Share

BAB 4

Author: Fredy_
last update Last Updated: 2025-04-29 08:09:59

Leo tak bergerak, masih mengeraskan rahangnya.

"Ah, well ... kamu temenin Leo dulu, Len. Aku mau urus bayinya," ucap Adrian, segera mendekati perawat yang sedang menenangkan bayi. "Kenapa dia nangis terus? Suhu tubuhnya udah dicek? Udah minum susu? Saya periksa dulu."

Perawat mengangguk, menyerahkan bayi itu hati-hati.

"Suhu tubuh normal, Dok. Tapi dia nolak semua susu formula. Tadi sih dia sempat tenang ...setelah disusui oleh ibu itu." Ia menunjuk Nayla di pojok ruangan.

"Ibu? Ibu itu? Dia siapa?" tanya Adrian.

Nayla berdiri canggung, wajahnya tegang. Ia seolah ingin menghilang ke lubang kelinci.

"YA AMPUN, NAYLA!!!" teriak Surti, menyibak tubuh Arlene dan Leo yang berdiri di ambang pintu. Ia menyerbu masuk dengan wajah merah padam.

"Udah aku bilang tunggu di halaman belakang. Kenapa masuk ke sini? Kamu bikin aku malu, Nay! Malu!" bisiknya penuh tekanan.

Arlene mendengus, mengangkat alis tinggi. "Leo, mereka siapa? Pembantu baru?"

Surti menundu-nunduk. "Maaf ... Saya mohon maaf, Pak Leo, Dokter ... Ibu ... semua. Teman saya dari kampung, belum tahu aturan kerja di kota. Maafkan kami ..." Surti menyenggol lengan Nayla, memberi isyarat. "Minta maaf kamu, Nay."

Nayla menggigit bibir. "M-maaf..." ucapnya pelan, hampir tak terdengar.

"Kalau gitu, kami keluar sekarang. Sekali lagi, mohon maaf." Surti menarik tangan Nayla. "Ayo, Nay. Malu ..."

Mereka berjalan tergesa. Namun, saat melintas di samping Leo, langkah Nayla melambat, dan mata mereka bertaut—dua orang asing yang sama‑sama terluka, saling mengukur dalam diam.

Arlene berdecih. "Dasar! Pembantu zaman sekarang nggak tahu etika." Ucapan ringan itu menusuk telinga dan hati Nayla sekaligus.

Surti tetap mencengkeram tangan Nayla, mulutnya tak henti mengomel di sepanjang lorong.

"Kamu tuh bandel! Udah dibilang tunggu! Untung aja bayinya nggak lecet, bisa-bisa dijemput polisi kamu, Nay!"

Pantulan terik matahari Jakarta menyambut mereka di luar. Nayla menyipitkan mata, menahan silau yang terasa lebih panas dari ketika mereka baru datang tadi.

"Lho, Mbak Surti? Kok buru‑buru?" tanya Pak Dirman, satpam yang tadi menyambut mereka. "Nanti siapa yang bantuin saya beresin rumah? Saya nggak sanggup beresin rumah segede gini sendirian."

"Maaf, Pak. Teman saya keburu bikin malu. Mending kami pamit saja," tukas Surti.

"Kalian pulang ke mana?"

"Sekarang sih mau ke rumah Bu Lilis dulu, Pak. Barangkali ada kerjaan di tempat lain," jawab Surti menarik tangan Nayla. "Kami pamit ya, Pak."

Pak Dirman mengangguk. "Ya udah, hati-hati di jalan!"

***

Di kamar bayi,

Adrian meletakkan stetoskop, menepuk lembut punggung si kecil. Tangisnya sempat reda, tapi jelas hanya sementara.

"Secara medis dia sehat. Berat badannya cukup, suhu tubuh normal, detak jantung dan pernapasan stabil. Tapi ..." Adrian menarik napas pelan, "dia udah nolak tiga merk susu formula premium."

Leo berdiri kaku di sisi ranjang, matanya masih menatap pintu yang baru saja tertutup.

Arlene melipat tangan di dada. "Plis, Dri! Kamu kan dokter anak yang pernah dapet penghargaan di Amerika. Masa nggak bisa nyari susu formula lain buat bayinya Leo? Uang bukan masalah buat Leo, Dri!"

"Bukan soal uang, Lene. Aku perlu melakukan observasi lagi. Mungkin pencernaannya sensitif, atau memang ada kondisi medis tertentu—aku belum bisa pastikan sekarang."

"Tapi tadi bayinya bisa minum ASI, Dok," sahut perawat.

Adrian mengangguk pelan. "Ya, kalau memang hanya ASI yang dia bisa dia terima, berarti kita butuh donor ASI."  Adrian melirik Leo. "Atau solusi tercepat ... coba panggil wanita tadi lagi."

"Hah? Serius, Dri?! Kamu suruh Leo panggil lagi perempuan yang nggak jelas asal-usulnya itu?" Arlene menatap sinis, dan Adrian hanya mengedikkan bahu. "Udah kucel, lepek, nggak punya etika, main masuk kamar majikan. Nama dia aja kita nggak tahu!"

