Share

BAB 9

Author: Fredy_
last update Last Updated: 2025-06-30 09:01:38

Udara kamar terasa lebih tenang dari sebelumnya. Aroma teh hangat perlahan menguar begitu Leo muncul di ambang pintu, membawa dua cangkir putih di tangannya. Ia berhenti sejenak—pemandangan di depannya membuatnya terpaku.

Nayla berdiri di sisi box bayi, membenahi selimut kecil Matteo yang kini terlelap. Perut mungil si bayi naik-turun dengan napas teratur. Tak ada lagi jeritan. Tak ada lagi isakan. Hanya keheningan—sunyi yang menelan semua lelah di hari itu.

Leo melangkah masuk perlahan, nyaris tanpa suara. Matanya tak lepas dari punggung Nayla yang sedikit membungkuk, tangannya bergerak pelan menepuk lembut dada bayi yang sedang tidur. Wajah Nayla tampak teduh, sendu damai, diterpa sinar kuning temaram dari lampu kamar.

Seperti terhipnotis, langkah Leo semakin mendekat. Sejenak ia seakan lupa dengan semua beban yang menggelayuti pundaknya seharian ini. Lupa pada ketakutan yang membentur-bentur pikirannya. Lupa pada duka yang masih menggantung di ujung hari.

Sampai tiba-tiba—

Bra
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (4)
goodnovel comment avatar
eonnira
baik pak.. jawab Nayla.. aduh Nay kena air panas itu bekasnya panas banget
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
kok salting sih ini bapak Leo.. kamu cinta gag ke buk Zoya?? ... belum sehari ditinggal istri udh salting sama ciwi lain ajh
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Kasihan Nayla tangannya melepuh karena si Leo nih
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 10

    "Bi-bisa, kan?" tanya Leo, nyaris tak terdengar. Nayla mendongak perlahan, matanya membulat, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Saya... nginap di sini?" gumamnya, ragu. Matanya menatap Leo sedikit ragu. Untuk sesaat, hanya deru napas bayi yang kini tertidur lelap di pelukannya yang terdengar di antara mereka. Leo seketika gugup, seperti baru sadar betapa aneh permintaannya itu. Ia cepat-cepat mengangkat kedua tangannya, seolah menyatakan tak bermaksud macam-macam. "Maksudku... bukan yang gimana-gimana ... eeng ...Nayla..." katanya terbata. "Aku cuma... ya ... aku ... aku nggak tahu harus minta tolong ke siapa lagi. Matteo..." Leo menghela napas berat, "...kalau tengah malam nanti dia nangis lagi? Atau... kalau dia lapar ... atau kalau aku ketiduran?" Leo menatap Nayla dengan mata lelah dan jujur. "Maaf ...Dokter baru bisa datang besok siang. Aku... aku takut kalau Matteo sampai nangis kayak tadi lagi... dan aku sendirian." Nayla terdiam. Luka di lenganny

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 9

    Udara kamar terasa lebih tenang dari sebelumnya. Aroma teh hangat perlahan menguar begitu Leo muncul di ambang pintu, membawa dua cangkir putih di tangannya. Ia berhenti sejenak—pemandangan di depannya membuatnya terpaku. Nayla berdiri di sisi box bayi, membenahi selimut kecil Matteo yang kini terlelap. Perut mungil si bayi naik-turun dengan napas teratur. Tak ada lagi jeritan. Tak ada lagi isakan. Hanya keheningan—sunyi yang menelan semua lelah di hari itu. Leo melangkah masuk perlahan, nyaris tanpa suara. Matanya tak lepas dari punggung Nayla yang sedikit membungkuk, tangannya bergerak pelan menepuk lembut dada bayi yang sedang tidur. Wajah Nayla tampak teduh, sendu damai, diterpa sinar kuning temaram dari lampu kamar. Seperti terhipnotis, langkah Leo semakin mendekat. Sejenak ia seakan lupa dengan semua beban yang menggelayuti pundaknya seharian ini. Lupa pada ketakutan yang membentur-bentur pikirannya. Lupa pada duka yang masih menggantung di ujung hari. Sampai tiba-tiba— Bra

