"Masih SMA susunya gede banget, pasti sering digrepe cowok tuh!"
"Oh jelas, walaupun dah ditutup kerudung, tetep aja tuh tete tetep keliatan gede."
"Semalem berapa, Neng?"
"Yok sama Abang, dijamin puas ahaha!"
Lisa menunduk ketika suara-suara itu kembali terngiang di kepalanya. Ia pikir hinaan karena dirinya berdada besar akan berlalu bila dibiarkan. Nyatanya, ia masih saja mendengarnya, bahkan sampai kini Lisa sudah memasuki semester 7 perkuliahan. Seolah-olah, besar dadanya menandakan Lisa layak diperlakukan seperti jalang oleh para lelaki. Parahnya, beberapa perempuan yang ia harapkan dapat mendukung, malah ikut-ikutan menghinanya karena rasa iri.
"Udah Nduk, gak usah didengerin omongan orang. Kamu kan gak ngelakuin apa yang mereka katakan," ujar sang nenek lembut, seolah mengerti keterdiamannya.
Lisa pun langsung mendongak ke arah neneknya dan mengangguk.
Semua orang mungkin tidak tahu. Meski Lisa anak seorang pelacur, ia dididik untuk menjadi gadis baik-baik yang tidak tersentuh oleh laki-laki mana pun. Bisa saja Lisa memanfaatkan kemolekan tubuhnya yang menurun dari sang ibu, tetapi Lisa tak melakukannya. Sepertinya, ia bisa tetap terjaga karena doa sang nenek.
Mengingat ibunya, Lisa terdiam.
Sudah lima tahun wanita itu meninggal setelah dibunuh oleh istri sah dari salah seorang pelanggannya. Sayang, keluarga Lisa tak mampu melawan kekuatan para orang kaya tersebut, sehingga sampai saat ini, Lisa tidak bisa menuntut perempuan yang membunuh ibunya itu.Beberapa sedih melihat keadaanya. Namun, banyak juga anggota keluarganya yang mengatakan kalau ibunya memang pantas mendapatkan itu karena berani-beraninya merebut suami orang. Bahkan, Lisa sempat menjadi bulan-bulanan masyarakat sekitar.
Dan lagi-lagi, bentuk tubuhnya yang sudah dewasa sebelum "waktunya" dijadikan hinaan lagi.
Hal itu sungguh melukai harga dirinya, tapi untungnya, Lisa tetap menjaga dirinya sebagaimana cara Islam mengajarkan untuk menutup auratnya.
Meskipun banyak orang yang mengatakan agar ia tidak menggunakan kerudung sebagai "kedok", Lisa tidak menghiraukannya sebab baginya, itu perintah Allah yang akan dia lakukan sebagai perempuan muslim. Ia harus menggunakannya tanpa kata tapi dan tanpa kata nanti. Bahkan, kalau bentuk tubuhnya tidak sebagus saat ini, Lisa tetap akan menggunakannya.
"Kadang aku iri sama temen-temen, Nek, aku ingin seperti remaja pada umumnya ...." keluhnya, lesu.
Sang nenek pun mengelus hijab Lisa dengan lembut, "Lisa kan anak spesial, hidup semua orang berbeda, termasuk Lisa juga."
"Tapi, Nek ... kata orang-orang, aku kayak Ibu, yang suka jual diri ke suami orang. Ibu-ibu bilang gitu, tiap pulang kuliah aku digangguin laki-laki, aku juga dikatai Ayam Kampus. Padahal aku gak gitu Nek, dideketin cowok aja aku gak mau."
Nenek Mirna tersenyum lembut. "Kamu kan nggak niat buat melakukan hal buruk, kamu udah melakukan yang terbaik untuk diri kamu sendiri. Biarkan orang lain memandangmu seperti apa, karena itu bukan wilayah kita untuk menghentikannya, kita hanya bisa berdoa kepada Allah supaya apa yang kamu dapatkan sekarang bisa terbalas suatu hari nanti, dan orang akan berhenti untuk memperlakukan kamu dengan rendah seperti ini."
Lisa mendengarkan dengan seksama. Neneknya tak pernah gagal menenangkan emosinya yang meluap ketika pulang sekolah atau kuliah. Sampai ia menginjak semester akhir ini, hanya neneknya yang bisa menenangkan kegelisahan hatinya setelah Allah.
"Setidaknya kamu harus usaha, nanti kalau kamu udah lulus bisa mungkin kamu setidaknya memiliki suami, ya suami yang bisa menghargai kamu dan membiarkan kamu melanjutkan pendidikan atau membiarkanmu mengejar mimpimu."
