Share

Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan
Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan
Penulis: Pena_Zahra

Bab 1 - ISKDT

Bab 1

"Ayleen!" suara teriakan Erwin–suami Ayleen menggema dan memantul memekakan pendengaran. Wanita 23 itu segera mendekap diri dan memejamkan mata. Berpura-pura tak mendengar teriakan lelaki bergelar suami yang sudah menyulap rumah laksana neraka.

Tengah malam datang dan berteriak, Ayleen yakin suaminya itu tengah mabuk, dan ini adalah pertanda bahaya baginya. Mabuk-mabukan memang sudah menjadi kebiasaan Erwin.

"Anj*r, punya bini kerjaannya molor mulu! Bangun kau!" teriak Erwin, tangannya menarik paksa tangan Ayleen hingga tubuh ringkihnya itu terduduk.

"Ada apa sih, Bang? Datang-datang udah marah aja. Bisa nggak sih, banguninya jangan kasar gitu?" Ayleen memprotes.

Bukannya menjawab, Erwin malah melepas pakaiannya, tentu hal itu membuat Ayleen terkejut.

"Abang mau apa?" cicit Ayleen, reflek memundurkan dirinya.

"Kamu nanya?" sahut Erwin seraya mengikis jarak antara ia dan istrinya, lelaki itu tersenyum penuh makna, nafasnya berhembus menerpa wajah Ayleen, aroma alkohol menguar menelusuk indra penciuman dan membuat Ayleen mual.

"Aku udah nggak tahan," bisiknya tepat di telinga Ayleen, seketika bulu di tengkuknya berdiri, merinding.

"Jangan, Bang ... nifasku belum bersih," ucap Ayleen beralasan, mencoba menghindari sentuhan suaminya. Ia belum siap, bahkan area bawahnya masih terasa perih akibat bekas jahitan yang infeksi.

"Bohong! Aku lihat kau sholat tadi. Cepat layani aku!" lelaki bengis itu membuka paksa pakaian bawah Ayleen. Menahan kedua tangan Ayleen di atas dan mencengkramnya erat supaya Ayleen tak dapat melawan. Ayleen berusaha memberontak, namun kekuatannya tak sebanding dengan lelaki bergelar preman kampung itu.

Ayleen hanya bisa pasrah, dan menahan perih lahir batin akibat ulah suaminya.

***

Ayleen menatap nanar kepergian lelaki yang baru saja menggagahinya. Cairan bening berdesak-desakan memenuhi benteng pertahanan matanya. Rasanya sakit, walau yang melakukannya adalah suami sendiri. Jika ada istilah diperk*sa suami sendiri, maka kondisi itulah yang sesuai dengan apa yang dialami Ayleen saat ini.

Bagaimana tidak? Lelaki itu selalu melakukannya dengan kasar dan brutal, apalagi jika dia datang dalam keadaan mabok seperti ini, dia akan kalap layaknya seekor binatang yang tak berperikemanusiaan.

Bahkan, belum genap satu bulan ia melahirkan putra pertama mereka secara normal, tapi lelaki itu telah mendatanginya dengan paksa. Mengabaikan rasa perih dan nyeri yang ia keluhkan akibat luka bekas jahitan yang belum sembuh total.

Ayleen memeluk lututnya sendiri, membiarkan air mata terjun membasahi pipi, terisak di tengah keheningan malam seorang diri, meratapi nasib yang begitu menyedihkan.

Tak hanya luka fisik yang ia rasakan, siksaan batin pun harus ia telan selama hampir satu tahun pernikahan. Baru berlalu tiga hari sejak kematian bayi yang baru saja dilahirkan, tapi sedikitpun lelaki bajingan bergelar suami itu tak menunjukkan rasa empati. Ia hanya tahu cara membuang benih, tanpa sedikitpun memiliki tanggung jawab terhadap anaknya.

Kematian putranya membuat Ayleen semakin hancur. Rasanya belum sempat ia menyembuhkan baby bules yang dideritanya, ia harus menelan pil pahit kehidupan dengan kehilangan anaknya.

