Share

Ibu Susu Anak Hot Duda
Ibu Susu Anak Hot Duda
Author: Blue Rose

1. Masih Gadis Sudah Punya Asi

"Masih SMA susunya gede banget, pasti sering digrepe cowok tuh!"

"Oh jelas, walaupun dah ditutup kerudung, tetep aja tuh tete tetep keliatan gede."

"Semalem berapa, Neng?"

"Yok sama Abang, dijamin puas ahaha!"

Lisa menunduk ketika suara-suara itu kembali terngiang di kepalanya. Ia pikir hinaan karena dirinya berdada besar akan berlalu bila dibiarkan. Nyatanya, ia masih saja mendengarnya, bahkan sampai kini Lisa sudah memasuki semester 7 perkuliahan. Seolah-olah, besar dadanya menandakan Lisa layak diperlakukan seperti jalang oleh para lelaki. Parahnya, beberapa perempuan yang ia harapkan dapat mendukung, malah ikut-ikutan menghinanya karena rasa iri. 

"Udah Nduk, gak usah didengerin omongan orang. Kamu kan gak ngelakuin apa yang mereka katakan," ujar sang nenek lembut, seolah mengerti keterdiamannya.

Lisa pun langsung mendongak ke arah neneknya dan mengangguk.

Semua orang mungkin tidak tahu. Meski Lisa anak seorang pelacur, ia dididik untuk menjadi gadis baik-baik yang tidak tersentuh oleh laki-laki mana pun. Bisa saja Lisa memanfaatkan kemolekan tubuhnya yang menurun dari sang ibu, tetapi Lisa tak melakukannya. Sepertinya, ia bisa tetap terjaga karena doa sang nenek.

Mengingat ibunya, Lisa terdiam.

Sudah lima tahun wanita itu meninggal setelah dibunuh oleh istri sah dari salah seorang pelanggannya. Sayang, keluarga Lisa tak mampu melawan kekuatan para orang kaya tersebut, sehingga sampai saat ini, Lisa tidak bisa menuntut perempuan yang membunuh ibunya itu.

Beberapa sedih melihat keadaanya. Namun, banyak juga anggota keluarganya yang mengatakan kalau ibunya memang pantas mendapatkan itu karena berani-beraninya merebut suami orang. Bahkan, Lisa sempat menjadi bulan-bulanan masyarakat sekitar.

Dan lagi-lagi, bentuk tubuhnya yang sudah dewasa sebelum "waktunya" dijadikan hinaan lagi. 

Hal itu sungguh melukai harga dirinya, tapi untungnya, Lisa tetap menjaga dirinya sebagaimana cara Islam mengajarkan untuk menutup auratnya.

Meskipun banyak orang yang mengatakan agar ia tidak menggunakan kerudung sebagai "kedok", Lisa tidak menghiraukannya sebab baginya, itu perintah Allah yang akan dia lakukan sebagai perempuan muslim. Ia harus menggunakannya tanpa kata tapi dan tanpa kata nanti. Bahkan, kalau bentuk tubuhnya tidak sebagus saat ini, Lisa tetap akan menggunakannya.

"Kadang aku iri sama temen-temen, Nek, aku ingin seperti remaja pada umumnya ...." keluhnya, lesu.

Sang nenek pun mengelus hijab Lisa dengan lembut, "Lisa kan anak spesial, hidup semua orang berbeda, termasuk Lisa juga."

"Tapi, Nek ... kata orang-orang, aku kayak Ibu, yang suka jual diri ke suami orang. Ibu-ibu bilang gitu, tiap pulang kuliah aku digangguin laki-laki, aku juga dikatai Ayam Kampus. Padahal aku gak gitu Nek, dideketin cowok aja aku gak mau."

