Share

5. Pergi Tanpa Bilang

Author: prasidafai
last update Last Updated: 2025-01-21 10:16:07

[Kenapa kamu pergi tanpa bilang Tante, Sydney?]

Sydney menatap layar ponselnya cukup lama. Ibu jarinya menggantung di atas layar, menimbang-nimbang jawaban yang pantas diberikan untuk wanita paruh baya yang selalu baik padanya itu.

Morgan sudah membayar lunas tagihan rumah sakit Sydney, jadi sesuai kesepakatan wanita itu akan menjadi ibu susu si kembar. Itu sebabnya sekarang mereka duduk bersebelahan di kursi belakang mobil yang sedang melaju menuju kediaman Morgan.

Sementara Jade dan Jane yang dinyatakan bisa meninggalkan ruang NICU pagi ini, ada di mobil lain yang ada di belakang.

"Maaf, Tante. Aku harus mencari uang untuk membayar utang Lucas." Sydney membalas pesan Ghina.

Pesan terkirim. Hanya beberapa detik berselang, ponsel Sydney kembali bergetar dengan balasan lain.

[Setidaknya beri tahu Tante ke mana kamu pergi. Tante khawatir, Sayang.]

Sydney menggigit bibir. Jari-jarinya mengetik jawaban lain.

"Aku akan memberi tahu Tante, tapi tidak sekarang. Jangan khawatir."

Kali ini, Ghina tidak langsung membalas. Beberapa menit berlalu, dan Sydney mengira wanita itu menyerah. Namun, tiba-tiba pesan baru muncul.

[Tidak bisa sekarang? Tante bisa mati penasaran!]

Sydney memejamkan mata sejenak. Ghina sangat peduli padanya sejak dulu, tetapi terkadang kepeduliannya sedikit berlebihan. Seperti sekarang, Ghina akan terus mengejar Sydney jika belum merasa puas.

Sydney membalas lagi. "Aku sudah terlalu banyak berhutang budi pada Tante dan Om Fred. Selain itu, kembali ke tempat Tante hanya akan mengingatkanku pada beberapa memori yang menyakitkan, terutama kepergian Mama dan Papa."

Kali ini, balasan dari Ghina tidak langsung datang. Titik-titik tanda seseorang sedang mengetik muncul di layar, lalu menghilang. Muncul lagi, lalu menghilang lagi.

Sydney bisa membayangkan Ghina yang sedang memikirkan kata-kata yang tepat untuk membalasnya, tetapi akhirnya tidak ada satu pun pesan yang masuk.

Wanita paruh baya itu mungkin ingin membantah, tetapi apa pun yang akan dikatakannya tidak akan mengubah keputusan Sydney. 

Sydney menurunkan ponselnya dan menghela napas.

Hal itu mengalihkan perhatian Morgan.

"Apa yang terjadi?" Suara Morgan rendah dan tajam.

Sydney mengetik dengan cepat sebelum menunjukkan layar ponselnya kepada Morgan.

"Tante Ghina. Beliau khawatir aku pergi tanpa memberitahunya."

Morgan mendengkus. "Lalu? Apa kamu berniat kembali?"

Sydney menggeleng. Jemarinya kembali menari di atas layar ponselnya.

"Aku sudah terlalu sering merepotkan mereka. Selain itu, aku harus membayar utang mantan suamiku."

Morgan membaca kalimat itu dengan wajah datar.

“Utang, huh?" Morgan menyeringai tipis. "Kau tahu, aku heran bagaimana seseorang bisa menanggung utang sebesar 275 miliar begitu saja tanpa protes."

Sydney merasakan dadanya mencengkeram sesaat. Dia memberi tahu Morgan tentang jumlah utangnya untuk menghindari kesalahpahaman. Namun, pria itu menggunakannya sebagai bahan ejekan.

"Aku tidak punya pilihan lain," balas Sydney melalui ketikannya.

Morgan menatap Sydney lama. "Benarkah? Atau kau hanya tidak tahu bagaimana cara melawan?"

Sydney menghela napas. Tangannya kembali bergerak di atas layar ponsel.

"Terserah kau saja!”

Morgan tertawa kecil, tetapi tidak ada humor dalam suara itu. "Kau begitu bodoh hingga membiarkan dirimu dihancurkan oleh pria sepertinya. Siapa mantan suamimu?"

Sydney menggertakkan giginya. Jari-jarinya kembali mengetik dengan cepat, kali ini lebih keras dari sebelumnya.

"Bukan urusanmu!"

Morgan membuang napas kasar dan mencibir pelan, “Nona Keras Kepala!”

"Tawaranku adalah satu-satunya yang kau punya saat ini, jadi jangan bersikap labil jika mantan suamimu datang dan memintamu kembali," lanjut Morgan sebelum Sydney sempat membalas cibirannya.

