“Duduklah. Pilih saja sofa yang menurut kalian paling nyaman.” Sydney mempersilakan. “Asal jangan merebut milik orang lain.” Vienna menoleh tajam sambil mengernyitkan dahi. Dan Sydney membalas tatapan tidak ramah itu dengan tersenyum lebar. Tidak ingin terlalu lama di mansion yang mengeluarkan aura gelap ini, Roman menarik Vienna untuk duduk. Mereka memilih sofa di hadapan Sydney. Masih terlihat jelas amarah dan kesal yang menghiasi wajah keduanya. Sementara Sydney duduk dengan tenang. Dia bersandar santai di kursi besar berwarna abu gelap sambil melipat tangan di depan dada. Sydney memberikan tatapan menusuk pada Vienna dan Roman, menunggu siapa di antara mereka yang cukup berani untuk mulai bicara lebih dulu. Roman sibuk merogoh tas kulit yang diletakkan di lantai. Kemudian dia menarik sebuah map tebal berwarna hitam, lalu melemparkannya kasar ke atas meja kaca. Brak! Sydney berkedip pelan. Dia menundukkan pandangan untuk menatap map itu tanpa mengubah posisi duduk. Suasana
“Di kamar, Nyonya,” jawab Layla bersikap waspada. “Saya sudah meminta Celia dan Miran untuk tidak membawa mereka keluar. Saya juga sudah menyuruh semua pekerja mansion untuk tidak memanggil Nyonya Sydney dengan panggilan ‘Nyonya’ selama Ibu Vienna dan Pak Roman ada di sini.” Bukan tanpa alasan Layla menjadi senior dan dipercaya cukup lama oleh Morgan. Wanita paruh baya yang kadang bermulut pedas itu memang cepat tanggap. Sydney mengangguk-angguk, sedikit lega. Walaupun masih bingung dengan situasi yang tengah terjadi, setidaknya si kembar aman. “Terima kasih, Bibi,” ucap Sydney pelan. “Aku akan menemui mereka sebentar lagi.” Wanita itu menarik napas panjang, mencoba mengatur detak jantung yang melambung. Sydney sadar tekanan yang dia rasakan bukan hanya datang dari dua tamu tidak diundang itu, tetapi juga dari apa pun yang mereka bawa bersama niat kedatangan mereka. “Apa ada lagi yang bisa saya bantu, Nyonya? Tuan Morgan menitipkan Anda pada saya. Lagi pula … bisa-bisanya wanita
Dua hari kemudian sekitar pukul sembilan. Zya yang baru saja mengawasi ruangan Vienna, menelepon Ken sambil berjalan menjauh.Sesekali mata wanita itu melirik ke sana ke mari, memastikan tidak ada yang sedang mengawasinya. Di dunia kerja, seseorang tidak pernah tahu siapa yang sebenarnya teman dan lawan.Ken mengangkat panggilan Zya, tepat setelah wanita itu masuk ke dalam ruang kerjanya yang sudah pasti aman. Meskipun begitu, Zya masih saja berbicara pelan berbisik.“Pak Ken,” sapa Zya sambil duduk di kursinya dan membuka layar komputer. “Ibu Vienna mendapat alamat mansion Ravenfell setelah mendesak Pak Lucas. Dia sedang bersiap-siap pergi ke sana. Saya tidak bisa memberitahu ini langsung pada Nona Sydney.”Sejak pertemuan mereka malam itu di restoran, Zya dan Ken memang semakin ketat mengawasi pergerakan Vienna. Cukup sekali Sydney harus menghadapi Vienna sendirian.Zya juga tidak akan mampu menangani kemarahan Morgan jika dia melakukan
“Apakah Jade dan Jane juga selucu ini saat masih di kandungan?” tanya Sydney tiba-tiba sambil menatap lekat potret hasil USG yang masih dia genggam sejak keluar dari ruang dokter. Cahaya senja menyelinap lewat jendela mobil, menyorot lembut gambar dua janin mungil yang tampak seperti tengah saling bersandar. Mereka sedang dalam perjalanan menuju mansion. Morgan tidak langsung menjawab. Dia hanya menoleh dengan raut wajah datar, tidak seperti biasanya. “Bukan untuk membandingkan, Honey. Aku hanya ingin tahu, selucu apa mereka saat masih dalam kandungan.” Sydney segera mengubah kalimat pertanyaannya, seolah menyadari bahwa ada yang salah dengan kalimat sebelumnya. “Aku tahu,” sahut Morgan akhirnya. Tanpa berkata lagi, pria itu merangkul Sydney dan menarik tubuh sang istri agar bersandar di bahunya. Morgan menarik napas panjang sebelum bersuara lagi. “Hanya saja, pertanyaanmu mengingatkanku betapa Jade dan Jane tidak diinginkan oleh ibu kandungnya sendiri.” Sydney membisu. D