"Nayla ..." sahut perawat pelan. "Tadi temennya manggil dia Nayla."

Arlene berdecak, menggulung lengannya di dada. "Whatever! Mau Nayla, mau Nadya, nggak penting. Yang jelas dia nggak pantas jadi ibu susu bayinya Leo. Lagian ya, dia bisa nyusuin berarti dia punya bayi juga, kan? Masa nanti anak dia sama anak Leo jadi saudara sepersusuan, sih? Iyuh, big no, Adrian! Bad idea!"

Adrian mendesah, melirik bayi yang mulai menggeliat gelisah.. "Ya, semua terserah Leo. Aku cuma bisa ngasih saran ... as a profesional doctor. Aku bisa cari donor ASI resmi dari bank ASI, tapi prosesnya agak lama. Bisa berhari-hari. Bahkan, berminggu-minggu. Dan bayi ini... nggak mungkin puasa seminggu."

Leo menunduk sesaat, menarik napas pelan. "Arlene ada benarnya. Kita nggak tahu siapa dia. Aku juga nggak bisa ambil resiko gila ... setelah kehilangan Zoya, aku nggak sanggup kehilangan bayi kami juga," ujarnya tersendat.

Mendengar itu, Arlene segera mengambil kesempatan menyentuh dada Leo, dan berbisik, "I feel you, Leo. Lagian, perempuan itu pasti punya suami. Gimana kalau suaminya nggak setuju istrinya menyusui anak orang?"

Ia lalu menempel lebih dekat, setengah memeluk Leo. "Aku bakal bantu cari donor ASI yang terpercaya. Kalau nggak ada, aku kontak temenku di luar negeri buat cari susu formula premium. Kita usahakan yang terbaik buat bayi kamu, ya?"

Leo mengangguk pelan, menatap ke dalam mata Arlene. Dia lelah, matanya sayu, letih sekali atas kesibukan seharian itu mulai dari rumah sakit sampai pemakaman.

"Lene ... thanks, ya ..." ujarnya pelan.

Arlene menarik napas, lalu berbisik. "Leo ... aku ... aku memang nggak bisa menyusui bayi itu. Tapi ... aku bisa kok jadi ibu buat dia," ucapnya, membuat Leo seketika menahan napas

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
ihhh apaan itu ulet keket
goodnovel comment avatar
eonnira
ini Leo punya mama gak ya..kira² apa tanggapannya ya soal omongan Arlene ini? iyes apa no thx
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Benar tuh kata Adrian cari aja lagi naynay ,daripada bayi nya puasa seminggu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 109

    "Oh itu... bule ya, Ti?" tanya Nayla, sembari merapikan kancing bajunya."Bule dari mana? Asal pirang kamu bilang bule. Heran banget," sahut Surti, masih mengkeret di kursinya."Ah, tapi pasti ada turunan bule... hidungnya mancung gitu," Nayla sengaja melantur untuk mengalihkan ketegangan Surti."Kalau punya duit banyak, hidung pesek bisa jadi mancung, gigi mancung bisa jadi rata. Gampang banget..." balas Surti."Ohh... gitu..." Nayla mengangguk-angguk.Di belakang kemudi, Leo ikut menggulung senyum, menahan tawa. Yah, percakapan receh semacam ini memang sangat ia butuhkan. Makanya, ia sering sengaja nongkrong bareng Putra dan staff lain di kantin kantor. Hanya untuk mendengarkan obrolan ringan, absurd, dan jauh dari urusan kantor."Turun, yuk..." ujar Nayla, setelah memasang topi kecil di kepala Matteo.Surti mencengkeram pinggiran kursi mobil, wajahnya pucat pasi. “Aku nggak mau turun, Nay… sumpah aku takut. Aku bisa kena pukul lagi gara-gara kabur kelamaan…” bisiknya.Nayla menoleh

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 108

    Pagi itu, Nayla sudah tampil cantik dengan terusan warna cerah. Rambut panjangnya disisir rapi, jatuh indah di bahu. Matteo bersandar nyaman di dadanya, sementara tas ASI tersampir di bahu kiri. Ia berdiri di depan pintu kamar Surti, mengetuk pelan.“Ti, udah siap? Leo bentar lagi turun,” panggil Nayla.“Bentar, Nay. Bentar… rambut aku masih basah. Emang rambut kamu nggak basah, gitu?” sahut Surti dari dalam, suaranya terdengar menggoda.Nayla spontan mengangkat sebelah alis. “Aunty Surti! Semua gara-gara kamu ya... udah ah, nggak usah bercanda..." sahutnya salah tingkah. Dari dalam, terdengar tawa cekikikan Surti.Rona merah merambat di wajah Nayla, pikirannya melayang pada kejadian semalam.Di dapur, suasana masih menyisakan aroma antiseptik. Dalam hening itu, Nayla akhirnya membuka suara, menceritakan semua masalah Surti dengan jemari mereka yang saling bertaut.Leo mendengarkan dengan wajah serius, matanya tak lepas dari wajah Nayla. Ia sama sekali tak bereaksi berlebihan, bahkan