Padahal, selama ini, bayi itulah satu-satunya alasan yang membuatnya berbesar hati menjalani pernikahan toxic-nya. Pernikahan yang terjadi atas dasar keterpaksaan.

Tak lagi bisa menahan rasa sakit hati, Ayleen memutuskan untuk pergi. Ayleen mulai memutar isi kepala, menyusun rencana untuk menata hidupnya kembali setelah kebebasannya dari kekangan suami toxic.

***

Di pertengahan malam, langkah Ayleen terhenti di pinggiran taman kota. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi dari rumah yang terasa seperti neraka baginya. Walau ia sendiri tak tahu, ke mana ia akan berlabuh.

Ia berhasil melarikan diri saat lelaki bergelar suami itu terlelap dalam tidurnya. Tanpa bekal apapun dari rumah, bahkan ponselnya saja sengaja ia tinggal agar keberadaannya tak terlacak. Ia hanya memungut tiga lembar uang seratus ribuan dari dompet suaminya yang tergeletak di meja.

Ayleen terduduk di sebuah bangku taman, sejenak mengistirahatkan dirinya setelah berjalan sekian kilo meter. Pandangannya kosong mengarah ke jalan raya dengan kendaraan yang masih berlalu-lalang. Terlihat cukup lenggang di pertengahan malam.

Kedua sudut bibirnya terangkat perlahan, "ternyata hidup terkatung-katung di jalan seperti ini jauh lebih indah daripada bertahan di dalam rumah mewah rasa neraka itu. Aku jadi nyesel, kenapa nggak ngelakuin ini dari dulu?" gumamnya seraya menyandarkan tubuh pada sandaran bangku. Menikmati gemerlap malam di kota yang konon dikenal dengan keindahan alamnya.

Dingin, menjadi ciri khas kota Malang, namun rasa dingin itu, tak membuat Ayleen merasa tak nyaman. Ia menikmatinya. Lelahnya langkah, dinginnya udara, kesendirian dan kesepian di tengah keramaian, semua itu, ia menikmatinya.

***

Kendaraan yang ditumpangi Ayleen berhenti di sebuah pemberhentian Bus di perbatasan Surabaya dan Sidoarjo. Terminal Bungur Asih, begitulah plang nama yang dibacanya.

"Bismillah ... semoga di belahan bumi ini aku bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik," harapnya dalam hati. Sebenarnya ia ingin pergi lebih jauh, tapi apalah daya, uang yang ia miliki tak cukup banyak untuk keluar dari Jawa Timur.

Menyadari dirinya telah jauh dari tempat asal, Ayleen kembali teringat akan ibu yang telah pergi menghadap Tuhan. Rasa rindu tiba-tiba menyapa, Rindu akan belaian kasih sayangnya di saat-saat seperti ini, saat di mana dunia tengah menunjukkan kekejaman terhadapnya.

Tangannya menekan dada agar rasa sesak sedikit teralihkan, namun yang ia rasakan justru semakin sesak.

Sepeninggal ibu, watak asli Ayahnya mulai terlihat. Ternyata selama ini ibunya banting tulang bukan tanpa alasan, melainkan karena memang Ayah yang selama ini tak ia ketahui pekerjaannya itu hanya pengangguran.

Akibat itulah, sepeninggal ibu, kehidupan semakin semrawut. sang ayah tetap lah pengangguran, hutang menumpuk, hingga harus berakhir pada nasib dirinya yang harus menjadi tebusan.

Ia terpaksa harus menjalani kehidupan pernikahan dengan putra juragan yang tempramen. Semua itu seperti mimpi buruk bagi Ayleen. Tak pernah terbayangkan sebelumnya jika ia harus terjebak dalam situasi sulit ini. Ujian berat yang datang silih berganti membuatnya lelah dan terluka lahir batin.

Ayleen melanjutkan langkah, sembari menahan nyeri di dada akibat asi yang telah penuh mengisi tempatnya. Asi milik bayi yang baru tiga hari ini meninggalkannya.

