukan apa-apa, sekarang Ayah sedang menjalani pengobatan, pastinya Ayah butuh tempat yang nyaman saat pulang dari rumah sakit."

Barulah Aruna menelan ludah usai terperangah. Rasanya tak percaya Bastian bisa berkata sepanjang itu. Biasanya, lelaki itu sangat irit bicara. Mulutnya kerap terkatup.

"Mas serius?" tanya Aruna ingin memastikan.

"Serius, Run. Nanti saya panggilkan kontraktor yang kebetulan kerja di kota ini," jawab Bastian lugas. "Pertama-tama, rumahnya pasti akan dihancurkan dulu, jadi Ayah harus mencari kontrakan di dekat sini. Biar nanti saya yang urus semuanya," tambahnya sangat meyakinkan.

Kepala Aruna menggeleng pelan, bukan untuk menolak semua kebaikan dari suaminya. Melainkan ia masih tak percaya.

"Mas, kenapa kamu baik sama Ayah?" Akhirnya pertanyaan itu terlontarkan

"Pertama, karena Ayah Heru ini adalah mertua saya. Kedua, Fathan sayang sekali sama Ayah Heru. Apa kamu lupa, selama ada di sini, Ayah Heru memperlakukan Fathan dengan baik?"

Soal itu ... jelas Aruna tak akan pernah lupa. Ia kembali menggelengkan kepala. Sejak Fathan datang dua hari lalu bersama rombongan yang dibawa Bastian, Heru memang memperlakukannya dengan baik dan penuh kasih sayang. Bastian bisa melihat putra semata wayangnya begitu nyaman bicara dengan Heru dan menceritakan banyak hal, padahal mereka baru berkenalan.

Sayangnya, Fathan harus kembali ke Jakarta kemarin sore bersama Lusiana dan keluarga yang lain.

"Sekarang kamu siap-siap," titah Bastian.

"Siap-siap ke mana, Mas?"

"Kita akan ke Jakarta hari ini. Saya punya banyak kerjaan di sana, dan gak mungkin kita berdua berjauhan. Saya sudah izin sama Ayah."

Pandangan Aruna beralih pada Heru, dan lelaki paruh baya itu menganggukkan kepala. "Sudah seharusnya kamu ikut kemanapun suami kamu pergi. Ayah ikhlas, Run."

Hati Aruna begitu berat. Ia pikir, dirinya dan Bastian akan tinggal di kampung selama satu minggu setelah acara resepsi kemarin. Namun, Aruna sungguh lupa jika suaminya adalah seorang pengusaha yang sangat sibuk.

Terpaksa sekali ia menganggukkan kepala. Masuk ke dalam kamar, Aruna mengemas beberapa helai pakaian yang paling bagus. Nanti di Jakarta, Aruna akan membeli pakaian mahal, karena ia mendapatkan banyak uang dari Bastian.

"Aku harus berjauhan lagi sama Ayah. Tapi gak apa-apa, karena sekarang aku gak perlu mikirin biaya pengobatan Ayah. Aku juga gak perlu khawatir sama kebutuhan Ayah di sini. Semuanya udah ditanggung Mas Bastian."

Dua jam kemudian, Aruna dan Bastian telah siap meninggalkan rumah. Tentu ada perpisahan mengharu-biru antara ayah dan anak yang sekarang tengah berpelukan.

"Ayah gak apa-apa, Run. Ada Bi Yanti di sini, kamu gak usah khawatir."

Aruna memang mengangguk, tetapi tangannya tak mengurai pelukan itu. Dalam hati, ia sungguh percaya kalau Yanti akan merawat Heru dengan baik seperti biasa. Namun, di bagian hati yang lebih dalam lagi, Aruna tetapi merasa keberatan meninggalkan tanah kelahirannya dalam waktu yang sangat singkat.

"Nanti kamu bisa telpon Ayah, Run," ucap Bastian memegang bahu sang istri. "Saya sudah kasih Ayah ponsel," imbuhnya.

Hati Aruna sedikit lega. Ia mengurai pelukan dan masuk ke dalam mobil yang akan dikendarai oleh Bastian seorang diri usai berpamitan dengan semua orang. Barulah Aruna ingat, kalau tengah malam kemarin Bastian meninggalkan rumahnya.

"Pake sabuk pengamannya," ujar Bastian.

