"Tadi sudah aku jelaskan secara rinci. Bagaimana merawat bayi dengan benar."
"Oh iya, aku lupa ... bayi Tuan David habis mengalami dehidrasi, jadi kamu harus menyusuinya sesering mungkin!" Dilara lantas mengangguk saat mendengar penjelasan dari dokter anak mengenai cara merawat bayi dengan baik. Lebih dari satu jam, ia menerima pelatihan dan penjelasan dari mereka yang berada di ruangan bersamanya. Meski demikian, Dilara takut kalau sampai dirinya itu melakukan kesalahan karena ia harus menyusui dan merawat seorang bayi yang notabene bukan anak kandungannya. Bahkan, semua itu hanyalah sebuah pekerjaan…. "Saya mengerti! Saya akan melakukannya dengan sangat baik!" ujar Dilara pada akhirnya, sembari menyembunyikan wajah yang masih babak belur dan bengkak. Ada rasa malu dengan penampilannya ini. Namun, dia harus tetap tegar demi keberlangsungan hidupnya dan balas budi pada sang ayah. Satu hal lagi … demi mencari tahu kebenaran perihal anak kandungnya. Entah mengapa, Dilara merasa ada yang ganjal dengan pemandangan yang ia lihat beberapa waktu lalu. Jika dia bekerja dengan baik, mungkin Tuan David yang tampaknya memiliki power ini, mau membantunya? "Baik, kalau begitu. Kami semua permisi dulu!" ujar dokter anak itu untuk berpamitan, lalu diikuti oleh beberapa perawat. Mereka meninggalkan Dilara sendirian dengan bayi di dalam kamar. Ajaibnya, bayi itu seolah terbangun dari tidurnya. Refleks Dilara pun menggendong dan memangku bayi itu lalu menyusuinya. Seperti yang ia lakukan satu jam lalu sebelum mendapatkan ilmu dan penjelasan dari para tenaga medis. Dengan cepat, bayi itu meminum asi miliknya dengan sangat rakus. “Lucunya,” lirih Dilara tanpa sadar melihat bayi itu. Hanya saja, tak lama Dilara pun meneteskan air mata–teringat dengan bayi yang ia kandung dan juga lahirkan…. Ceklek! Pintu ruangan tiba-tiba dibuka oleh David dari arah luar. Pria itu tampak terkejut. Hanya saja melihat Dilara yang hanyut tidak menyadari kehadirannya–membuat David mencoba menenangkan diri. Tanpa sadar, David memperhatikan bagaimana wanita itu fokus pada anaknya. "Bayi pintar, menyusunya yang banyak biar cepat besar," ujar Dilara dengan suara lembut dan tulus sembari mengelus dahi bayi David. Bahkan, naluri keibuannya mendadak muncul, hingga Dilara hendak mencium dahi bayi yang ada di pangkuannya. Namun, tiba-tiba suara baritone David menghentikan aksi Dilara, "Stop! Jangan sembarangan cium bayiku! Tugasmu hanya merawat dan memberikan dia asi.” Deg! “Tuan David?” Dilara terkesiap saat menyadari keberadaan sang majikan. Bahkan, ia buru-buru memperbaiki pakaiannya dan meletakkan bayi itu ke dalam box bayi. "Ba–baik, saya akan melakukannya dengan sangat baik!" ujarnya menundukkan wajah–menahan malu. "Bayaranmu 20 juta per bulan dan sudah aku kirimkan ke rekening ayahmu. Nantinya, akan ada bonus jika kau merawat anakku dengan baik. Tapi ... Jika kau sampai membuat anakku sakit, aku jamin pasti akan memberikan hukuman padamu!” tegas David membuat Dilara meremang. "Sekali lagi, mohon maafkan perlakuan saya yang lancang," ujar Dilara, lagi. Tanpa mengucapkan sepatah kata, David pun pergi meninggalkan Dilara yang masih membungkukkan badan. Ceklek! Setelah mendengar suara pintu itu ditutup, Dilara baru mendongakkan wajahnya. Sakit hati. Itulah yang dia rasakan. Tapi, Dilara berusaha menguatkan dirinya. “Setidaknya, tempat ini jauh lebih baik dibandingkan penjara." Jangan sampai, dirinya stress dan membuat produksi asinya terganggu….Ini adalah satu-satunya cara untuk dia bertahan dan juga mencari tahu kebenaran akan anaknya.
***
"Kakek, Ara ingin baju disney itu! Tapi harganya sangat mahal..."Dilara kembali merasa sesak.
Mimpi ini lagi.
Ada seorang gadis kecil yang bernama Ara yang berada di pusat pembelanjaan yang terlihat besar dan juga mewah.