Merasakan itu, matanya kembali berkaca-kaca. Mengingat kembali buah hatinya yang ia tinggalkan jasadnya di kampung bapaknya.

"Maafkan Bunda, Nak ... Bunda harus pergi, walaupun kita berjauhan secara jarak, tapi hati kita akan selalu berdekatan. Bunda janji, saat Bunda telah sukses dan memiliki kekuatan untuk mengalahkan Ayahmu, Bunda akan kembali ke sana untuk mengunjungi makammu. Tapi untuk saat ini, Bunda harus menjauh dari sana terlebih dahulu," gumam Ayleen dalam hati.

Ia kembali meringis, merasakan kantong susunya yang kembali berkontraksi. Biasanya, ia akan mengeluarkan asi itu menggunakan pompa, demi meredakan nyeri yang dirasa.

Namun, saat ia pergi, tak sedikitpun ia terpikir untuk membawa pompa asi, akibatnya, sekarang setelah berjam-jam lamanya tidak dikeluarkan, payudaranya terasa penuh dan menyakitkan.

Ayleen berhenti sejenak, di sisi jalan untuk sekedar duduk dan mengurangi pergerakan yang terasa berat akibat nyeri yang dirasa. Badannya mulai menggigil, begitulah yang terjadi saat asi penuh dan tidak dikeluarkan. Demam pun tiba-tiba menyerang badan.

"Kayaknya aku harus segera mengeluarkan asi ini. Mungkin aku harus secepatnya cari kamar mandi. Biarlah asi ini terbuang, dari pada aku harus menahan nyeri seperti ini," gumam Ayleen dalam hati.

Pandangannya kemudian tefokus pada masjid yang berada di seberang jalan raya. Takmir masjid tampak membuka gerbang, dan menyiapkan masjid untuk digunakan shalat shubuh berjamaah.

"Kayaknya ke Masjid aja deh, sekalian shalat shubuh, nanti di kamar mandi masjid, aku akan buang asi ini secara manual," gumam Ayleen dalam hati. Ia lalu mengayun langkah untuk menyebrangi jalan raya yang masih terlihat lenggang di jam malam.

Akan tetapi, akibat terlalu lelah dan letih, ia jadi kurang fokus. Hingga sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi hampir saja menyambarnya, beruntung mobil itu segera berhenti, walau ujung body-nya telah menyentuh kaki Ayleen dan membuat wanita itu tersungkur.

Ayleen merasakan perih di kedua lututnya, hingga ia kesulitan menggerakkan kaki. Bibirnya meringis, merasajan nyeri di dada dan kaki, rasa sakit yang bertubi-tubi, hampir saja membuatnya limbung. Namun Ayleen tetap berusaha untuk bertahan.

Sementara dari dalam mobil, seorang lelaki keluar dari kursi kemudi dengan penuh amarah, wajah memerah, rahangnya yang keras semakin terlihat tegas. Dengan cepat lelaki yang hanya mengenakan piyama tidur itu berjalan ke arah Ayleen. Dan dari arah belakang, ia yang diliputi emosi memaki-maki Ayleen.

"Hei! Kamu tidak bisa melihat atau kamu memang mau cari mati?" teriaknya dengan nada membentak.

Sembari menahan perih di kakinya, Ayleen berusaha berdiri dan membalik tubuhnya, memandang seseorang asing yang baru saja meneriakinya.

Namun saat pandangan keduanya saling bertemu, seketika raut amarah yang semula tergambar di wajah tampan lelaki itu berubah menjadi terkejut. Ia bahkan sampai membolakan kedua matanya saat memandang Ayleen. Pandangannya memindai Ayleen dari atas ke bawah, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Airin?" desisnya pelan, hampir tak terdengar.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Zakia Zauja
siapakah teman.a bertemu ayleen
goodnovel comment avatar
Pena_Zahra
Alhamdulillah ya
goodnovel comment avatar
Ekasetiyo Rahayu
Alhamdulillah akhirnya... menemukan nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status