Di hari yang sama Bryan diterima bekerja sebagai sopir Harry atas penilaian asisten CEO tersebut. Tapi tentu saja, semua persetujuan itu mengacu dari rekomendasi Jane.
Setelah kembali dari kantor AoS Fashion, Bryan segera kembali ke apartemen majikan barunya untuk menjemput Lizzie. Benar saja, si kecil tampak segar dan ceria setelah ditinggalkan bersama Jane.
Bryan juga senang karena putrinya tidak hanya disusui, tapi ia juga diberi stok ASI segar oleh Jane yang cukup untuk Lizzie semalaman. Ayah hebat itu berulang kali berterima kasih pada Jane karena banyak bantuan berharganya itu begitu berarti bagi Bryan.
***
Hari berganti dengan cepat. Harry yang baru saja bangun dari tidur lelahnya setelah bermain gila semalaman bersama Milan, mulai mencari ponselnya.
Sebagai petinggi perusahaan tentu saja dirinya harus up-to-date dengan berita yang rutin diberikan dari asistennya. Harry mulai membaca pesan yang mengantri untuk dibuka, dan setelah cukup banyak membaca, ia memutuskan untuk menghubungi asistennya.
Namun, ketika memeriksa bagian panggilan, sebelah alis Harry terangkat saat melihat panggilan telepon berlangsung beberapa waktu yang berasal dari Jane. Itu membuatnya bingung karena ia tidak merasa mengangkat panggilan tersebut.
“Kalau Jane menelepon di jam ini, bukannya aku sedang... bersama Milan?” gumaman malasnya berakhir dengan gerakan spontannya yang langsung duduk. Ia segera memosisikan duduknya dengan baik untuk menelepon Jane.
Bagaimanapun juga ia tidak ingin ada kecurigaan sedikitpun dari Jane padanya. Harry bahkan mengisyaratkan Milan yang baru keluar dari kamar mandi untuk tidak mengeluarkan suara apapun.
Beberapa detik menunggu akhirnya teleponnya tersambung dan suara Jane terdengar menyahut.
“Jane, kau meneleponku siang lalu? Maafkan aku yang tidak menjawab teleponmu, aku sedang sangat sibuk di sini. Kau juga tahu kalau Victor tidak ikut bersamaku, kan?” Harry segera bertanya dan mengklarifikasi tanpa menunggu jawaban Jane.
Namun, di seberang sana hanya memperdengarkan helaan napas berat.
‘Mama di sini. Katakan padaku apa yang harus kujawab kalau nanti mama menanyakan tentang... anak padaku?’ Jane bahkan memberi jedah saat bertanya. Itu membuat Harry terperanjat.
“Aku akan segera kembali. Alihkan saja pembicaraan yang sekiranya akan menjurus ke sana. Ajak saja mama berbelanja atau apalah. Kau tahu apa yang disukai mama, kan? Aku tutup teleponnya dulu.” dengan terburu-buru Harry menjawab. Setelah mencampakkan ponselnya yang sudah terputus sambungan, ia segera bergegas membersihkan diri.
***
Goldwin Estate, tempat di mana Jane dan Harry tinggal. Bangunan apartemen mewah di tengah kota itu berkilau disinari matahari pagi ini…
Di unit milik Jane itu, suara dan aroma daging sapi yang dipanggang kering di penggorengan saat ini mewarnai dapur tersebut. Tampak di sana Jane dengan rambutnya yang dikuncir kuda, tengah tekun menyiapkan makanan untuk mama mertuanya yang datang.
“Jane, apa masih belum siap juga? Sebenarnya kau sedang memasak apa? Apa kau sengaja ingin membuat mertuamu kelaparan, ha?!” dari belakang Jane, suara sang ibu mertua—Nyonya Betty, mendekat.
Belum lagi Jane menjawab, tangan sang ibu mertua langsung mencomot masakannya yang sudah lebih dulu diletakkan di piring saji, “Apa-apaan ini? Asin sekali!”
‘Meludah’
“Kau memang benar sengaja ingin membuat mertuamu mati cepat, ha? Mana bisa mama memakan makanan yang garamnya satu kilo seperti ini!” sambung Nyonya Betty mengejek masakan Jane. Tapi tetap, wanita berpenampilan heboh itu menyuapi sisa daging ‘asin’ di tangannya ke dalam mulut.
“Di mana pembantu kalian? Bisa-bisanya apartemen sebesar ini tidak mempekerjakan pembantu rumah tangga. Kasihan sekali anakku harus pulang ke rumah yang tidak beres seperti ini. Apa kau tidak bisa menyisihkan uang anakku untuk membayar pembantu?” sambungnya mengomeli anak menantunya.