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 107

    “Hallo, Nanay…” Kalimat itu menghantam telinga Nayla lebih kuat daripada petir di siang bolong. Napasnya tercekat. Kenapa suara maskulin di seberang sana bisa langsung tahu kalau itu telepon darinya? “Nomor ini… hanya kita berdua yang tahu,” sahut pria itu dengan nada rendah yang terdengar mantap. "Apa kabar, Nanay? Kamu sehat?” Nayla mencengkeram erat ponselnya. “Jax? Kamu… benar Jax?” “Iya lah! Siapa lagi, Nay? Lelaki yang pernah melihat liontin mawar itu menggantung di leher kamu…” suara Jax terdengar seperti bisikan masa lalu yang menusuk jantungnya. “Nay… kita harus bertemu.” Nayla buru-buru menyerobot, “Untuk apa kamu mencariku, Jax?” Hening sejenak di ujung sana, sebelum Jax berdesah. “Kamu pasti kecewa sama aku, kan? Maafin aku, Nay. Banyak yang harus aku ceritakan sama kamu. Bukan mau aku menghilang selama sembilan bulan. Itu… siksaan paling mematikan dalam hidupku.” Suaranya semakin lirih, seperti benar-benar tersiksa. “Kamu harus percaya aku…” Nayla memejamkan mata,

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 106

    Cahaya matahari meredup, saat mobil Leo tiba di Jakarta. Ia melaju kencang menembus kepadatan jalan pulang. Tatapannya lurus ke depan, seakan tidak peduli pada permasalahan dunia di sekitarnya. Hanya ada satu tujuan di kepalanya—markas geng motor yang pernah ia datangi bersama Zoya. Waktu itu, Zoya kalut, stress berat, karena Jax menghilang berhari-hari. Mereka mencarinya ke segala penjuru, sampai akhirnya menjejakkan kaki di tempat itu—bangunan setengah jadi, setengah runtuh, ditelan pepohonan liar yang menjulur setinggi atap. Bukan tempat manusia waras, melainkan sarang orang-orang tak jelas seperti Jax dan gerombolannya. Kini, tempat itu masih sama saja, suram, lembap, lebih cocok disebut sarang dedemit ketimbang tempat berkumpul manusia. Leo menghentikan mobil persis di depan bangunan. Ia mematikan mesin, lalu segera keluar dari mobil. Sepatu kulitnya menghantam tanah dengan berat, penuh ancaman. Matanya menerawang ruangan remang-remang di balik pintu reyot itu. Tanpa basa-basi,

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 105

    Suasana kamar mendadak mencekam. Udara sejuk dari hembusan AC, menusuk dingin kulit mereka, diiringi gumaman kecil Matteo yang masih berusaha menegakkan tubuh mungilnya. Surti duduk di ujung ranjang, menatap Nayla dengan sorot mata tajam.“Nay… sekarang kamu yang cerita semua sama aku... aku dengerin kamu," ujar Surti. "Cerita, kamu kenal sama cowok ini di mana? Kok bisa sampai… sampai tidur sama dia? Apa kamu… kamu cinta sama dia? Sampe-sampe kamu... rela kasih keperawananmu gitu aja?"Nayla mengangkat wajahnya pelan, matanya sudah basah. Tubuhnya gemetar, seolah pertanyaan itu membelah hatinya jadi dua. Air mata jatuh satu-satu, membasahi pipi.“Ti… aku kenal dia di vila...” suaranya parau. “Dia... cowok pertama yang bilang suka sama aku...""Ya ampun, Nay..." Surti gemas sekali mendengar pengakuan Nayla. Dadanya naik turun cepat, tangannya meremas surat itu seolah meremas kepolosan Nayla. "Lanjut.... terus? Kamu cinta dia?" todongnya.Nayla menggeleng lugu, matanya berkaca-kaca. "A

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 104

    Suara deru mesin mobil Leo berpacu dengan detak jantungnya. Dua motor besar yang sedari tadi membuntuti makin liar, jaraknya semakin rapat. Dari kaca spion, Leo seperti bisa menangkap tatapan tajam mata elang pengendara di balik helm hitam. Leo bergegas menekan tombol handsfree di layar mobil, menelepon Putra. “Halo, Pak Boss?” suara Putra terdengar riang, seolah dunia baik-baik saja. “Put, kamu masih di hotel?” tanya Leo, berusaha terdengar tenang meski telapak tangannya sudah berkeringat menggenggam setir. “Masih, Boss. Lagi siap-siap turun. Jadi kita makan di mana, nih?” “Kamu duluan aja ya, ke Warung—” ucapan Leo terpotong ketika salah satu motor tiba-tiba menyalip dari kanan, menutup jalurnya. Refleks Leo berbelok tajam dan mengumpat, “Bajingan!” Putra terperanjat. “Warung Bajingan? Di mana tuh, Boss?” “Bukan! Bukan bajingan!” Leo mendengus, menekan gas lagi. “Oh… bukan bajingan. Bujangan? Bapak mau makan bakso apa bebek?" tanya Putra. “Warung di Jalan Riau… Warung—” suar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status