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 8

    Nayla bergegas mengikuti langkah terburu-buru Leo menuju pintu rumah. Langkah panjang pria itu membuatnya harus setengah berlari, hingga tumitnya nyaris terpeleset saat menapaki anak tangga pertama. “Pak… pelan—” ucapannya terputus. Leo tak menoleh sedikit pun, matanya lurus ke depan, wajahnya tegang. Ia menggenggam tangan Nayla, dan membimbingnya naik ke lantai dua. Di ujung lorong, suara tangis Matteo semakin terdengar jelas—nyaring, tersengal, dan terdengar seperti tersedak karena terlalu lama menangis. Leo mendorong pintu kamar lebar-lebar. Seketika, jeritan nyaring Matteo menggema seperti panah yang langsung menghunjam dada Nayla. Tanpa pikir panjang, ia spontan menepis tangan Leo dan berlari kecil ke arah box bayi. "Aduh ... Sayang ... kamu kenapa, hmm?" bisiknya lirih. Tubuhnya membungkuk cepat, tangannya mengusap wajah mungil itu dengan kerinduan seorang ibu setelah terpisah lama dari anaknya. Leo berdiri di dekat pintu, kehabisan napas, mencoba menjelaskan sesuatu yang ba

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 7

    Beberapa jam sebelumnya ...Nayla duduk termangu di sofa ruang tamu rumah Ibu Lilis. Tubuhnya lelah, namun pikirannya tak bisa diam. Sambil menyesap teh hangat yang dibuatkan oleh tuan rumah, ia hanya menatap kosong ke dinding. Di seberangnya, Surti sibuk menjelaskan yang terjadi di rumah Zoya kepada Ibu Lilis."Titip ya, Bu Lilis. Sementara aja. Saya juga lagi tanya-tanya, siapa tau ada tetangga deket rumah majikan saya yang butuh pembantu. Ibu kalau dapet duluan, langsung kasih tau Nayla aja. Dia mau kerja apa aja kok," ucap Surti, setengah memohon.Bu Lilis mengangguk, lalu membuka buku catatan usang yang ia bawa ke mana-mana. Jari-jarinya dengan cepat menelusuri lembaran halaman penuh tulisan tangan."Iya, Ti. Nggak apa-apa. Kemaren sih ada yang minta cariin pembantu harian buat nyuci sama nyetrika. Ibu telpon dulu, ya. Mudah-mudahan masih kosong.""Iya, Bu. Makasih banget nih ..." Surti menunduk singkat, lalu berdiri dan merapikan tasnya.Ia menoleh ke arah Nayla, mengusap pundak

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 6

    Tangis Matteo menggema di seantero kamar, memantul dari dinding ke dinding seperti gema luka yang menyesakkan dada. Leo mondar-mandir, mendekap bayinya erat di dada, meninabobokan dengan pelan, menepuk-nepuk punggung kecil itu dengan lembut, tapi Matteo tak juga diam. "Shhh… Theo, Sayang ... Papa di sini … tenang ya… shhh…" Napas Leo memburu, peluh membasahi pelipisnya. Ia kembali menyodorkan dot, tapi Matteo malah tersedak, membuat kekacauan semakin menjadi-jadi. Wajah mungil itu memerah, teriakan tangisnya menusuk gendang telinga, mengiris dada. Leo menatap jam dinding yang berdetak halus. Sudah lewat pukul tujuh malam. Dalam kepanikan yang semakin melumpuhkan akal sehatnya, ia teringat kalimat Adrian sebelum pergi siang tadi, "Kalau ada apa-apa, segera telepon aku." Tanpa pikir panjang, Leo meraih ponsel dari meja nakas dan menekan nama Dokter Adrian. Ia menempelkan ponsel ke telinga sambil tetap mengayun pelan tubuh kecil Matteo. Nada sambung terdengar. Sekali. Dua kali.

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 5

    "Baiklah, sepertinya aku harus pamit dulu," ujar Adrian sambil melirik jam tangannya. "Masih ada jadwal praktik, dan operasi caesar ... oh ya, perawat ini juga harus balik jaga ke ruang NICU." Adrian memberi kode kepada perawat, lalu menepuk pelan bahu Leo. "Kalau ada apa-apa segera hubungi aku, ya.""Thanks, Dri ..." balas Leo, pandangannya tetap tertuju ke dalam box bayi dengan wajah murah."Aku juga harus pergi, Leo." Arlene menghela napas berat. "Papih minta aku dateng ke kantor. Besok mau ada peresmian hotel baru di Bali." Ia tersenyum kecil. "By the way, papih masih suka nanyain kamu, lho. Kapan-kapan kita dinner bareng, ya?"Leo menoleh, lalu mengangguk singkat. “Salam buat papih, Lene.”Saat mereka hampir mencapai pintu, Adrian berbalik. "Oh ya, Leo. Sudah ada nama bayi? Perawat harus mencatatnya di buku kesehatan."Leo menunduk sebentar, menatap wajah mungil yang seputih kapas. Jujur saja, sejak ia menginjakkan kaki kembali di Jakarta dan mendengar kabar bahwa Zoya telah tiad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status