Jane yang murung hanya bisa menghela napas berat sambil mengelap keringat di dahinya.
“Mama…” ucapnya yang kini terpaksa mengubah kemurungan menjadi senyum seolah tidak terjadi apa-apa, “Asisten Rumah Tangga di sini memang digaji sesuai pekerjaan mereka saja. Lagi pula aku dan Harry juga jarang di rumah. Kami lebih sering makan di luar. Jadi ART di sini hanya membersihkan rumah. Dan... bukankah ini juga hari libur, Mam?”
Jawaban Jane tidak bisa dibantah karena benar, itu juga karena mulut sang mama mertua sedang sibuk mengunyah comotan daging yang entah berapa kalinya dari piring saji tadi.
Melihat itu Jane kembali memperhatikan daging panggangnya.
“Jane, minggu ini ikutlah dengan mama ke rumah sakit!”
Jane kembali menoleh ke belakang, “Mama sedang sakit? Biar aku panggilkan dokter keluarga saja. Mama mau?”
“Ayolah, tidak usah berpura-pura terus seperti ini.” seketika celetukan Nyonya Betty kembali membuat Jane murung. Ia mulai tahu inti pembicaraan ini.
“Sudah empat bulan lalu kau melahirkan. Mama rasa sudah saatnya kau hamil lagi, Jane. Ingatlah, pernikahan kalian sudah lima tahun berjalan. Harry harus memiliki keturunan penerus nama keluarga kami.”
“Kau itu tidak mengerti apa memang kau yang tidak sadar diri, ha? Apa harus kau mendengar dari mulut mama mertuamu ini kalau kau itu perempuan bermasalah? Sejak dulu, ada saja permasalahan pada tubuhmu hingga kau berulang kali keguguran.“
Kata demi kata yang keluar dari bibir Nyonya Betty begitu menyakitkan. Dan kali ini, Jane sudah tidak tahan. Ia mematikan api kompor dan kemudian berbalik, “Mama, terima kasih sekali atas kepedulianmu pada kami. Tapi, bukannya dulu Mama dan Harry mendengar sendiri alasan aku selalu mengalami keguguran?”
Sanggahan Jane membungkam mulut Nyonya Betty. Memang benar kalau ia mendengar sendiri kalau sel pembuahan milik Harry sendiri yang bermasalah, ditambah lagi dengan pola hidup Harry yang suka minum dan merokok.
Kali ini ibu mertua Jane itu tidak bisa membantah. Akan tetapi, tidak membantah bukan berarti kalah. Nyonya Betty tetap ingin memojokkan Jane bagaimanapun caranya.
“Harry juga bilang padaku kalau kami harus pergi ke rumah sakit berdua saja. Tapi tentu saja saat Harry memiliki waktu luang. Mama juga tahu kalau dia memang sibuk sekali. Mama bisa lihat sendiri, hari libur seperti ini saja dia tetap bekerja.” dengan senyum yang terus ia paksakan, Jane menjelaskan dan sang mama mertua akhirnya menyerah.
“Ya sudah, mama akan mengerti privasi kalian. Tapi coba dengarkan mama yang satu ini, Jane.” ucapnya lagi dan Jane semakin serius mendengarkan, “Mama dengar posisi kepala manajer perusahaan kosong. Bukannya bagus kalau jabatan itu diisi dengan orang kita sendiri daripada diserahkan ke orang luar?”
‘Kenapa sekarang malah memilih topik tentang perusahaan?’ Jane berucap miris dalam hati.
“Aku tidak bisa mengambil keputusan, Mama. Itu wewenang papaku sebagai pemilik perusahaan. Lagi pula, posisi kepala manager memang haruslah orang kepercayaan papaku. Jadi untuk apa kita repot memikirkan itu? Memangnya siapa yang menurut Mama cocok untuk diajukan ke posisi itu?” masih dengan senyuman, Jane menjawab tenang.
“Kau bisa membujuk Tuan Steven untuk memberi jabatan itu pada Milan. Dia adalah teman kecil Harry, kau kenal dia juga, kan? Dia itu wanita idaman mertua. Sudah cantik, wanita karir, menurut pada orang tua.” Nyonya Betty bahkan tidak sedikitpun merasa bersalah menyebut nama wanita lain pada menantunya. Ia terus meninggikan Milan di depan Jane seolah menjelaskan perbandingan keduanya.