Lalu, ada seorang Kakek yang akan tertawa meresponsnya. "Sayang, jangan pernah memikirkan harga. Kamu adalah cucu Kakek satu-satunya yang mewarisi seluruh harta kekayaan Kakek. Bahkan mall besar ini adalah milikmu. Semua yang kamu minta, pasti akan kamu dapatkan!"
Gadis kecil yang bernama Ara terlihat merespon ucapan kakeknya dengan senyuman bahagia, lalu ia berlari ke arah toko baju disney itu untuk mencoba beberapa gaun.
Lalu pria tua itu nampak tersenyum melihat cucunya yang terlihat bahagia.Hanya saja, itu tak berlangsung lama.
Seorang pria kekar berpakaian tuksedo hitam tampak terburu-buru. "Maaf, Tuan Ditya, ada telepon dari kantor polisi. Mereka mengatakan mobil yang ditumpangi anak dan menantu Anda masuk ke dalam jurang aliran sungai X."
Kakek Ditya terkejut--tak mampu mempercayai apa yang baru saja didengarnya. "Kita harus segera ke TKP. Pasti ini ulah keluarga Moyes," ujarnya pada sang pengawal--berusaha mengendalikan perasaan sedih, geram, dan marah yang kini berkecamuk dalam dirinya."Sayang, kita pilih bajunya besok saja ya," kata Ditya dengan lembut pada cucunya yang sedang asyik memilih baju di bagian Disney anak-anak. Ia menghampiri Ara, cucu tunggalnya, berusaha menyembunyikan perasaan sedih dan khawatir agar tidak membuat gadis kecil itu merasa cemas.
"Kakek, aku sudah punya pilihan! Aku ingin baju warna kuning Cinderella itu!" kata Ara sembari menunjuk ke arah sebuah baju. Ditya menatap cucunya dengan perasaan sayang, berjanji dalam hati untuk melindungi Ara dari semua ancaman dan bahaya yang mungkin mengintai keluarganya. Meski perasaan cemas dan marah masih menghantui, Ditya bersumpah akan menyelesaikan masalah ini secepatnya. “Okey, kita ambil yang ini. Habis ini, kamu ikut Kakek untuk menemui kedua orang tuamu,” ujar Ditya dengan senyum pahit. "Kakek, bukanya Daddy dan Mommy baru berangkat pagi ini ke luar negeri? Kok mau ketemu lagi? Soalnya tadi pagi Daddy bilang sama Ara, kalau dia akan pulang lama sekali dari luar negeri," sahut Ara polos."Itu...."
Alfa sudah tahu, tentang kekacauan pesta ulang tahun keponakannya yaitu Dinara bahkan menelan banyak sekali korban. Walaupun beberapa berita sudah tidak meninggalkan jejak, Alfa yang juga memiliki IQ yang tinggi tentu saja dengan mudah membuka kodenya. Didalam mobilnya, Alfa bertanya pada asisten pribadinya. "Apakah penembak jitu dan ninja yang kita sewa sudah standby disana?" "Sudah Tuan, ada 100 penembak jitu dan 200 ninja yang mengepung disana. Bahkan 200 orang kita lagi juga akan datang menyusul," sahut asisten pribadinya. Alfa tersenyum puas. Walaupun dia harus menguras dua pertiga hartanya untuk melakukan penyerangan sekarang ini. Dia sama sekali tidak keberatan, mengingat semua hal yang terjadi sekarang ini akibat ulah putranya. "Aku harus melakukan perhitungan pada Laras!" Tak berselang lama, mobil yang ditumpanginya berhenti di mansion mewah milik David. Bangunan yang sebelumnya terkena bom, sekarang sudah diperbaiki. Laras sedang duduk santai dihal
"Dinara, kamu tidak perlu malu. Karena bagaimana pun juga kamu adalah pewaris tunggal semua kekayaan milik mamah dan juga ayah," ucap Dilara lembut pada putri semata wayangnya Dinara. "Tapi Mah, aku itu gak suka dandan sama berpakaian lebay seperti ini." kilah Dinara yang notabene memiliki watak tomboy. Berdandan cantik seperti seorang Princess sungguh hal yang Dinara benci. "Dinara kamu itu seorang perempuan. Dan pengumuman ini di lihat oleh banyak orang, apakah kamu ingin membuat ke dua orang tua mu ini malu?" Dilara berusaha keras untuk menasehati putrinya. Wajah Dinara semakin buruk, tapi dia tentu saja tidak bisa menolak keinginan ibunya. "Melihatmu dengan kaos oblong dan juga celana jeans bolong bolong!" tegur Dilara, suaranya terdengar masih begitu lembut. Karena Dilara tahu dan juga hafal watak putrinya. Semakin di kerasi, Dinara malah akan semakin memberontak. Ekspresi wajah Dinara tiba- tiba berubah ceria. "Tapi nanti aku memperkenalkan pacar ku ya, Mah!"