Nenek Mirna tersenyum lembut. "Kamu kan nggak niat buat melakukan hal buruk, kamu udah melakukan yang terbaik untuk diri kamu sendiri. Biarkan orang lain memandangmu seperti apa, karena itu bukan wilayah kita untuk menghentikannya, kita hanya bisa berdoa kepada Allah supaya apa yang kamu dapatkan sekarang bisa terbalas suatu hari nanti, dan orang akan berhenti untuk memperlakukan kamu dengan rendah seperti ini."

Lisa mendengarkan dengan seksama. Neneknya tak pernah gagal menenangkan emosinya yang meluap ketika pulang sekolah atau kuliah. Sampai ia menginjak semester akhir ini, hanya neneknya yang bisa menenangkan kegelisahan hatinya setelah Allah.

"Setidaknya kamu harus usaha, nanti kalau kamu udah lulus bisa mungkin kamu setidaknya memiliki suami, ya suami yang bisa menghargai kamu dan membiarkan kamu melanjutkan pendidikan atau membiarkanmu mengejar mimpimu."

'Benar apa kata nenek, ia harusnya mulai memikirkan itu juga,' batin Lisa.

"Itu hanya saran sih. Karena bagaimanapun, selama kamu nggak punya seorang laki-laki yang melindungi kamu dari segi fisik maupun mental dan juga status, kamu akan selalu diperlakukan seperti ibumu. Jadi Ini saran aja untuk tidak berpikir yang tidak-tidak."

Lisa mengangguk. Memang benar, ketika ia keluar rumah, ia memang akan kembali digoda oleh banyak laki-laki dan mungkin dibicarakan dengan julid oleh para wanita yang iri pada keindahan tubuhnya. 

Mereka tidak akan peduli pada kondisi fisiknya yang kelebihan hormon, hingga harus membuat Lisa rajin memompa susu dan menampungnya, untuk kemudian disumbangkan ke bank asi. Bila tidak dipompa, dia akan merasa sakit, hingga pegal. Jadi, Lisa lah yang harus bergerak untuk melindungi dirinya sendiri.

'Hanya saja, aku tak tahu sampai kapan akan melakukan ini semua,' batin Lisa. 

+++

Lisa masih melamun karena pikirannya tentang omongan negatif dari orang-orang itu. Ia selalu sendiri. Tidak ada yang mau berteman dengannya, selain Mei, sahabatnya.

Kadang, ia tak habis pikir mengapa ia dijauhi teman sebayanya. Bahkan, ada beberapa dosen yang tega menjatuhkan perasaannya di kelas,  seperti ditawari dosen untuk jadi sugar baby atau hal bejat lainnya oleh orang-orang yang katanya 'pengajar'.

Seperti takdir, Mei tak jauh dari tempat Lisa duduk, melihat perempuan itu merenung. Didekatinya Lisa yang sedang duduk di bawah pohon sambil memakan bekalnya.

Mei pun duduk dan menatap Lisa dengan prihatin. Karena anak pelacur yang dianugerahi tubuh yang indah, Lisa harus mengalami penderitaan seperti ini. Padahal, Lisa ini anak yatim piatu yang harus bergantung pada neneknya yang sudah tua.

Mei sendiri adalah anak dari Ustadzah yang menjadi guru ngaji bagi Lisa, sehingga ia berusaha untuk mengajak teman-temannya berteman dengan Lisa. Meskipun belum berhasil, tapi Mei tetap berusaha untuk membantu Lisa sebisa mungkin.

"Lis, kamu kenapa nggak makan di kantin?" tegurnya.

Lisa yang kaget dengan kedatangan Mei pun tersenyum, "Aku bawa bekal soalnya, jadi nggak perlu ke kantin."

"Kamu mau nggak aku beliin es teh?"

"Nggak deh, aku nggak mau, kata Nenek gak baik minum es," tolaknya.

Mei terkekeh mendengar penuturan Lisa yang polos. Bagaimana bisa gadis polos seperti Lisa mendapat pandangan buruk dari masyarakat? Itu sangat tidak adil. Padahal, merekalah yang tak bisa menahan fantasi atas tubuh Lisa, tapi harus perempuan itu yang menanggunya karena diciptakan demikian.

