Setelah pulang dari kampus, benar saja Bi Ijah ada di depan rumahnya sedang duduk di eperan rumah lusuh itu.
"Kamu baru pulang?" tanya Bi Ijah berdiri.
Bi Ijah adalah tetangga dari ustadzah Ami yang merupakan ibu dari Mei.
"Iya, Bi. Ada apa ya?" tanya Lisa sambil mencium tangan kanan Bi Ijah khidmat.
"Kita masuk dulu yuk! Ada hal penting yang mau Bibi omongin sama kamu."
Lisa pun mengangguk dan mempersilahkan Bi Ijah untuk masuk ke dalam rumahnya yang sangat sederhana itu.
Rumah dengan ruang tamu yang sangat sederhana semuanya serba kayu sampai lantai-lantainya pun kayu. Bi Ijah dipersilahkan duduk dan disuguhi mium teh.
"Bi mohon maaf ya, cuma ini aja yang kami punya," ucap Lisa sopan.
Bi Ijah mengangguk saja, "Ini maaf yah, Bibi dapat info dari Ustadzah kalau kamu bisa mengeluarkan asi."
Lisa terdiam. Ia menatap ragu wanita di hadapannya. Ini adalah rahasia yang hanya diketahui keluarga dan ustadzah pembimbingnya.
Menyadari tatapan Lisa, Bi Ijah segera berkata, "Eh, tenang aja, Bibi nggak ngomong sama orang lain kok."
Lisa pun mengangguk, "Makasih ya Bi Ijah, tapi Bi Ijah kenapa cari tahu tentang aku yang menghasilkan asi?"
"Em gini, jadi kan kerja sama Tuan Alexander yang konglomerat itu loh yang rumahnya gedongan di komplek elit sebelah."
Lisa mengangguk mengerti, meskipun ia sebenarnya tidak tahu betul tentang informasi keluarga yang sering dibicarakan oleh masyarakat itu.
"Jadi, Bi ijah ada pesan dari Tuan Alex kalau beliau sedang mencari ibu susu untuk anaknya yang baru sebulan.
Lisa pun terheran, "Loh ibunya ke mana?"
Bi Ijah terlihat menghela nafas sedih dengan raut wajah yang terlihat prihatin.
"Ibunya pergi. Ibunya kan model terus sekarang dia sedang proses cerai dengan Tuan Alex karena menganggap kalau menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah hal yang mengekang, dan ia tidak ingin menjadi ibu rumah tangga, ia ingin mengajar karirnya sebagai model."
Lisa tampak mengerti.
Melihat itu, Bi Ijah pun menjelaskan kembali, "Jadi, sekarang tuan muda Axel atau Axellio ini nggak ada yang nyusuin, sementara dia alergi susu sapi dan kambing. Intinya dia itu alergi susu formula gitu, jadinya sekarang dia minum susu asi dari Bank Asi, tapi Tuan Alex agak ragu dengan susu yang ada di bank Asi karena kita nggak tahu apa yang ada di susu tersebut. Takut ada bakteri atau penyakit turunan dari si pemilik Asi-nya."
"Logis juga sih Bi, kekhawatiran Tuan Alex," ucap Lisa.
"Nah, Bibi mau nawarin penawaran buat kamu untuk jadi Ibu Asi buat Tuan Muda Axel, karena kasihan banget dia tiap hari tiap malam nangis, tapi Tuan Alex mengurangi intensitasnya karena masih takut dengan kandungan yang ada di Asi yang kami beli di Bank Asi."
"Jadi aku nyusuin anak itu, Bi?" tanya Lisa polos sambil mengangguk.
Bi Ijah sontak tertawa mendengar ucapan dan ekspresi Lisa itu.
"Lisa tenang aja, Pak Axel itu aslinya baik cuman emang orangnya agak kelihatan galak. Cuman kan nanti kamu jarang ketemu sama beliau, kamu bakalan nyusuin anaknya aja, gitu. Tapi karena emang anak-anak jadi kadang minta susunya pas malam juga, jadi kalau bisa kamu juga tinggal di sana gitu."
"Menginap?" Lisa pun langsung sedih mendengar syarat itu. "Bi, tapi aku nggak bisa kalau harus tinggal di sana, soalnya Nenek sendiri."