Meskipun hatinya masih penuh keraguan, Sydney akhirnya mengetik satu kalimat lagi.

"Aku mengerti."

"Bagus," puji Morgan sambil menepuk pelan puncak kepala Sydney.

Sydney mengernyit, tetapi Morgan segera membuang wajah dan melihat keluar jendela di sisinya.

Mobil berhenti di depan gerbang besi tinggi yang terbuka otomatis. Sydney menegang, menatap mansion megah di yang dikelilingi hutan.

Bangunan klasik itu berdiri anggun dengan halaman luas, air mancur kecil, dan penjaga berseragam hitam berjaga di berbagai sudut. Suasananya sunyi, nyaris mengintimidasi.

Morgan turun lebih dulu.

"Turun!" perintah Morgan.

Sydney baru saja melangkah keluar ketika sesuatu di sudut halaman menarik perhatiannya. Seorang pria babak belur tergeletak di tanah, tubuhnya penuh luka dan lebam. Dua pria berbadan tegap menyeretnya menuju mansion.

Sydney menahan napas. Jantungnya berdegup kencang.

‘Siapa dia?! Apa yang mereka lakukan padanya?!’ batin Sydney meremas tangannya sendiri.

Ketakutan merayapi tubuh Sydney. Jika Morgan bisa melakukan ini pada seseorang, bagaimana jika suatu hari Sydney juga dianggap tidak berguna?

Sydney harus pergi. Sekarang!

Wanita itu mundur perlahan, bersiap kabur ke arah gerbang. Namun, suara Morgan menghentikannya.

"Kau mau ke mana?"

Sydney membeku. Morgan berdiri di tidak jauh di depan, tengah menatapnya tajam.

Tangan Sydney gemetar saat mengetik cepat di ponselnya. "Aku lupa mengambil sesuatu di mobil."

Morgan melirik anak buahnya yang masih menyeret pria babak belur itu. Ekspresinya datar, seolah hal seperti itu sudah sering terjadi.

Morgan melangkah mendekat, lalu dengan satu jari dia mengangkat dagu Sydney, memaksa wanita itu menatap langsung ke mata elangnya.

"Apa yang kau lihat tadi?" tanya Morgan penuh penekanan.

Sydney menelan ludah. Dia segera menggeleng.

Morgan menatap manik Sydney lekat, berusaha membaca kebohongan dalam sorot mata wanita itu. Kemudian, bibir Morgan melengkung samar.

"Ambil barangmu yang tertinggal. Lalu, segera masuk ke dalam!” perintah Morgan. “Jangan membuatku menunggu lama, jika kau tidak siap menanggung akibatnya.”

Sydney spontan merinding mendengar kata-kata penuh ancaman itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Yu.Az.
Run Sydney
goodnovel comment avatar
Tanzanite Haflmoon
yah abis .. kak fa'i kapan update lagi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   215. Perlakuan Istimewa Tuan Penguasa

    Tidak banyak yang tahu jika setelah menikah Sydney dan Morgan rajin mengetes kehamilan, tetapi hasilnya selalu berakhir satu garis.Dan sekarang, setelah mereka mengujinya beberapa kali, hasilnya tetap saja menunjukkan garis dua.“Sebelum memberikan test pack itu padamu di teras belakang, aku juga sudah mengulang tesnya beberapa kali, Honey,” rajuk Sydney sambil bersandar pada dinding kamar mandi yang dingin.Morgan tidak menjawab. Pria itu meremas pinggiran wastafel, sementara matanya terpaku pada deretan test pack yang terhampar rapi di atas handuk bersih.Semua menunjukkan dua garis. Wajah Morgan terlihat serius, tetapi tatapannya berkaca-kaca. Satu kata pun tidak lolos dari bibirnya.“Walau sebenarnya aku masih ragu karena aku tidak merasakan mual atau tanda hamil lainnya,” lanjut Sydney lirih.Tidak lama kemudian, Morgan menyadarkan diri dari lamunan. Tiba-tiba pria itu memutar tubuh menghadap Sydney dan mengangkat wanita it

