Share

2. Menjadi Ibu Susu?

Setelah pulang dari kampus, benar saja Bi Ijah ada di depan rumahnya sedang duduk di eperan rumah lusuh itu.

"Kamu baru pulang?" tanya Bi Ijah berdiri.

Bi Ijah adalah tetangga dari ustadzah Ami yang merupakan ibu dari Mei.

"Iya, Bi. Ada apa ya?" tanya Lisa sambil mencium tangan kanan Bi Ijah khidmat.

"Kita masuk dulu yuk! Ada hal penting yang mau Bibi omongin sama kamu."

Lisa pun mengangguk dan mempersilahkan Bi Ijah untuk masuk ke dalam rumahnya yang sangat sederhana itu.

Rumah dengan ruang tamu yang sangat sederhana semuanya serba kayu sampai lantai-lantainya pun kayu. Bi Ijah dipersilahkan duduk dan disuguhi mium teh.

"Bi mohon maaf ya, cuma ini aja yang kami punya," ucap Lisa sopan.

Bi Ijah mengangguk saja, "Ini maaf yah, Bibi dapat info dari Ustadzah kalau kamu bisa mengeluarkan asi."

Lisa terdiam. Ia menatap ragu wanita di hadapannya. Ini adalah rahasia yang hanya diketahui keluarga dan ustadzah pembimbingnya.

Menyadari tatapan Lisa, Bi Ijah segera berkata, "Eh, tenang aja, Bibi nggak ngomong sama orang lain kok."

Lisa pun mengangguk, "Makasih ya Bi Ijah, tapi Bi Ijah kenapa cari tahu tentang aku yang menghasilkan asi?"

"Em gini, jadi kan kerja sama Tuan Alexander yang konglomerat itu loh yang rumahnya gedongan di komplek elit sebelah."

Lisa mengangguk mengerti, meskipun ia sebenarnya tidak tahu betul tentang informasi keluarga yang sering dibicarakan oleh masyarakat itu.

"Jadi, Bi ijah ada pesan dari Tuan Alex kalau beliau sedang mencari ibu susu untuk anaknya yang baru sebulan.

Lisa pun terheran, "Loh ibunya ke mana?"

Bi Ijah terlihat menghela nafas sedih dengan raut wajah yang terlihat prihatin.

"Ibunya pergi. Ibunya kan model terus sekarang dia sedang proses cerai dengan Tuan Alex karena menganggap kalau menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah hal yang mengekang, dan ia tidak ingin menjadi ibu rumah tangga, ia ingin mengajar karirnya sebagai model."

Lisa tampak mengerti.

Melihat itu, Bi Ijah pun menjelaskan kembali, "Jadi, sekarang tuan muda Axel atau Axellio ini nggak ada yang nyusuin, sementara dia alergi susu sapi dan kambing. Intinya dia itu alergi susu formula gitu, jadinya sekarang dia minum susu asi dari Bank Asi, tapi Tuan Alex agak ragu dengan susu yang ada di bank Asi karena kita nggak tahu apa yang ada di susu tersebut. Takut ada bakteri atau penyakit turunan dari si pemilik Asi-nya."

"Logis juga sih Bi, kekhawatiran Tuan Alex," ucap Lisa.

"Nah, Bibi mau nawarin penawaran buat kamu untuk jadi Ibu Asi buat Tuan Muda Axel, karena kasihan banget dia tiap hari tiap malam nangis, tapi Tuan Alex mengurangi intensitasnya karena masih takut dengan kandungan yang ada di Asi yang kami beli di Bank Asi."

"Jadi aku nyusuin anak itu, Bi?" tanya Lisa polos sambil mengangguk.

Bi Ijah sontak tertawa mendengar ucapan dan ekspresi Lisa itu.

"Lisa tenang aja, Pak Axel itu aslinya baik cuman emang orangnya agak kelihatan galak. Cuman kan nanti kamu jarang ketemu sama beliau, kamu bakalan nyusuin anaknya aja, gitu. Tapi karena emang anak-anak jadi kadang minta susunya pas malam juga, jadi kalau bisa kamu juga tinggal di sana gitu."

"Menginap?" Lisa pun langsung sedih mendengar syarat itu. "Bi, tapi aku nggak bisa kalau harus tinggal di sana, soalnya Nenek sendiri."

Bi Ijah pun mengerti, "Hem, iya juga ya. Ya udah nanti kamu diskusiin aja sama Nenek kamu ya. Bibi tunggu besok sore, besok habis kerja Bibi ke sini lagi kalo bisa nemuin nenekmu juga."

Lisa pun mengangguk tersenyum ramah, "Makasih ya, Bi."

+++

"Lisa, kenapa mukanya kayak tertekan gitu?" tanya sang Nenek. Ia begitu heran melihat wajah cantik cucunya yang terlihat sangat tertekan, seperti ada yang ingin disampaikan, tetapi takut.

Tak lama, Lisa pun mendongak. Ekspresinya tampak bingung, "Aku ragu, Nek."