Dilara merasa bingung memikirkan dampak yang mungkin terjadi setelahnya, namun hati nya yakin bahwa ini langkah yang baik agar Dinara dihormati dan bisa menerima tanggung jawab yang sesuai dengan posisinya yaitu sebagai pewaris tunggal. "Semoga keputusan kita ini tepat, sayang, dan Dinara bisa menjadi pewaris yang baik dan dapat mengendalikan kekayaan keluarga dengan bijaksana," harap Dilara. "Namun, alasan ku bukan itu saja... Saatnya semua orang tahu bahwa Dinara adalah putri keturunan orang berpengaruh di negeri ini. Saatnya mereka tunduk padaku," ujar Dilara dengan yakin, wajahnya menunjukkan tekad yang kuat. Beberapa hari lalu, saat Dinara sedih. Dilara sudah memikirkan dengan matang, bisa jadi alasannya putrinya sedih karena menindasnya. Walaupun dia tahu, putrinya tomboy dan tidak mudah ditindas. Tapi bukankah hal itu bisa saja terjadi? Dia teringat masa lalunya yang penuh dengan kesusahan dan kehilangan. Ketika ia hidup dalam kemiskinan, tanpa uang dan menjadi bulan-b
Saat Devan baru pulang dari sekolah, ada seorang pria paru baya yang mengejarnya. Pria paruh baya itu memiliki bekas luka yang sangat mengerikan. Devan tidak bisa mengenali dengan jelas, wajah pria itu. "Apakah kamu mau ikut denganku? Laras dan Etnan bukan kedua orang tua kandungmu!" ujarnya, tapi Devan tidak percaya. Dia malah pergi meninggalkan pria itu seraya mengumpat, "Dasar gila!" Lalu Devan buru-buru masuk ke dalam rumahnya. Sementara Pria itu hanya bisa memandang punggung Devan yang menjauh. Seorang pria menghampirinya, "Tuan Alfa. Apakah kita perlu memaksanya dengan menunjukkan bebarapa bukti." "Nggak perlu, aku nggak ingin terlalu memaksanya. Laras itu terlalu licik, bahkan dia adalah orang yang menjebak ku dan Keira." "Gara-gara dia, Keira sudah tiada. Bahkan dia juga sengaja menyiksa Devan selama ini!" imbuh Alfa. Pria yang ingin menemui Devan adalah Alfa Moyes, sepupu David. Dari awal Alfa memang berniat untuk jujur tentang Keira yang menga
Semakin mendapatkan penolakan dari Devan, Dinara malah akan semakin mengejarnya. Sementara itu, didalam kelas. Mara bingung, melihat Devan yang dulu pernah menolak cintanya, tapi tiba-tiba berubah terus menempel padanya. "Devan, apakah kamu ingin membuat Dinara cemburu dengan kedekatan kita?" tanya Mara yang bisa mengerti isi hati Devan. Tapi bisa dekat dengan Devan sebagai sepasang kekasih adalah impiannya, Mara tahu. Hati Devan hanya untuk Dinara. Devan diam. Mara yang tahu kepribadian Devan lebih dari siapapun memilih untuk tidak memaksa. Bahkan dia juga tahu, tentang perilaku keji Laras pada Devan. Sepulang sekolah, Dinara yang sudah selesai mengerjakan ujian terakhirnya menunggu Devan. Dinara bersender pada dinding, wajahnya sangat cantik dan kulitnya seputih salju. Walaupun Dinara memiliki gaya tomboy, tapi hal itu malah menambah kecantikan dalam dirinya. Devan masih bisa merasakan, jantungnya berdegup begitu kencang. Namun, dia yang dari a
Etnan bingung, melihat istrinya yang tiba-tiba bersikap baik kepada Devan. Bisanya istrinya akan memberikan makanan sisa atau hanya tempe dan sayuran, itu pun hanya diberikan sedikit. Tapi hal yang sekarang ini terjadi sungguh berbeda. Melihat pandangan suaminya, Laras pun bertanya, "kenapa melihatku seperti itu?" Etnan buru-buru menggeleng, tapi sebelum dia bisa melanjutkan ucapannya. Laras berkata lagi, "Bukankah katanya kamu ingin aku baik kepada Devan? Tapi aku baik seperti ini, kenapa kamu malah heran?" Etnan yang tidak mau terus bertengkar didepan Devan memilih mengalah, mengingat hari ini adalah momen yang paling ditunggu oleh anak yang sangat disayanginya itu. Ia memilih diam dan melanjutkan makanan didepannya. Laras memberikan sesuatu pada Devan, "tolong nanti serahkan ini pada pacarmu!" "Boneka?" Tanya Devan memasang ekspresi bingung. "Aku nggak tahu, Mah. Dinara suka atau tidak?" Etnan yang mendengar nama Dinara disebut, sontak merasa tidak asing dengan