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   214. Hati yang Lemah

    “Aku pasti terlalu lelah mengurus Vienna, jadi sensitif padamu.” Ucapan itu meluncur dari bibir Lucas sambil mengembuskan napas berat.Seolah beban dunia bertengger di pundaknya, pria itu menunduk dan mengusap wajah dengan kedua tangan.Sydney yang mendengar itu, kembali mengukir senyum sinis.‘Ya. Kau pasti lelah. Ini pertama kalinya kau menemani wanita melahirkan. Kau tidak ada untukku saat itu, Lucas,’ batin Sydney dingin.Saat melahirkan, Sydney hanya ditemani oleh ibunya. Lucas bahkan baru menemui Isaac saat bayi itu berusia satu minggu.“Biar aku simpan parfum darimu untuk Vienna,” lanjut Lucas berusaha menahan Sydney supaya urung menutup teleponnya.‘Bagus sekali!’ Sydney hampir tertawa kecil. ‘Kau memang akan aku jadikan senjata untuk memberikan karma pada Vienna.’“Oke. Ada perlu lain?” tanya Sydney kemudian. “Aku agak sibuk.”Sydney kembali bersikap jual mahal. Dia menggunakan strategi dengan bermain tarik-ulur pada Lucas. Tentu saja kali ini Sydney yang memegang talinya.“U

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   213. Jika Kau Sepeka Ini

    Jantung Lucas berdegup kencang. Dia yakin, sepenuhnya yakin bahwa itu karena amarahnya terhadap Vienna.Agak lama, Sydney baru mengangkat telepon Lucas.“Halo, Lucas?” sapa Sydney penuh tanda tanya.Lucas tercekat.Sydney menggunakan suara yang sama saat dulu wanita itu selalu membangunkannya di pagi hari, menyebut namanya dengan senyum, lalu perlahan menjauh sejak rumah tangga mereka runtuh.Hanya dua kata, tetapi cukup untuk meruntuhkan pertahanan Lucas yang saat ini memang sedang rapuh.Lucas mengepalkan tangan dan mencengkeram lututnya yang terbuka di depan bangku taman rumah sakit. Napas pria itu tercekik sesaat.Lucas menunduk dan memejamkan mata, berusaha menyingkirkan kenangan yang mendadak datang seperti ombak deras.“Sydney.” Lucas perlahan membuka mulut. “Apa kau sedang bersama Tuan Morgan? Jika ya, aku akan bicara lain waktu.”Kalimat itu keluar begitu saja, terdengar terlalu ramah bahkan bagi diri Lucas sendiri. Pria itu sampai memutar matanya.‘Bodoh. Kenapa nada suaraku

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   212. Karma by SZ

    Perawat itu tampak cemas. Bibirnya bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu, tetapi tidak ada kata apa pun yang keluar.“Saya benar, kan? Kau tidak tahu siapa yang mengirim? Pergi! Bilang juga pada atasanmu kalau saya ingin ganti perawat!” bentak Vienna sambil melambaikan tangan dengan kasar.Perawat itu tersentak. Kedua tangannya refleks merapat ke dada.“Tapi, Bu—”“Kau tuli? Aku bilang bawa pergi! Keluar!” Vienna menunjuk pintu dengan tatapan menusuk.Suara wanita yang baru saja melahirkan melalui operasi itu menggema di dalam kamar VIP yang mewah.Perawat itu menunduk. Setelah menata langkah cepat-cepat, dia pun meninggalkan ruangan tanpa berani bicara sepatah kata lagi.Vienna mengembuskan napas dengan kesal. Dengan satu tangan yang masih lemah, dia membuka kotak beludru hitam yang barusan diberikan.Kilauan botol parfum berwarna amber dengan detail keemasan langsung menyambut mata Vienna. Bentuk elegan dan lekukannya sempurna, mengundang siapa saja untuk menyemprotkannya.Vie

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   211. Hadiah Persalinan

    Tidak lama kemudian, Sydney membuka pintu kamar. Dia ingin mandi dan menghilangkan keringat yang masih menempel di tubuhnya.Sydney baru saja hendak menyimpan tasnya di atas laci saat ponsel lama di dalam benda itu berdering.Wanita itu menghentikan langkah dan segera mengambil ponsel dari dalam tas itu. Bibir Sydney sedikit mengerucut saat dia mencoba menebak-nebak siapa yang meneleponnya.Ternyata si penelepon adalah Zya yang sedang bekerja di kantor. Sydney mengusap tombol hijau ke atas.“Ya. Ada apa, Zya?” tanya Sydney sambil menutup kembali tas dengan satu tangannya.“Nona,” sahut Zya dari seberang sedikit lega. “Saya menghubungi nomor baru Anda, tetapi Nona tidak mengangkatnya. Tidak saya sangka Nona sudah mendapat ponsel lama Nona kembali?”Kali ini Sydney benar-benar meletakkan tas di atas laci. Lalu Sydney mengempaskan diri ke sofa yang menghadap ke arah kebun belakang mansion.Sinar matahari pagi menyelinap masuk lewat tirai tipis, memantulkan bayangan lembut di wajah Sydney

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   210. Ruangan Baru di Mansion