Bi Ijah pun mengerti, "Hem, iya juga ya. Ya udah nanti kamu diskusiin aja sama Nenek kamu ya. Bibi tunggu besok sore, besok habis kerja Bibi ke sini lagi kalo bisa nemuin nenekmu juga."
Lisa pun mengangguk tersenyum ramah, "Makasih ya, Bi."
+++
"Lisa, kenapa mukanya kayak tertekan gitu?" tanya sang Nenek. Ia begitu heran melihat wajah cantik cucunya yang terlihat sangat tertekan, seperti ada yang ingin disampaikan, tetapi takut.
Tak lama, Lisa pun mendongak. Ekspresinya tampak bingung, "Aku ragu, Nek."
"Ragu kenapa? Coba cerita sama Nenek," gumamnya.
"Tadi sore, Bi Ijah ke sini nawarin kerjaan. Gajinya gede tapi harus tinggal di rumah majikan," ujar Lisa.
Mirna terlihat berpikir sebelum menjawab, "Kerja jadi pembantu, kok harus tinggal di rumah?"
"Bukan, jadi Ibu Susu, karena masih bayi sekitar dua bulan, jadi kadang malem-malem butuh asi dan dia alergi susu formula."
Mirna tentu saja terkejut dengan kenyataan itu, "Nenek sih mau ijinin, tapi kalau harus tinggal di rumahnya agak ragu. Soalnya nenek aja takut ketika kamu harus keluar rumah. Apalagi itu harus tinggal di sana."
"Hem, ya udah nek aku tolak aja ya."
"Eh jangan langsung ditolak, kamu coba tanya apakah boleh kamu pulang pergi. Maksudnya jangan tinggal di rumahnya majikan."
"Iya Nek, tapi biar jelas nenek temui Bi Ijah langsung."
Mirna setuju untuk menemui Bi Ijah juga, bagaimana ini pekerjaan resmi pertama Lisa, jadi ia cukup antusias. Setidaknya, cucunya ini bisa mendapatkan uang untuk membiayai hidupnya sendiri, sehingga bisa hidup seperti anak seumurnya.
+++
Sore harinya, ketika Bi Ijah kembali ke rumah mereka. Lisa kembali mengatakan apa yang disampaikan oleh Mirna. Mirna juga menyempatkan diri di rumah untuk agar bisa bertemu langsung dengan Bi Ijah. Ketiga orang itu itu duduk di ruang tamu dan membicarakan tentang apa yang dimaksud Bi Ijah.
"Nah, Bu Mirna pasti sudah tahu apa yang saya tawarkan pada Lisa, saya ingin Lisa menyusui anak majikan saya. Jadi gimana, Bu, apakah dibolehkan?"
Mirna mengangguk-angguk, "Sebenarnya saya juga sudah membicarakan itu dengan Tuan saya."
Mirna kemudian angkat bicara, "Iya saya tahu hal itu, cuman yang ingin saya sampaikan sebenarnya boleh-boleh saja jika Lisa menyusui seorang bayi, dari segi bagaimana Lisa memanfaatkan asi itu daripada dia jual ke bank asi yang sebenarnya merepotkan. Ia juga agak kesulitan karena memang yang namanya orang punya asi pasti sering banget kan payudaranya kencang dan dia kadang sampai merasakan sakit juga, sampai-sampai di tempat yang seharusnya umum gitu, sampai bajunya basah hanya karena asi.”
“Iya, memang kalau punya asi bisa keluar kapan aja, harus pake jaket atau baju luar,” tanggap Bi Ijah.
“Nah iya, jadi saya kira kalau memang ada seorang bayi yang membutuhkan asinya Lisa, dia bisa menyusui dan mungkin kalau diminum langsung sama si bayi itu lebih banyak, nggak hanya yang kami jual ke bank asi.”
"Itu benar Bu Mirna, jadi menurut Bu Mirna bagaimana?" tanya Bi Ijah lagi.
"Kalau saya sih boleh-boleh aja sih Lisa jadi ibu asi, cuman yang saya nggak bisa itu ketika harus membiarkan Lisa tinggal di rumah majikan. Mohon maaf bukannya saya sok bagaimana, cuman Lisa ini memang punya tubuh yang lebih dewasa daripada anak seusianya, makanya saya khawatir tentang bagaimana kalau dia tinggal di sana pasti ada banyak fitnah. Nah, karena itu saya ingin sekali agar Lisa tetap aman, terlindungi kehormatannya dan dia tidak dilukai juga harga dirinya."