Sungguh, Mei merasa sangat kasihan dengan kondisi itu. 

'Seandainya mereka tahu, Lisa sangat bersahaja. Ia sering melakukan amalan sunnah bukan hanya wajib. Setiap Senin dan Kamis ia puasa, ia juga sering salat malam, salat Dhuha ketika istirahat pertama,' batin Mei menatap iba Lisa yang lagi-lagi hanya makan ketika jam 12.

Berfoya-foya?

Mana mau, Lisa melakukannya. Bahkan, ia tidak pernah satu kalipun ia menerima ajakkan Mei untuk jalan-jalan.

Jika Mei memintanya untuk menemaninya ke pasar, barulah Lisa mau. Itu pun hanya sekali atau dua kali, karena Lisa sendiri juga merasa tidak nyaman kalau di keramaian--banyak pria yang menatapnya dengan lapar.

"Hemm, sejujurnya aku juga masih berusaha biar temen-temenku mau deket sama kamu," ucap Mei memandang Lisa.

Lisa tersenyum mengerti. Ia merasa beruntung memiliki Mei di dalam hidupnya, sebagai satu-satunya orang yang mau membantunya, menemaninya, dan berbicara serius dengannya, atau bercanda dengannya.

"Ya ampun, nggak apa-apa Mei, kamu udah berusaha dengan keras dan aku nggak mau ngerepotin kamu lagi," balas Lisa, "suatu hari nanti, aku percaya mereka juga akan mau berteman sama aku."

Mei mengangguk. "Kamu orang baik. Aku nggak tahu kenapa banyak orang menjauhi kamu seperti ini hanya karena bentuk tubuh kamu."

"Gimana lagi? Ini udah dari sononya juga. Aku juga gak bisa mengendalikan pandangan orang lain kan."

Senyum manis terbit di pipi Lisa membuat Mei kembali mengangguk, sebelum ia kembali teringat sesuatu. "Oh, iya! Terus, kamu masih di tawari jadi model?"

Lisa tampak sedih dan mengangguk. Tentu saja masih. Ia cantik dan memiliki tubuh yang indah, para pencari bakat tentu akan menawarinya dengan bayaran menggiurkan.

"Kamu benar-benar gak tertarik jadi model?" tanya Mei lagi.

Lisa langsung menggeleng, "Ya nggaklah. Aku nggak mau jadi model. Gak jadi model aja kayak gini hidupnya, apalagi kalau jadi model bisa rusak aku."

"Ya nggak gitu juga kali. Enggak sampai rusak karena kamu juga orang baik," bela Mei.

"Bisa aja, kan menjadi model juga hidup di dunia entertainment banyak orang yang lihat aku. Aku takut aku jadi bahan fantasi para laki-laki hidung belang di luar sana."

Mei membenarkan itu. "Iya juga sih, aku turut prihatin ya," ujarnya simpati.

"Oh ya aku ada pesan dari Bi Ijah. Katanya dia mau ketemu sama kamu, tapi sore kamu katanya nggak di rumah kemarin."

"Bi Ijah?" 

Lisa terdiam. Salah satu ibu yang sering ikut pengajian bersama mereka tiba-tiba mencarinya? Ada apa?

"Nanti katanya Bu Ijah mau ke rumah kamu lagi, katanya mau ngomong penting," ucap Mei sembari mengangguk.

"Ngomong penting apa, gak biasanya?" tanya Lisa akhirnya tak menyembunyikan rasa penasaran.

"Aku juga nggak tahu sih, ngomong penting apa," jawab Mei, "yang jelas, kamu jangan lupa, ya."

Comments (32)
goodnovel comment avatar
amymende
bagus? belum jelass
goodnovel comment avatar
amymende
mmang ada gadis yg ngeluarin asi tanpa melahirkan ato pemicunya? aneh
goodnovel comment avatar
Apeng S
seru ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status