'Benar apa kata nenek, ia harusnya mulai memikirkan itu juga,' batin Lisa.
"Itu hanya saran sih. Karena bagaimanapun, selama kamu nggak punya seorang laki-laki yang melindungi kamu dari segi fisik maupun mental dan juga status, kamu akan selalu diperlakukan seperti ibumu. Jadi Ini saran aja untuk tidak berpikir yang tidak-tidak."
Lisa mengangguk. Memang benar, ketika ia keluar rumah, ia memang akan kembali digoda oleh banyak laki-laki dan mungkin dibicarakan dengan julid oleh para wanita yang iri pada keindahan tubuhnya.
Mereka tidak akan peduli pada kondisi fisiknya yang kelebihan hormon, hingga harus membuat Lisa rajin memompa susu dan menampungnya, untuk kemudian disumbangkan ke bank asi. Bila tidak dipompa, dia akan merasa sakit, hingga pegal. Jadi, Lisa lah yang harus bergerak untuk melindungi dirinya sendiri.
'Hanya saja, aku tak tahu sampai kapan akan melakukan ini semua,' batin Lisa.
+++Lisa masih melamun karena pikirannya tentang omongan negatif dari orang-orang itu. Ia selalu sendiri. Tidak ada yang mau berteman dengannya, selain Mei, sahabatnya.
Kadang, ia tak habis pikir mengapa ia dijauhi teman sebayanya. Bahkan, ada beberapa dosen yang tega menjatuhkan perasaannya di kelas, seperti ditawari dosen untuk jadi sugar baby atau hal bejat lainnya oleh orang-orang yang katanya 'pengajar'.
Seperti takdir, Mei tak jauh dari tempat Lisa duduk, melihat perempuan itu merenung. Didekatinya Lisa yang sedang duduk di bawah pohon sambil memakan bekalnya.
Mei pun duduk dan menatap Lisa dengan prihatin. Karena anak pelacur yang dianugerahi tubuh yang indah, Lisa harus mengalami penderitaan seperti ini. Padahal, Lisa ini anak yatim piatu yang harus bergantung pada neneknya yang sudah tua.
Mei sendiri adalah anak dari Ustadzah yang menjadi guru ngaji bagi Lisa, sehingga ia berusaha untuk mengajak teman-temannya berteman dengan Lisa. Meskipun belum berhasil, tapi Mei tetap berusaha untuk membantu Lisa sebisa mungkin.
"Lis, kamu kenapa nggak makan di kantin?" tegurnya.
Lisa yang kaget dengan kedatangan Mei pun tersenyum, "Aku bawa bekal soalnya, jadi nggak perlu ke kantin."
"Kamu mau nggak aku beliin es teh?"
"Nggak deh, aku nggak mau, kata Nenek gak baik minum es," tolaknya.
Mei terkekeh mendengar penuturan Lisa yang polos. Bagaimana bisa gadis polos seperti Lisa mendapat pandangan buruk dari masyarakat? Itu sangat tidak adil. Padahal, merekalah yang tak bisa menahan fantasi atas tubuh Lisa, tapi harus perempuan itu yang menanggunya karena diciptakan demikian.
Sungguh, Mei merasa sangat kasihan dengan kondisi itu.
'Seandainya mereka tahu, Lisa sangat bersahaja. Ia sering melakukan amalan sunnah bukan hanya wajib. Setiap Senin dan Kamis ia puasa, ia juga sering salat malam, salat Dhuha ketika istirahat pertama,' batin Mei menatap iba Lisa yang lagi-lagi hanya makan ketika jam 12.
Berfoya-foya?Mana mau, Lisa melakukannya. Bahkan, ia tidak pernah satu kalipun ia menerima ajakkan Mei untuk jalan-jalan.
Jika Mei memintanya untuk menemaninya ke pasar, barulah Lisa mau. Itu pun hanya sekali atau dua kali, karena Lisa sendiri juga merasa tidak nyaman kalau di keramaian--banyak pria yang menatapnya dengan lapar.
"Hemm, sejujurnya aku juga masih berusaha biar temen-temenku mau deket sama kamu," ucap Mei memandang Lisa.
Lisa tersenyum mengerti. Ia merasa beruntung memiliki Mei di dalam hidupnya, sebagai satu-satunya orang yang mau membantunya, menemaninya, dan berbicara serius dengannya, atau bercanda dengannya.