‘Dia lagi... Apa tidak cukup suaranya saja yang kudengar sebelumnya? Apa aku juga harus tuli untuk mendengar namanya yang terus disebutkan?’ Jane berujar lagi dalam hati. Ia jelas begitu sedih.
“Mama, bisa tolong jangan—“
‘Ding... Dong…’
Baru saja Jane ingin menjawab agar ibu mertuanya berhenti menghina dan membandingkan dengan wanita lain, tapi suara bel pintu membuyarkan percakapan mereka dan Nyonya Betty begitu cepat melangkah ke depan pintu.
“Ya ampun, kalian sudah datang? Ayo, masuklah!” Nyonya Betty menyambut kedatangan orang-orang di depan pintu dengan gembira. Ya, ternyata dia mengundang teman-teman sosialitanya datang ke rumah anak dan menantunya.
Sementara Jane hanya bisa mengelus dada dan menghela napas tidak berdaya, ‘Kenapa Mama tidak mengatakan kalau mengundang teman-temannya padaku? Padahal aku ingin mengambil waktu untuk bicara dengan Harry saat dia pulang siang ini.’ batinnya lagi.
Begitulah hidup Jane yang berat. Ia harus mengalah dan menuruti apa yang ibu mertuanya katakan. Bagaimana pun juga, ibu mertua yang cerewet seperti Nyonya Betty tetaplah orang tua baginya.
“Jane, ambilkan minuman untuk tamuku, ya!” panggilan yang tiba-tiba formal dari sang mertua membuyarkan lamunan sesaatnya.
“Baik, Ma…” sahutnya dari dapur.
Di sebuah tempat bernama Taman Eden, Bryan sedang merekam keceriaan sambil mengawasi Sunny dan Shine yang sedang berlarian mengejar kupu-kupu yang beterbangan di padang rumput indah di sana. Para pria kecil tampan itu kini genap berusia dua tahun.Sunny dengan rambut hitam sedikit ikal khas ayahnya, berlari mengejar kupu-kupu yang sempat hinggap di ujung rambut coklat adiknya–Shine. Mereka kembar identik dengan semua kemiripan yang nyaris sama. Hanya warna rambut mereka yang membedakan keduanya. Sunny berwarna rambut si ayah, sedangkan Shine memiliki tipe dan warna rambut ibu mereka.Lalu, di mana Jane saat ini?Jane masih di kawasan yang sama. Ia ditemani Lizzie yang saat ini berdandan cantik seperti sang mama. Si cantik Lizzie menaruh seikat bunga mawar putih di atas sebuah pusara yang terdapat foto wanita yang kecantikannya mirip Jane.“Ibu, aku datang. Maaf karena lama sekali aku tidak mengunjungi Ibu.” ucap Jane sambil memandangi foto ibunya lalu ke arah Lizzie, “Tapi kali ini ak
“Hi, welcome back to my channel! Super Dad kembali menyapa kalian, haha! Bagaimana kabar kalian semua, huh?” Dengan headphone menutupi telinga, Bryan duduk di depan layar komputernya, menyapa para penonton dunia maya yang saat ini sedang berinteraksi dengannya. Ya, setelah dua bulan lamanya hiatus, Bryan baru kembali membuka live-nya lagi. Itu juga karena bujukan Jane setelah Mia merengek padanya agar Bryan mau melakukan Live lagi. Mia dan Miquel kelimpungan menanggapi para klien yang produknya harus segera direview secara live oleh Bryan.Alasan Bryan menolak tidak melakukan live karena ia sedang menikmati masa indahnya mengurus si kembar. Ia tidak ingin diganggu saat memerankan tokoh ayah hebat bagi Lizzie, Sunny, dan Shine.‘Akh, Papa Lizzie! I miss U so much!’‘Woah, papa superku akhirnya kembali!’‘Bryan sayang, kenapa kau baru muncul?’‘Seratus penonton pertama hadir!’‘Bla… bla… bla…’Bryan tersenyum membaca satu-persatu komentar di kolom chat yang membanjiri live-nya saat in