Pertanyaan yang hendak keluar dari mulut Aruna langsung sirna, karena saat ini Bastian sengaja mengulurkan sebelah tangannya untuk menarik sabuk pengaman di kursi yang tengah diduduki oleh Aruna.

Jantung perempuan itu berdebar. Sepanjang perjalanan yang melelahkan, Bastian tampak hangat dan ramah. Lagi, ia memang lebih banyak diam, tetapi tak ada suara ketus saat menimpali ucapan Aruna.

Hanya saja, saat mereka sampai di Jakarta setelah menempuh perjalanan selama enam jam lamanya, Bastian kembali pergi tanpa berpamitan. Aruna ditinggalkan begitu saja di sebuah rumah besar.

"Mama!" teriakan dari Fathan membuyarkan lamunan, serta menyingkirkan banyak sekali pertanyaan. Ia berbalik, memeluk Fathan sangat erat.

Sikap Bastian memang masih abu-abu dan kerap membuat Aruna merasa tak nyaman. Namun, setidaknya ia memiliki Fathan. Di rumah besar nan mewah yang akan dirinya tempati mulai saat ini, Aruna yakin tak akan merasa kesepian.

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   135. Kabur

    Bab 135Dua kali Marini datang ke kamarnya, mengatakan kalau Lusiana ingin bertemu. Namun, dua kali juga Aruna menolak. Saat ini, ia hanya ingin sendirian. Aruna berpikir jika dirinya bicara dengan Lusiana, maka beban pikirannya akan semakin bertambah.Lantas beberapa jam kemudian, Marini kembali datang. Kali ini perempuan itu hanya membuka pintu."Maaf, Bu," gumam Marini selalu merasa bersalah, jika mengikuti perintah Bastian mengurung Aruna di dalam kamar."Gak apa-apa, saya paham kalau di sini Bibi cuma kerja," balas Aruna mencoba tersenyum."Bu Aruna ingin makan sesuatu? Biar saya siapkan."Aruna menggeleng. Melihat pintu yang sudah terbuka, tak sekali pun membuatnya ingin beranjak. Lagi pula, apa yang akan berubah jika dirinya keluar dari kamar ini? Tidak ada, bukan?"Panggil saya kalau Bu Aruna butuh bantuan," kata Marini seraya keluar dari kamar.Saat itulah, Aruna berangsur duduk. Ia melirik ponsel yang sejak kemarin sengaja dimatikan. Aruna memejamkan mata, karena sekarang ad

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   134. Konfrontasi

    Bab 134"Bukan cuma kita yang tau Juanda dan Sandra bekerja sama, tapi Alea juga tau, Bas! Alea sudah mencoba menyadarkan Sandra, tapi tidak pernah berhasil!"Lusiana cepat-cepat mengadukan semua hal yang ia dengar dari Alea pagi tadi. Sekarang, ia tengah berada di perusahaan Bastian.Sementara itu, Bastian mendengarkan semuanya dengan seksama. Ia tak henti mengepalkan tangan mendengar semua penjelasan dari Lusiana."Selama ini Juanda selalu ingin tahu dari mana Aruna berasal!" tambah Lusiana benar-benar merasa khawatir.Bastian pun merasakan hal serupa. Namun, ia tak menunjukkan rasa khawatirnya itu. Bastian yakin sampai kapan pun Juanda ataupun Sandra tak akan pernah bisa menyentuh keluarga Aruna di kampung."Burhan ikut andil dalam membantu Juanda, karena mereka sudah tau Fathan adalah anak Berlian! Aku yakin, mereka ingin mengambil Fathan dari kita. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah mengadu domba aku dan Aruna!" Bastian menyimpulkan dengan akurat."Apa yang harus kita lak

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   133. Lusiana Turun Tangan

    Bab 133 Lusiana Turun TanganMudah bagi Lusiana untuk mengetahui apa yang terjadi di rumah putranya. Demi menanyakan kebenarannya, Lusiana pun datang ke rumah Bastian pagi-pagi sekali. Saat tiba di sana, ia hanya mendapati Heru di meja makan."Ke mana Bastian dan yang lainnya, Pak?" tanya Lusiana duduk di seberang sang besan."Mereka belum keluar, Bu, padahal biasanya jam segini kami sudah sarapan."Lusiana menatap ke arah anak tangga. Tak ada seorang pun yang muncul dari sana. Lusiana hanya mengangguk pelan, seraya mencoba untuk tetap tenang. Yang bisa ia lakukan adalah menemani Heru sarapan. Mereka tak bicara leluasa seperti biasa, lantaran keduanya sama-sama tahu ada yang tak beres pada Aruna dan Bastian.Setengah jam berlalu, akhirnya Bastian datang. Tapi hanya sendirian, tanpa Aruna ataupun Fathan."Fathan sudah berangkat tadi pagi," kata Bastian memberi tahu.Heru dan Lusiana menatap heran. Mereka berada di meja makan cukup lama, tapi tak melihat Fathan keluar dari rumah. Semua

