“Kau benar-benar tidak bisa dikendalikan malam ini,” cetus Morgan dengan napas yang masih terasa berat.“Simpan keluhannya untuk besok pagi, Tuan Morgan.” Sydney hanya tersenyum tipis dan menatapnya dengan mata mengantuk.Tidak sampai semenit, kelopak mata Sydney mulai menutup. Morgan menyaksikan istrinya tertidur begitu cepat dengan rambut terurai di atas bantal.Dada Sydney naik turun dengan perlahan, menandakan napasnya yang teratur. Morgan mengulurkan tangan dan merapikan selimut yang sedikit turun, lalu mencium kening Sydney dengan lembut.“Aku akan segera kembali,” bisik Morgan pelan.Morgan bangkit dari ranjang dan mengenakan pakaiannya satu per satu. Dia bergerak pelan agar tidak mengganggu tidur istrinya.Setelah itu Morgan melangkah keluar dari kamar sambil menutup pintu dengan hati-hati, dan pergi menuju ruang kerjanya. Dia masih harus melakukan banyak hal.Begitu pintu ruang kerja yang dia datangi dari arah ruang pengawas CCTV terbuka, aroma soda manis langsung tercium.Ke
Sydney yakin ini bukan jebakan, apalagi keputusan impulsifnya lagi. Ini murni perasaan seorang ibu yang tidak ingin melihat seorang bayi tersiksa, padahal Sydney tahu dia bisa membantunya.Sampai saat ini, ASI Sydney masih sangat banyak. Walaupun yang si kembar minum juga menjadi lebih banyak daripada saat mereka masih bayi, mengingat kebutuhan nutrisi mereka meningkat seiring dengan bertambahnya usia mereka.Masih ada beberapa stok ASI yang selalu Sydney simpan di dalam kulkas setiap harinya, itu mungkin bisa dikirimkan untuk Axena.“Ya, aku tidak perlu menyusui Axena langsung. Cukup dikirimkan saja,” ucap Sydney pelan pada dirinya sendiri.Sydney masih memegang ponsel dan matanya terus terpaku pada foto bayi mungil dengan tubuh penuh selang yang baru saja dikirimkan Lucas.Tiba-tiba, ponsel Sydney berdering. Nama di layar membuat jantungnya sedikit berdegup lebih cepat.“Lucas,” ucap Sydney kesal.Sydney menggeser ikon
“Astaga, Lucas,” desis Sydney sambil menatap layar ponselnya.Pesan itu akhirnya Sydney baca juga setelah beberapa menit menatap nama pengirim dengan perasaan campur aduk.Sejenak Sydney berharap isinya hanya basa-basi atau kabar biasa. Namun, kalimat pertamanya saja sudah mengirimkan denyut tidak nyaman ke ulu hati Sydney.[Malam ini kondisi Axena kritis. Bayiku prematur dan ada beberapa organnya yang belum sempurna. Dia sangat disarankan minum ASI, tapi Vienna tidak banyak memproduksinya. Saat kami mencoba memberikannya susu formula, itu justru memperburuk kesehatannya.]Sydney mengembuskan napas kasar, seperti hendak membuang segala kejengkelan yang sudah menggumpal sejak di rumah sakit tadi.Dia bukannya tidak punya simpati untuk bayi malang itu, tetapi cara Lucas menyampaikan ini terasa seperti memaksanya untuk ikut terlibat secara emosional.“Ada apa dengan pria ini?” tanya Sydney pelan sembari memutar bola mata.Sydney mengingat kembali tatapan Lucas di lorong rumah sakit tadi
Merasa Morgan mengeluarkan aura permusuhan yang sangat jelas, Sydney langsung menggeleng cepat ke arah Lucas sebagai tanda supaya pria itu berhenti.Lucas buru-buru menunduk.“Maafkan kelancangan saya, Tuan,” ucap Lucas tidak berani menatap langsung ke arah Morgan.Morgan masih menatap Lucas seperti elang mengawasi mangsa, tetapi genggaman tangan Sydney di lengannya seketika menghangatkan sedikit dingin yang membeku di tubuhnya.Sydney mengeratkan genggamannya, berusaha mencairkan suasana.“Kau sendiri bagaimana? Ada urusan apa datang ke rumah sakit?” tanya Sydney berpura-pura perhatian.Lucas tampak ragu sejenak, tetapi akhirnya dia menjawab, “Axena, bayi saya dan Vienna, masih berada di NICU.”“Bukankah bayi kalian sudah lama lahir? Ada apa?” tanya Sydney lagi sambil mengangkat kedua alisnya.Lucas menarik napas dalam dan mengangkat bahu.“Paru-parunya tidak berkembang sempurna sejak lahir. Sudah lama dia ada di ruang intensif, dan–”“Itu balasan perbuatan kedua orang tuanya. Ayo, k
“Apa Dokter baru saja bilang dua kantung?!” Sydney nyaris menjerit dan tubuhnya refleks bangkit, tetapi Morgan cepat menahan wanita itu dengan menggenggam lebih erat tangannya.“Tenang, Darling,” pinta Morgan berusaha menenangkan.“Ya, Nyonya. Ada dua bayi kembar, mereka pasti tumbuh dengan baik sejak awal kehamilan,” jawab dokter ikut tersenyum.Sydney mematung. Kesadaran wanita itu melayang, terlalu larut dalam bayangan-bayangan di kepalanya. Satu saja sudah merupakan anugerah, tapi dia diberikan dua.Setelah semua badai yang Sydney lalui, pelangi yang datang indah sekali. Ada dua kehidupan yang tumbuh dalam perutnya.Air mata yang sudah menggenang sejak tadi akhirnya tumpah begitu saja. Sydney menggigit bibir saat menahan isak tangisnya.Morgan segera membungkuk dan merangkul Sydney.“Selamat, Darling. Selamat,” bisik Morgan di telinga istrinya.Mata Morgan juga sedikit berkaca-kaca, meski pria itu tetap beru