"Ya ampun, nggak apa-apa Mei, kamu udah berusaha dengan keras dan aku nggak mau ngerepotin kamu lagi," balas Lisa, "suatu hari nanti, aku percaya mereka juga akan mau berteman sama aku."
Mei mengangguk. "Kamu orang baik. Aku nggak tahu kenapa banyak orang menjauhi kamu seperti ini hanya karena bentuk tubuh kamu."
"Gimana lagi? Ini udah dari sononya juga. Aku juga gak bisa mengendalikan pandangan orang lain kan."
Senyum manis terbit di pipi Lisa membuat Mei kembali mengangguk, sebelum ia kembali teringat sesuatu. "Oh, iya! Terus, kamu masih di tawari jadi model?"Lisa tampak sedih dan mengangguk. Tentu saja masih. Ia cantik dan memiliki tubuh yang indah, para pencari bakat tentu akan menawarinya dengan bayaran menggiurkan.
"Kamu benar-benar gak tertarik jadi model?" tanya Mei lagi.
Lisa langsung menggeleng, "Ya nggaklah. Aku nggak mau jadi model. Gak jadi model aja kayak gini hidupnya, apalagi kalau jadi model bisa rusak aku."
"Ya nggak gitu juga kali. Enggak sampai rusak karena kamu juga orang baik," bela Mei.
"Bisa aja, kan menjadi model juga hidup di dunia entertainment banyak orang yang lihat aku. Aku takut aku jadi bahan fantasi para laki-laki hidung belang di luar sana."
Mei membenarkan itu. "Iya juga sih, aku turut prihatin ya," ujarnya simpati.
"Oh ya aku ada pesan dari Bi Ijah. Katanya dia mau ketemu sama kamu, tapi sore kamu katanya nggak di rumah kemarin."
"Bi Ijah?"
Lisa terdiam. Salah satu ibu yang sering ikut pengajian bersama mereka tiba-tiba mencarinya? Ada apa?"Nanti katanya Bu Ijah mau ke rumah kamu lagi, katanya mau ngomong penting," ucap Mei sembari mengangguk.
"Ngomong penting apa, gak biasanya?" tanya Lisa akhirnya tak menyembunyikan rasa penasaran.
"Aku juga nggak tahu sih, ngomong penting apa," jawab Mei, "yang jelas, kamu jangan lupa, ya."
Suatu hari Axel yang sudah lulus S1 dan sedang melanjutkan kuliah S2-nya di Amerika menelpon ibu sambungnya dengan video call. "Ma, aku mau ngasih tau sesuatu," ujar Axel. "Iya Sayang, kasih tahu aja," ujar Lisa. "Aku, dapet bagian untuk bacain kesan dan pesan saat wisuda nanti," ujar Axel bahagia. "Wah, masyaa Allah, alhamdulillah. Emang hebat anak Mama." "Pokoknya besok Mama harus ikut di wisudaku, sama adik-adik ya," ujar Axel. "Iya tentu aja, Sayang. Coba kamu kasih tahu Papa kamu biar dia juga mengatur jadwalnya." "Iyap Mah," jawab Axel. "Oh ya, sambil tolong dibujukin Papamu dong. Dia suka lembur, Mama nggak suka ...." keluh Lisa. Axel pun tertawa mendengarnya, "Siap, Mah. Semoga aja aku lekas bisa bantu Papa supaya Papa bisa lebih banyak istirahat sama Mama." "Aamiin, Mama juga berharap gitu, tapi Mama juga nggak mau kalau kamu maksain diri kamu. Kamu masih muda Sayang, perlu menikmati hidup juga jangan langsung kerja kayak Papa kamu. Gak ada waktu buat quality time sa
"Oom Kevan mau nikah Sayang, jadi besok kita kondangan," ujar Lisa pada anak perempuannya. Axel kini bukanlah Baby lagi, ia tumbuh menjadi anak laki-laki yang membanggakan. Ia sudah tau atas rencana pernikahan itu, bahkan ia tau bagaimana Kevan sulit move on dari ibunya yang ia cintai. Agak mengherankan memang ketika saingan cinta Max malah akrab dengan anak-anaknya, tak bisa dipungkiri itu karena seringnya Kevan bertemu dengan Max sebagai rekan bisnis. Namun, seiring berjalanannya kesibukan Kevan sebagai pimpinan perusahaan membuatnya jadi mudahh menerima ketanyataan bahwa Lies milik suaminya. "Yey! Ketemu Oom Kevan!" ujar Zahra senang. "Iya, Zahra mau ngado apa?" tanya Lisa padanya. "Apa ya?" balasnya berpikir. "Gimana kalau bola basket? Oom Kevan kan suka sasket," ujarnya. "Janganlab Sayang, kan dia lagi nikah bukan bhat ulang tahun. Kadonya yah buat Oom sama Tante bukan hanya untuk Oom." Zahra mengangguk-angguk, "Siap. Terus apa Ma?" Kini Lisa yang berpikir, tetapi Axel ya