"Emang pandangan orang sudah buruk tentang Lisa, tapi saya tidak ingin itu dikembangkan untuk kebutuhan orang lain. Lisa anak baik-baik, saya yang didik dari bayi, jadi saya nggak terima kalau sampai terjadi sesuatu sama dia," tambah sang Nenek.
"Baik Bu Mirna, saya mengerti. Saya akan sampaikan ke Tuan. Semoga aja nanti Lisa bisa pulang pergi, tapi mungkin kalau pun nggak nanti saya bisa beli asi dari Lisa," ujar Bi Ijah dengan tersenyum.
Mirna juga tersenyum menanggapinya, sementara Lisa sendiri tadi aja menyimak setelah menyiapkan cemilan dan minuman. Setelah selesai pembicaraan mereka, Lisa pergi ke kamar dan terdiam.
"Apakah mereka mau menerima persyaratan dari nenek?" lirihnya meragu.
Suatu hari Axel yang sudah lulus S1 dan sedang melanjutkan kuliah S2-nya di Amerika menelpon ibu sambungnya dengan video call. "Ma, aku mau ngasih tau sesuatu," ujar Axel. "Iya Sayang, kasih tahu aja," ujar Lisa. "Aku, dapet bagian untuk bacain kesan dan pesan saat wisuda nanti," ujar Axel bahagia. "Wah, masyaa Allah, alhamdulillah. Emang hebat anak Mama." "Pokoknya besok Mama harus ikut di wisudaku, sama adik-adik ya," ujar Axel. "Iya tentu aja, Sayang. Coba kamu kasih tahu Papa kamu biar dia juga mengatur jadwalnya." "Iyap Mah," jawab Axel. "Oh ya, sambil tolong dibujukin Papamu dong. Dia suka lembur, Mama nggak suka ...." keluh Lisa. Axel pun tertawa mendengarnya, "Siap, Mah. Semoga aja aku lekas bisa bantu Papa supaya Papa bisa lebih banyak istirahat sama Mama." "Aamiin, Mama juga berharap gitu, tapi Mama juga nggak mau kalau kamu maksain diri kamu. Kamu masih muda Sayang, perlu menikmati hidup juga jangan langsung kerja kayak Papa kamu. Gak ada waktu buat quality time sa
"Oom Kevan mau nikah Sayang, jadi besok kita kondangan," ujar Lisa pada anak perempuannya. Axel kini bukanlah Baby lagi, ia tumbuh menjadi anak laki-laki yang membanggakan. Ia sudah tau atas rencana pernikahan itu, bahkan ia tau bagaimana Kevan sulit move on dari ibunya yang ia cintai. Agak mengherankan memang ketika saingan cinta Max malah akrab dengan anak-anaknya, tak bisa dipungkiri itu karena seringnya Kevan bertemu dengan Max sebagai rekan bisnis. Namun, seiring berjalanannya kesibukan Kevan sebagai pimpinan perusahaan membuatnya jadi mudahh menerima ketanyataan bahwa Lies milik suaminya. "Yey! Ketemu Oom Kevan!" ujar Zahra senang. "Iya, Zahra mau ngado apa?" tanya Lisa padanya. "Apa ya?" balasnya berpikir. "Gimana kalau bola basket? Oom Kevan kan suka sasket," ujarnya. "Janganlab Sayang, kan dia lagi nikah bukan bhat ulang tahun. Kadonya yah buat Oom sama Tante bukan hanya untuk Oom." Zahra mengangguk-angguk, "Siap. Terus apa Ma?" Kini Lisa yang berpikir, tetapi Axel ya
Dua bulan terakhir ini Max terus mengganggu Lisa alias mengajaknya bercinta setiap malam, sehingga ia merasa cukup kewalahan dengannya. Namun, ia tidak bisa berkata kalau itu tidak menyenangkan, karena ia pun menikmatinya. Bagaimanapun, aktivitas itu adalah salah satu surga dunia yang Allah siapkan untuk pasangan halal. Tiba-tiba saat Lisa dan Max makan malam, Lisa merasa mual tak berkusuhadahan, sampai ia lemas karena kekurangan cairan. "Sayang, kamu gak papa?" tanyanya panik. Lisa sudah lelah dan tak kuasa untuk menjawab, sehingga Max langsung membawanya ke rumah sakit dengan tergopoh-gopoh. Sifa pun ikut panik melihat Nyonya-nya dibopong oleh sang Tuan, ia cemas. Ia sudah sembuh setelah istirahat dua bulan, mungkin awalnya trauma tetapi ia mulai kembali belajar mobil setelahnya. Meski bekerja dengan Nyonya yang merupakan istri konglomerat yang memiliki banyak musuh, Sifa masih tetap setia pada Lisa karena nominal gaji yang tinggi dan karena ia tidak yakin bisa menemukan bos se