Tidak banyak yang tahu jika setelah menikah Sydney dan Morgan rajin mengetes kehamilan, tetapi hasilnya selalu berakhir satu garis.Dan sekarang, setelah mereka mengujinya beberapa kali, hasilnya tetap saja menunjukkan garis dua.“Sebelum memberikan test pack itu padamu di teras belakang, aku juga sudah mengulang tesnya beberapa kali, Honey,” rajuk Sydney sambil bersandar pada dinding kamar mandi yang dingin.Morgan tidak menjawab. Pria itu meremas pinggiran wastafel, sementara matanya terpaku pada deretan test pack yang terhampar rapi di atas handuk bersih.Semua menunjukkan dua garis. Wajah Morgan terlihat serius, tetapi tatapannya berkaca-kaca. Satu kata pun tidak lolos dari bibirnya.“Walau sebenarnya aku masih ragu karena aku tidak merasakan mual atau tanda hamil lainnya,” lanjut Sydney lirih.Tidak lama kemudian, Morgan menyadarkan diri dari lamunan. Tiba-tiba pria itu memutar tubuh menghadap Sydney dan mengangkat wanita it
“Aku pasti terlalu lelah mengurus Vienna, jadi sensitif padamu.” Ucapan itu meluncur dari bibir Lucas sambil mengembuskan napas berat.Seolah beban dunia bertengger di pundaknya, pria itu menunduk dan mengusap wajah dengan kedua tangan.Sydney yang mendengar itu, kembali mengukir senyum sinis.‘Ya. Kau pasti lelah. Ini pertama kalinya kau menemani wanita melahirkan. Kau tidak ada untukku saat itu, Lucas,’ batin Sydney dingin.Saat melahirkan, Sydney hanya ditemani oleh ibunya. Lucas bahkan baru menemui Isaac saat bayi itu berusia satu minggu.“Biar aku simpan parfum darimu untuk Vienna,” lanjut Lucas berusaha menahan Sydney supaya urung menutup teleponnya.‘Bagus sekali!’ Sydney hampir tertawa kecil. ‘Kau memang akan aku jadikan senjata untuk memberikan karma pada Vienna.’“Oke. Ada perlu lain?” tanya Sydney kemudian. “Aku agak sibuk.”Sydney kembali bersikap jual mahal. Dia menggunakan strategi dengan bermain tarik-ulur pada Lucas. Tentu saja kali ini Sydney yang memegang talinya.“U
Jantung Lucas berdegup kencang. Dia yakin, sepenuhnya yakin bahwa itu karena amarahnya terhadap Vienna.Agak lama, Sydney baru mengangkat telepon Lucas.“Halo, Lucas?” sapa Sydney penuh tanda tanya.Lucas tercekat.Sydney menggunakan suara yang sama saat dulu wanita itu selalu membangunkannya di pagi hari, menyebut namanya dengan senyum, lalu perlahan menjauh sejak rumah tangga mereka runtuh.Hanya dua kata, tetapi cukup untuk meruntuhkan pertahanan Lucas yang saat ini memang sedang rapuh.Lucas mengepalkan tangan dan mencengkeram lututnya yang terbuka di depan bangku taman rumah sakit. Napas pria itu tercekik sesaat.Lucas menunduk dan memejamkan mata, berusaha menyingkirkan kenangan yang mendadak datang seperti ombak deras.“Sydney.” Lucas perlahan membuka mulut. “Apa kau sedang bersama Tuan Morgan? Jika ya, aku akan bicara lain waktu.”Kalimat itu keluar begitu saja, terdengar terlalu ramah bahkan bagi diri Lucas sendiri. Pria itu sampai memutar matanya.‘Bodoh. Kenapa nada suaraku
Perawat itu tampak cemas. Bibirnya bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu, tetapi tidak ada kata apa pun yang keluar.“Saya benar, kan? Kau tidak tahu siapa yang mengirim? Pergi! Bilang juga pada atasanmu kalau saya ingin ganti perawat!” bentak Vienna sambil melambaikan tangan dengan kasar.Perawat itu tersentak. Kedua tangannya refleks merapat ke dada.“Tapi, Bu—”“Kau tuli? Aku bilang bawa pergi! Keluar!” Vienna menunjuk pintu dengan tatapan menusuk.Suara wanita yang baru saja melahirkan melalui operasi itu menggema di dalam kamar VIP yang mewah.Perawat itu menunduk. Setelah menata langkah cepat-cepat, dia pun meninggalkan ruangan tanpa berani bicara sepatah kata lagi.Vienna mengembuskan napas dengan kesal. Dengan satu tangan yang masih lemah, dia membuka kotak beludru hitam yang barusan diberikan.Kilauan botol parfum berwarna amber dengan detail keemasan langsung menyambut mata Vienna. Bentuk elegan dan lekukannya sempurna, mengundang siapa saja untuk menyemprotkannya.Vie