Dua bulan terakhir ini Max terus mengganggu Lisa alias mengajaknya bercinta setiap malam, sehingga ia merasa cukup kewalahan dengannya. Namun, ia tidak bisa berkata kalau itu tidak menyenangkan, karena ia pun menikmatinya. Bagaimanapun, aktivitas itu adalah salah satu surga dunia yang Allah siapkan untuk pasangan halal. Tiba-tiba saat Lisa dan Max makan malam, Lisa merasa mual tak berkusuhadahan, sampai ia lemas karena kekurangan cairan. "Sayang, kamu gak papa?" tanyanya panik. Lisa sudah lelah dan tak kuasa untuk menjawab, sehingga Max langsung membawanya ke rumah sakit dengan tergopoh-gopoh. Sifa pun ikut panik melihat Nyonya-nya dibopong oleh sang Tuan, ia cemas. Ia sudah sembuh setelah istirahat dua bulan, mungkin awalnya trauma tetapi ia mulai kembali belajar mobil setelahnya. Meski bekerja dengan Nyonya yang merupakan istri konglomerat yang memiliki banyak musuh, Sifa masih tetap setia pada Lisa karena nominal gaji yang tinggi dan karena ia tidak yakin bisa menemukan bos se
Diana meminta maaf pada Lisa, ia minta maaf karena semua yang terjadi padanya adalah akibat dari ambisinya memisahkan mereka. "Aku minta maaf atas semua yang terjadi padamu, yah ... aku tau, maafku mungkin tidak berguna untuk sekarang tapi, aku berharap bahwa aku bisa menebusnya meski hanya sedikit." Lisa terdiam, kemudian kembali mengingat waktu-waktu ke belakang ketika Diana memperlakukannya. Diana bekerja sama dengan para wanita-wanita yang mencoba untuk mendekati suaminya. ia ingat ada luka yang ia terima dan semua hal tentang Diana. Hingga kemudian, ia mengangguk dan tersenyum pada ibu mertuanya. "Sejujurnya aku juga bukan orang yang baik, sehingga aku bisa mudah ikhlas dengan semua yang sudah terjadi, tapi aku sudah memaafkanmu, Mom. Aku kira kejadian-kejadian yang sudah berlalu biarlah menjadi masa lalu, aku harap kita bisa mulai akur dan membuka lembaran baru." ••• Lisa dan Diana berbelanja bersama di mall dengan bahagia, bahkan Diana membelanjakan banyak barang untuk men
Frans meminta maaf pada Max usai sadar dari mabuknya, Max pun memaafkannya menginat Frans masih berguna untuknya, hanya saja ia memanfaatkan momen itu untuk lebih mengikat Frans. Selain itu, Max juga meminta penjelasan dari sang ibu. Nafsunya untuk memisahkannya dengan Lisa ternyata membuatnya menarik beberapa bawahannya yang lemah untuk berkhianat. Diana pun minta maaf, ia juga menyesal karena Wina akhirnya bunuh diri karena keserakahannya. "Semua tak berguna sekarang Mom, aku tak tau kamu bertindak sejauh ini, lalu aku harus bagaimana?" Diana pun tak mengerti kenapa ia melakukan semua itu hanya karena keinginan terdalamnya yang tidak bisa dibujuk saat itu. Ia begitu mencintai anaknya sampai tak ingat apa-apa, mencintai tradisi dan darah biru yang ia sanjung-sanjung dalam hidup. Max masih sulit untuk memaafkan ibunya, semuanya jadi kacau karenanya. Alhasil Lorey menengahi anak dan istrinya lagi, meski sulit tetapi Max bisa memaafkan sang ibu. Apalagi saat itu Lisa bangun dan men