“Rumah sakit?!” tanya Sydney bingung sekaligus khawatir sambil memperhatikan gedung yang sedang mereka dekati.Morgan yang duduk di sebelahnya menoleh dan tersenyum tipis.Mobil hitam itu tidak berhenti di mansion seperti dugaan Sydney, melainkan melaju hingga memasuki area parkir sebuah rumah sakit ibu dan anak yang cukup eksklusif di tengah kota.Sydney mengernyitkan dahi, matanya langsung menoleh tajam ke arah suaminya.“Kita ke rumah sakit? Untuk apa?” tanya Sydney lagi karena Morgan tidak kunjung menjawab.“Memeriksa si kembar kedua,” jawab Morgan sambil menepuk lembut tangan Sydney yang ada di pangkuan wanita itu dan menggenggamnya erat.Kemudian Morgan mencondongkan tubuhnya untuk membelai dan mengecup perut Sydney.Sydney menahan napas. Detak jantungnya langsung berlari tidak karuan seperti dikejar waktu.Sentuhan bibir Morgan di perut Sydney terasa sejuk, mampu menenangkan badai dalam dirinya. Tanpa sad
Untuk sesaat, Vienna masih membeku dan tidak bicara apa-apa.Namun kemudian, wanita itu bertanya, “Mengapa Lucas tidak tahu tentang inisial LIS?”Lucas tidak menjawab pertanyaan Vienna tentang inisial LIS. Jadi Vienna sempat menyimpulkan bahwa itu adalah nama selingkuhan suaminya.Walaupun setelah diselidiki, Vienna tidak menemukan wanita di sekitar Lucas yang memiliki nama Lis.Sydney tidak langsung menjawab. Dia hanya menatap Vienna lurus tanpa minat sambil menghela napas.“Tanyakan pada dirimu sendiri, Vienna. Kau merebut perhatian Lucas menjelang kelahiran Isaac, jadi dia tidak tahu apa pun tentang sapu tangan itu,” jawab Sydney tenang sambil perlahan menyilangkan tangan di depan dada.Vienna mengernyitkan dahi. Wanita itu seperti baru disadarkan dari sesuatu yang selama ini dia abaikan.Namun, ekspresi itu hanya bertahan sebentar. Vienna menggeleng, enggan menerima penjelasan Sydney.“Jika saja mendiang ora
Vienna sudah mencurigai semua wanita yang ada di sekitar Lucas sebagai pemilik sapu tangan merah muda itu.Bahkan ada beberapa yang Vienna mintai keterangan dengan bertatap muka.Namun siapa sangka, pemilik sapu tangan itu adalah Sydney.“Apa kau tidak punya sapu tangan sendiri?” Morgan menoleh malas sambil mengangkat salah satu alisnya.“Bukan begitu. Hanya saja …” Vienna terdiam sejenak untuk menelan ludah dengan susah payah. “Aku seperti merasa pernah melihatnya.”Sebelum Vienna bisa menyusun dalih selanjutnya, Sydney menarik sapu tangan itu dari tangan Morgan dengan lembut. Lalu, dia mengulurkannya pada Vienna tanpa ragu.“Ini,” kata Sydney singkat.Vienna mengambilnya perlahan. Mata wanita itu tidak berkedip saat menatap bordir mungil di ujung kain. Warna merah muda pucat dengan ukiran kecil LIS yang hampir pudar, tetapi masih cukup jelas terlihat.Jantung Vienna berdetak cepat. Tangannya yang memegang kain itu bergetar.“Seandainya sejak dulu kau seperti ini, Vienna,” ucap Sydne
“Biar aku yang menggantikan Sydney makan,” tukas Morgan tegas.Pria itu tidak mengembalikan piring Sydney yang tadi dia ambil. Sebelumnya, Morgan hanya ingin membantu wanita itu memotong daging.Morgan pikir, Sydney sudah bisa makan daging. Namun jika kenyataannya seperti ini, maka biar dia saja yang makan.Morgan menyentuh tangan Sydney dan meremasnya. Pria itu mengirimkan kekuatannya lewat sentuhan itu. Dia tidak dapat membayangkan betapa kesulitannya Sydney jika dirinya tidak datang.Oscar refleks menahan napas, matanya melirik Vienna yang juga membeku di tempat. Tidak ada yang berani menimpali Morgan. Aura dominan pria itu mendadak memenuhi seluruh ruangan seperti kabut pekat yang tidak bisa ditembus.Sydney hanya bisa melirik Morgan sebentar, lalu perlahan mengambil buah potong dari piring kecil di depannya.“Makanlah buahmu, Darling,” pinta Morgan terdengar jauh lebih lembut saat bicara pada Sydney.Tidak lagi bern
Vienna sambil tersenyum miring, lalu menyesap air mineral dari gelasnya dengan pelan. Matanya menelusuri tubuh Sydney tanpa malu.Namun senyum itu perlahan memudar saat matanya menangkap perubahan kecil pada tubuh wanita di depannya.Pinggang Sydney tampak sedikit lebih berisi dibanding terakhir kali mereka bertemu. Tidak drastis, tetapi cukup membuat Vienna mengernyitkan dahi.‘Sepertinya berat badan Sydney memang bertambah, jadi dia harus diet,’ pikir Vienna dalam hati. ‘Ya, dia harus menjaga bentuk tubuhnya. Banyak wanita cantik dan seksi yang berlomba-lomba menarik perhatian Tuan Morgan.’Vienna menggeleng pelan, tidak ingin terlalu memperhatikan Sydney. Namun dia tidak bisa menghentikan pikirannya.‘Makan yang banyak, Sayang,’ batin Vienna lagi. ‘Supaya kau tidak bisa lagi memuaskan Tuan Morgan dan akhirnya dibuang ke jalanan!’Sementara itu, Sydney hanya menelan ludah perlahan dan mencoba mengalihkan rasa mual yang mulai me