"Ragu kenapa? Coba cerita sama Nenek," gumamnya.

"Tadi sore, Bi Ijah ke sini nawarin kerjaan. Gajinya gede tapi harus tinggal di rumah majikan," ujar Lisa.

Mirna terlihat berpikir sebelum menjawab, "Kerja jadi pembantu, kok harus tinggal di rumah?"

"Bukan, jadi Ibu Susu, karena masih bayi sekitar dua bulan, jadi kadang malem-malem butuh asi dan dia alergi susu formula."

Mirna tentu saja terkejut dengan kenyataan itu, "Nenek sih mau ijinin, tapi kalau harus tinggal di rumahnya agak ragu. Soalnya nenek aja takut ketika kamu harus keluar rumah. Apalagi itu harus tinggal di sana."

"Hem, ya udah nek aku tolak aja ya."

"Eh jangan langsung ditolak, kamu coba tanya apakah boleh kamu pulang pergi. Maksudnya jangan tinggal di rumahnya majikan."

"Iya Nek, tapi biar jelas nenek temui Bi Ijah langsung."

Mirna setuju untuk menemui Bi Ijah juga, bagaimana ini pekerjaan resmi pertama Lisa, jadi ia cukup antusias. Setidaknya, cucunya ini bisa mendapatkan uang untuk membiayai hidupnya sendiri, sehingga bisa hidup seperti anak seumurnya.

+++

Sore harinya, ketika Bi Ijah kembali ke rumah mereka. Lisa kembali mengatakan apa yang disampaikan oleh Mirna. Mirna juga menyempatkan diri di rumah untuk agar bisa bertemu langsung dengan Bi Ijah. Ketiga orang itu itu duduk di ruang tamu dan membicarakan tentang apa yang dimaksud Bi Ijah.

"Nah, Bu Mirna pasti sudah tahu apa yang saya tawarkan pada Lisa, saya ingin Lisa menyusui anak majikan saya. Jadi gimana, Bu, apakah dibolehkan?"

Mirna mengangguk-angguk, "Sebenarnya saya juga sudah membicarakan itu dengan Tuan saya."

Mirna kemudian angkat bicara, "Iya saya tahu hal itu, cuman yang ingin saya sampaikan sebenarnya boleh-boleh saja jika Lisa menyusui seorang bayi, dari segi bagaimana Lisa memanfaatkan asi itu daripada dia jual ke bank asi yang sebenarnya merepotkan. Ia juga agak kesulitan karena memang yang namanya orang punya asi pasti sering banget kan payudaranya kencang dan dia kadang sampai merasakan sakit juga, sampai-sampai di tempat yang seharusnya umum gitu, sampai bajunya basah hanya karena asi.”

“Iya, memang kalau punya asi bisa keluar kapan aja, harus pake jaket atau baju luar,” tanggap Bi Ijah.

“Nah iya, jadi saya kira kalau memang ada seorang bayi yang membutuhkan asinya Lisa, dia bisa menyusui dan mungkin kalau diminum langsung sama si bayi itu lebih banyak, nggak hanya yang kami jual ke bank asi.”

"Itu benar Bu Mirna, jadi menurut Bu Mirna bagaimana?" tanya Bi Ijah lagi.

"Kalau saya sih boleh-boleh aja sih Lisa jadi ibu asi, cuman yang saya nggak bisa itu ketika harus membiarkan Lisa tinggal di rumah majikan. Mohon maaf bukannya saya sok bagaimana, cuman Lisa ini memang punya tubuh yang lebih dewasa daripada anak seusianya, makanya saya khawatir tentang bagaimana kalau dia tinggal di sana pasti ada banyak fitnah. Nah, karena itu saya ingin sekali agar Lisa tetap aman, terlindungi kehormatannya dan dia tidak dilukai juga harga dirinya."

"Emang pandangan orang sudah buruk tentang Lisa, tapi saya tidak ingin itu dikembangkan untuk kebutuhan orang lain. Lisa anak baik-baik, saya yang didik dari bayi, jadi saya nggak terima kalau sampai terjadi sesuatu sama dia," tambah sang Nenek.

"Baik Bu Mirna, saya mengerti. Saya akan sampaikan ke Tuan. Semoga aja nanti Lisa bisa pulang pergi, tapi mungkin kalau pun nggak nanti saya bisa beli asi dari Lisa," ujar Bi Ijah dengan tersenyum.

Mirna juga tersenyum menanggapinya, sementara Lisa sendiri tadi aja menyimak setelah menyiapkan cemilan dan minuman. Setelah selesai pembicaraan mereka, Lisa pergi ke kamar dan terdiam.

"Apakah mereka mau menerima persyaratan dari nenek?" lirihnya meragu. 

Komen (10)
goodnovel comment avatar
Asiyah Nur
Kan ASI nya bisa di pompa tohhh..
goodnovel comment avatar
Sri Handayani
penasaran..lanjut ah
goodnovel comment avatar
naiamah yaacob
interesting
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status