    Jade dan Jane yang pagi itu mengenakan pakaian berwarna pastel, memaksa naik ke pelukan ibu susunya bersamaan. Sydney yang baru saja turun dari treadmill hanya bisa menghela napas pendek sebelum berjongkok, lalu mengangkat si kembar penuh usaha. “Waktunya angkat beban,” tukas Sydney sambil mengecup ubun-ubun kedua anak itu. Keringat Sydney belum benar-benar kering dan wajahnya masih kemerahan. Namun melihat Jade dan Jane menatapnya penuh harap, Sydney tidak bisa menolak. "Jangan terlalu banyak bergerak, Mami masih belum begitu kuat," instruksi Sydney sambil melangkah ke ruang utama. Kedua bayi itu langsung menyandarkan kepala mungil mereka ke bahu Sydney, tetapi mata mereka tetap waspada memandangi para pria berbadan besar yang sedang memindahkan sejumlah kotak kardus melewati lorong mansion. Sydney mengawasi mereka sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya ringan agar Jade dan Jane nyaman di gendongannya. “Apa itu?” tanya Jade lirih dengan bibirnya yang basah sambil menunjuk para p

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   209. Menonton Drama

    “Morgan.” Sydney mengerjap gugup ketika pria itu menyelipkan jemari ke sela-sela rambutnya dan menyibakkan beberapa helai yang mengganggu wajah.“Ken menemani orang tuanya menonton drama saat dia cuti beberapa waktu lalu,” ucap Morgan dengan lebih lembut daripada beberapa saat lalu.“Mengapa tiba-tiba kau mengungkit Ken?” Sydney mengernyitkan dahi sambil menatap Morgan heran.Morgan tersenyum tipis. Amarah yang tadi menyala di matanya kini telah padam sepenuhnya, tergantikan oleh kelembutan yang jarang Morgan tunjukkan.“Drama yang ditonton oleh Ken dan orang tuanya menceritakan tokoh utama wanita yang ditinggal meninggal oleh anaknya,” ujar Morgan pelan seraya menatap wajah Sydney. “Ken bilang, jika tidak menonton drama itu, akan sulit rasanya berempati pada seorang ibu yang kehilangan anak untuk selama-lamanya. Namun setelah menonton, siapa sangka playboy gadungan itu juga menangis?”Sydney membuka mulut hendak menjawab, tetapi urung. A

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   208. Kenapa Kau Berbohong?

    “Cepat, panggil ambulans! Ada wanita hamil besar pendarahan!” teriak seseorang yang tidak sengaja melihat.Beberapa pegawai yang masih berada di luar ruang rapat berlari menghampiri Vienna dan Lucas yang terduduk di lantai.Wajah Vienna sudah pucat, tetapi dia masih terlihat berusaha menekan perut sambil meringis menahan sakit.“Sabar, Ibu Vienna. Kami akan membantu Anda dan Pak Lucas,” kata salah satu staf sambil mengulurkan tangan.Lucas tidak sempat berkata apa-apa. Pria itu juga ikut panik melihat keadaan sang istri.Sementara itu, Sydney masih berdiri beberapa meter dari kerumunan itu. Dia hanya bisa melihat ketika lift terbuka dan kerumunan sudah membawa tubuh Vienna ke dalamnya.Sydney menunduk dan menyentuh dadanya yang berdebar hebat sekaligus merasa sesak.Perlahan, wanita itu melanjutkan langkahnya untuk menghindari beberapa orang yang masih ada di sana.‘Bagaimana bisa Vienna bertahan melakukan hal jahat selama ini? Apa dia tidak merasa bersalah seperti yang aku rasakan?’

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   207. Kau Membelanya?

    “Kami sudah bebas!” Vienna menatap seluruh ruangan dengan rahang mengeras dan tangan mengepal di atas meja rapat. Beberapa orang saling melirik dan berbisik-bisik. Namun Sydney hanya memutar bola matanya dan mengembuskan napas pendek, jelas merasa jengah. “Pak Dean bilang memiliki catatan kriminal, bukan seorang narapidana,” ucap Sydney membenarkan. “Kami semua tahu kalian sudah bebas dan dinyatakan tidak bersalah, Vienna. Jangan terlalu defensif, kita sedang bicara soal perusahaan, bukan memainkan sebuah drama keluarga.” Beberapa eksekutif tertawa kecil menahan geli, meskipun cepat-cepat menunduk agar tidak terlihat tidak sopan. Lalu Sydney menoleh ke arah pemimpin rapat. Wajahnya kembali serius. “Tolong, kondisikan, dan jangan mengulur waktu terlalu lama. Kita harus menghargai waktu Bapak dan Ibu di ruangan ini,” pinta Sydney dengan tegas. Vienna mendesis pelan, tetapi sebelum dia bisa membal

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status