Berkat usaha Bryan yang terus menghujani Jane dengan cintanya sepanjang malam saat itu, Jane akhirnya mengandung bahkan dua sekaligus. Hari ini si kembar pun telah dilahirkan dengan sehat dan selamat, berikut sang ibu yang sudah merasa lebih baik.Ternyata, perpisahan itu tidak selamanya menjadi duka. Buktinya, kepergian Bryan saat itu masih meninggalkan kebahagiaan di rahim Jane sehingga membuatnya masih bisa bertahan dalam kesepian.Harry juga meninggal, menambah duka besar untuk Jane. Tapi itu adalah takdir yang memang harus berjalan.Umur Harry sudah ditakdirkan berakhir, dan bersamaan dengan itu datang kebahagiaan baru bagi Jane. Bryan kembali dan bayi kembar mereka lahir ke dunia, menggantikan sakit, duka, dan hancurnya hati Jane selama berbulan-bulan.Ya, kini hari berjalan seperti semula. Bahagia, ceria, dan penuh cinta. Terlebih dengan hadirnya dua bayi tampan di keluarga mereka. Kebahagiaan mereka terasa lengkap dan sempurna.*** Pagi-pagi sekali ruangan di mana Jane dirawa
Bryan terkulai lemas dan menjatuhkan kasar tubuhnya ke sandaran bangku taman. Tanpa suara untuk menanggapi, tanpa suara isakan tangis, Bryan memejamkan matanya hingga air mata itu tumpah mengalir dengan derasnya."Sekarang kau sudah tahu fakta yang sebenarnya, kan? Temani Jane yang pasti membutuhkanmu di sampingnya, Bryan." ucap Tuan Steven sembari menepuk lutut Bryan sebelum pergi meninggalkan menantunya itu.Baru saja orang tua itu ingin beranjak dari sana, suara kegaduhan terdengar dari arah rumah duka. Nampak di sana banyak orang yang sibuk dan panik. Tidak lama, terlihat beberapa pria membopong seseorang yang sepertinya pingsan.Mata Tuan Steven segera melebar kala menyadari orang yang dibopong keluar dari rumah duka adalah putrinya sendiri.“Bryan, cepat ke sini!” panggilnya pada Bryan yang segera terkesiap saat menyadari keadaan. Ia berlari sekuat mungkin untuk menghampiri kerumunan orang yang membopong istrinya.“Jane, kau kenapa, Sayang? Buka matamu dan lihat aku, Jane!” pang
‘Bryan, Harry sudah tidur dengan tenang…’Ucapan Paman Tim lewat panggilan tersebut membuat Bryan menghentikan niat awalnya yang ingin langsung mengakhiri sambungan telepon mereka. Ia masih insecure pada dirinya sendiri untuk berhadapan dengan Jane lagi."Jangan bercanda, Paman. Ini tidak lucu sama sekali. Tidak baik bercanda seperti ini, Paman,” ucap Bryan menyangkal tidak percaya saking terkejutnya.Bryan terus diam sembari mendengarkan ucapan demi ucapan yang Paman Tim ceritakan padanya. Demi apapun, saat ini tubuh Bryan bak tidak bertulang. Bagaimana mungkin Harry benar-benar meninggalkan. Jane seperti itu, sementara dirinya sudah merelakan Jane padanya? Setidaknya Harry harus sehat kembali dan hidup baik dengan Jane. Bryan sungguh tidak dapat menerima kabar sedih itu.Setelah mendengar hal itu, Bryan memutuskan untuk datang kembali ke London dan melihat langsung keadaan suasana duka di sana. Bersama Mia dan Miguel yang membawa Lizzie.Seperti apa hancurnya hati Bryan saat ini han
“Tuan Bryan, aku sudah membuat reservasi. Aku seorang penggemarmu. Ayo, duduk bersama di mejaku saja!”“Tuan Bryan. Kumohon berfoto denganku. Aku fans-mu, Papa Lizzie!”“Ya Tuhan, kau lebih gagah dari yang kulihat di Youyube!”“Lizzie, Sayang. Aku ingin menjadi ibumu! Akh!!!”Banyak sorakan dari banyak penggemar yang kesemuanya nyaris wanita. Semuanya berteriak memanggil sosok pria tampan nan gagah yang saat ini menggendong bayi satu tahun setengah di pelukannya.Ya, pria itu tentu saja Bryan dan Lizzie. Kini mereka menjadi pusat perhatian dari para penggemarnya saat baru saja memasuki area wawancara yang diadakan di sebuah mall terkenal di kota kelahiran Lizzie.Setelah berpisah dari Jane dan pergi dari kehidupan mewah, Bryan membawa Lizzie kembali ke negara asal Bryan. Di sana ia memulai kembali hidupnya bersama putri kecilnya.Mulai lagi dari titik nol seperti dulu, tapi pria itu tidak menjadi buruh konstruksi seperti dulu, melainkan membuka usaha sendiri dengan uang tabungan yang