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   132. Kecewa Dan Sakit

    Bab 132 Kecewa Dan SakitSaat Heru ingin masuk ke kamar untuk beristirahat, ia kebingungan melihat anak dan cucunya sudah pulang ke rumah. Heru menatap jam, kemudian rasa heran terbit makin banyak.Pasalnya, Aruna dan yang lain baru pergi sekitar satu jam lalu. Sebelum berangkat, mereka mengatakan kemungkinan besar akan pulang tengah malam. Namun, mengapa sekarang Aruna dan Fathan sudah ada di rumah?"Aruna?" panggil Heru berjalan pelan.Aruna mendengar panggilan itu, tapi ia tak mau menoleh karena air matanya masih keluar begitu deras. Maka Aruna pun melanjutkan langkah ke lantai dua seraya terus memegang tangan Fathan."Kenapa kamu, Run?" Kali ini Heru sedikit berteriak. Sayangnya tak ada jawaban. Heru sudah berniat menyusul. Namun, kedua kakinya yang tak sanggup menaiki puluhan anak tangga itu, membuat Heru mengurungkan niat.Ketika berbalik, ia melihat Bastian masuk ke dalam rumah. Langkah menantunya sangat tergesa."Ada apa ini, Bas? Kenapa kalian sudah pulang?" tanyanya tak meny

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   131. Tangisan Aruna

    Bab 131 Tangisan ArunaSepasang suami istri itu sangat terkejut. Mereka langsung berdiri dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Semua orang yang ada di sana pun hampir melakukan hal serupa.Sementara Sandra, dadanya berpacu amat cepat. Ia mulai takut jika Aruna tak akan percaya dengan tuduhannya. Namun, sungguh di luar dugaan ketika tiba-tiba saja Aruna menghentak lengan Bastian."Jelaskan semuanya, Mas!" Aruna menuntut jawaban."Sandra bohong, Run! Saya tidak pernah menyentuh dia!" ucap Bastian sangat serius."Kamu yang bohong!" Dengan sangat cepat Sandra ikut menimpali. Ia menghampiri Bastian dan Aruna, kemudian mengusap perutnya yang terlihat rata. "Di dalam sini ada jabang bayi yang harus kamu pertanggungjawabkan, Bas! Jangan lari seperti pengecut!"Bastian menggeleng cepat, matanya menunjukkan sorot yang amat menakutkan. Sekali lagi, sebenarnya Sandra sangat takut. Tapi ia harus bertahan agar bisa mendapatkan Bastian. Sandra benar-benar memanfaatkan keadaan, di mana semua orang d

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   130. Fitnah

    Bab 130 Fitnah!Dengan lebih banyak orang yang diturunkan Burhan sesuai janji, sungguh sangat membantu Juanda yang membutuhkan banyak sekali informasi perihal keluarga Bastian.Sesiang ini, Juanda sudah menerima dua kali laporan. Pertama, tentang Bastian yang katanya baru saja berkunjung ke rumah Liam selama hampir satu jam. Lantas yang kedua, tentunya tentang Aruna yang selalu mengantar jemput Fathan tiap hari.Bedanya, kali ini Aruna dilaporkan datang ke sebuah butik untuk mengambil gaun formal yang dipesan beberapa hari lalu. Setelahnya, perempuan itu mengajak Fathan menikmati es krim di salah satu kafe, lalu mereka pergi ke pusat perbelanjaan.Sayang seribu sayang, Juanda tidak mendapatkan kesempatan untuk mendekat pada mereka. Ia hanya memerhatikan keduanya dari jauh, dan membiarkan mereka pulang ke rumah."Ada informasi yang saya terima, Pak."Perkataan dari salah satu anak buah membuat Juanda mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel yang sejak tadi mati."Apa itu?""Dua hari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status