Diana meminta maaf pada Lisa, ia minta maaf karena semua yang terjadi padanya adalah akibat dari ambisinya memisahkan mereka. "Aku minta maaf atas semua yang terjadi padamu, yah ... aku tau, maafku mungkin tidak berguna untuk sekarang tapi, aku berharap bahwa aku bisa menebusnya meski hanya sedikit." Lisa terdiam, kemudian kembali mengingat waktu-waktu ke belakang ketika Diana memperlakukannya. Diana bekerja sama dengan para wanita-wanita yang mencoba untuk mendekati suaminya. ia ingat ada luka yang ia terima dan semua hal tentang Diana. Hingga kemudian, ia mengangguk dan tersenyum pada ibu mertuanya. "Sejujurnya aku juga bukan orang yang baik, sehingga aku bisa mudah ikhlas dengan semua yang sudah terjadi, tapi aku sudah memaafkanmu, Mom. Aku kira kejadian-kejadian yang sudah berlalu biarlah menjadi masa lalu, aku harap kita bisa mulai akur dan membuka lembaran baru." ••• Lisa dan Diana berbelanja bersama di mall dengan bahagia, bahkan Diana membelanjakan banyak barang untuk men
Frans meminta maaf pada Max usai sadar dari mabuknya, Max pun memaafkannya menginat Frans masih berguna untuknya, hanya saja ia memanfaatkan momen itu untuk lebih mengikat Frans. Selain itu, Max juga meminta penjelasan dari sang ibu. Nafsunya untuk memisahkannya dengan Lisa ternyata membuatnya menarik beberapa bawahannya yang lemah untuk berkhianat. Diana pun minta maaf, ia juga menyesal karena Wina akhirnya bunuh diri karena keserakahannya. "Semua tak berguna sekarang Mom, aku tak tau kamu bertindak sejauh ini, lalu aku harus bagaimana?" Diana pun tak mengerti kenapa ia melakukan semua itu hanya karena keinginan terdalamnya yang tidak bisa dibujuk saat itu. Ia begitu mencintai anaknya sampai tak ingat apa-apa, mencintai tradisi dan darah biru yang ia sanjung-sanjung dalam hidup. Max masih sulit untuk memaafkan ibunya, semuanya jadi kacau karenanya. Alhasil Lorey menengahi anak dan istrinya lagi, meski sulit tetapi Max bisa memaafkan sang ibu. Apalagi saat itu Lisa bangun dan men
Di sebuah ruangan gelap, di mana Frans sedang hancur karena pujaan hatinya meninggal. Max menghampirinya bersama Edwin, si pemimpin pasukan keamanannya. Di sanalah Frans yang dalam keadaan mabuk pun jujur kalau ia tau Wina adalah seorang yang bekerja untuk Diana. Wina juga yang membuat kasus kejahatan Larissa lancar, Wina juga yang membuat ia kadang mencurangi informasi dan melambankan kinerja tim IT jika itu tentang Lisa, Wina juga yang membuat Baby lancar melakukan aksi pendekatan pada Max, semua di bawah perintah Diana. Frans juga tau kalau Wina menyukai Max alih-alih dirinya yang sudah bucin atau bulol padanya, tapi Frans tak perduli dan terus mencintainya. "Maafkan aku Bos, aku tahu Ini memalukan sebagai bawahanmu yang harusnya setia padamu, tapi karena cinta menggelapkan mataku dan membuat aku rela mencurangimu." Max masih diam mendengarkan penyesalan Frans yang mabuk itu. "Aku tau ini salah, tapi kalaupun aku diberi pilihan untuk memutar waktu, aku akan melakukan tindakan