Di sebuah ruangan gelap, di mana Frans sedang hancur karena pujaan hatinya meninggal. Max menghampirinya bersama Edwin, si pemimpin pasukan keamanannya. Di sanalah Frans yang dalam keadaan mabuk pun jujur kalau ia tau Wina adalah seorang yang bekerja untuk Diana. Wina juga yang membuat kasus kejahatan Larissa lancar, Wina juga yang membuat ia kadang mencurangi informasi dan melambankan kinerja tim IT jika itu tentang Lisa, Wina juga yang membuat Baby lancar melakukan aksi pendekatan pada Max, semua di bawah perintah Diana. Frans juga tau kalau Wina menyukai Max alih-alih dirinya yang sudah bucin atau bulol padanya, tapi Frans tak perduli dan terus mencintainya. "Maafkan aku Bos, aku tahu Ini memalukan sebagai bawahanmu yang harusnya setia padamu, tapi karena cinta menggelapkan mataku dan membuat aku rela mencurangimu." Max masih diam mendengarkan penyesalan Frans yang mabuk itu. "Aku tau ini salah, tapi kalaupun aku diberi pilihan untuk memutar waktu, aku akan melakukan tindakan
Max tak akan sudi memaafkan Ten, ia sudah ingin sekali membunuhnya sejak awal. Namun, Ten dikasih hati malah ngelunjak. Akhirnya ia tak bisa menahan diri lagi untuk tidak melenyapkannya. "Apa yang ingin kamu lakukan padanya?" tanya Lorey pada putranya. "Aku tidak bisa menahan lagi, Dad," ungkap Max dengan suaranya yang penuh emosi. "Max, tolong jangan lakukan itu...." "Tapi sayangnya, aku sudah melakukannya," potong Max, membuat Lorey yang tidak paham pun bertanya. "Maksudmu apa, kamu sudah melakukan apa?" Namun, detik berikutnya Ten muntah darah dan terjatuh ke lantai, Ia terus memegangi perutnya dan dadanya yang terasa sakit. Hal itu menjelaskan pada Lorey, kalau Ten sudah diracuni oleh Max. Melihat hal itu, Lorey langsung berusaha untuk menolong Ten dengan pertolongan pertama. "Apa yang kau lakukan, Max! Astagah!" Namun, semuanya sia-sia karena Ten sudah meninggal, membawa rasa sakit yang ia alami. Tak habis pikir dengan itu, ia langsung menghampiri Max lagi dan mencengkera
Lorey langsung memeluk anaknya dengan erat agar emosinya mereda, ia tau bagaimana perasaan kehilangan orang yang dicintainya. Bayi yang ada di dalam kandungan Lisa meninggal, dan saat ini istrinya koma. Manusia mana yang tahan dengan keadaan itu? Jika saja Frans tidak menemukan titik keberadaan Ten saat itu, pasti Lisa sudah tak bernyawa karena keterlambatan penanganan. Frans mengungkapkan bahwa Ten ada di daerah di mana ia menuju tepat di tempat Lisa berada saat ingin berangkat ke kampus. Pada saat itu pula Max memerintahkan bodyguard yang mengikuti Lisa untuk mencegahnya, tapi gagal. Ten sudah melakukan aksinya dengan menyetir truk dan menabrak mobil yang ditumpangi Lisa. Sayangnya Lisa ada di bagian yang parah, kakinya patah dan tangannya juga patah karena menahan perutnya. Namun, posisi benturannya ada di sebelah kiri dan Lisa terguling sampai terjatuh dengan keadaan tengkurap, sehingga bayinya tidak tertolong lagi. Sifa mengalami patah kaki kiri karena terjepit, lalu tulang
Siapa yang tidak kenal dengan Maxellio D. Alexander? Seorang pebisnis asal Spanyol yang memulai bisnisnya di Indonesia dengan kerja kerasnya. Namun, siapa yang tahu sekarang dirinya terlihat sangat hancur, ketika seseorang yang sangat ia cintai terbaring lemah di ranjang Rumah Sakit dengan alat bantu medis. Pemberitaan di media sosial dan TV di penuhi oleh kecelakaan istri pengusaha terkaya di Indonesia. Banyak yang nimbrung berspekulasi macam-macam. Wajah hancur Max tertangkap kamera, membuat banyak netizen ikut sedih melihat sosoknya yang hancur. Sementara Baby Axel juga terus menanyakan keberadaan Lisa, bahkan ia ikut sakit karena merasakan Ibu susunya yang sakit. Setiap hari ia menanyakan Lisa di mana, Lisa kapan bisa pulang, sedang apa Lisa, dan semua yang ia ingin tahu tentang ibu susunya itu. Seolah-olah jiwa raga mereka sudah menyatu, sehingga ketika Lisa sakit maka Baby Axel ikut sakit. Baby Axel selalu ikut merasakan kondisi tubuh Liea, ikatan batin mereka terlalu kuat j