Share

5. Dilema

Author: Arini Asrini
last update Last Updated: 2024-01-02 08:59:14

Di malam hari setelah insiden yang sangat menguras emosi dan air mata itu berlalu, Tsani terlihat sangat murung. Tidak seperti malam-malam biasanya. Sebelumnya ibu satu anak ini  tidak pernah absen membacakan buku dongeng untuk Melani sebagai penghantar tidur anak kesayangannya. Malam ini ia begitu kalut. Ia berada di satu persimpangan jalan mana yang harus ia pilih. Rujuk kembali atau mundur dari kehidupan Bimo.

Luka trauma yang telah Bimo berikan masih begitu menancap dalam batinnya. Laki-laki yang ia harap bisa berubah setelah kehadiran putri pertama mereka, justru makin tidak bertanggung jawab. Tsani seakan kehilangan penopang dalam hidupnya. Setelah kehilangan kedua orang tuanya. Tsani harus bekerja keras untuk menyambung hidup bersama adiknya, Dendi. Sebelum akhirnya Tsani diminta untuk menikah dengan Bimo.

Semenjak kericuhan di rumah Tsani, Bimo dan bayinya tinggal di rumah Papah Rusli. Terhitung sudah lima hari berlalu, hitungan yang sama pula kunjungan Bimo ke rumah Tsani. Setiap hari Bimo menyambangi rumah Tsani untuk mengambil susu perahan dari Tsani. Tsani memang menyanggupi untuk menjadi ibu susu untuk anak Dini sesuai permintaan mamah mertuanya.

“Jika Tsani tidak keberatan, maukah Tsani menjadi ibu susu untuk bayi Bimo? Anggap saja itu juga anak Tsani karena Mamah sangat berharap sekali Tsani mau kembali lagi dengan Bimo. Bagaimana pun, bayi itu tidak bersalah. Anak Mamahlah yang bersalah telah tersesat memilih jalan,” pinta mamah mertua Tsani.

“Dengan kelemahan hati Tsani, InsyaAllah Tsani sanggup, Mah. Namun, ada satu syarat.”

“Katakan, Nak. Mamah akan menyanggupinya.”

“Tsani tidak mau menyusui anak itu langsung, Tsani akan memompa ASI. Dan setiap harinya Mas Bimo harus sanggup mengambil ASI perahanku. Akan tetapi, Tsani harus mengutamakan ASI untuk Melani dulu karena Melani juga belum Tsani sapih.”

Perjanjian sudah disepakati. Kini Tsani bersedia menjadi ibu susu untuk anak hasil pengkhianatan suami dan gundiknya itu. Tidak banyak wanita seperti Tsani, yang masih rela berkorban meski hatinya telah tersakiti. Ia begitu pemaaf. Sifat inilah yang membuat kedua mertuanya sangat menyayangi Tsani, dan masih berharap Tsani bersedia kembali kepada anaknya.

"Terima kasih, Tsan. Kamu sudah mau menerima anak keduaku."

"Menjadi ibu susunya bukan berarti aku dengan mudah juga menerima anak keduamu, Mas."

Tangan Tsani begitu cekatan memasukan botol kaca yang berisi ASI ke dalam coller bag. Sengaja ia percepat aktifitasnya agar tidak terlalu lama Bimo berada di rumahnya. Namun, ditengah aktifitasnya, Tsani dikagetkan dengan uluran tangan Bimo yang membentuk melengkung memeluk pinggang Tsani dari belakang. Tangan Tsani pun terkunci.

"Apa-apaan ini, Mas? Lepas!" pinta Tsani dengan tegas.

"Aku tidak akan melepaskanmu, Tsan. Aku mencintai kamu."

Tsani sekuat tenaga ingin melepas pelukan Bimo, tetapi tenaga Bimo begitu kuat. Tenaga dalamnya telah Bimo kerahkan untuk memeluk Tsani. Pelukan yang begitu Tsani harapkan sedari dulu dari lelaki berbadan kekar ini. Akan tetapi, saat ini adalah waktu yang salah untuk mengharapkan hal seperti itu.

"Tolong, Mas. Jangan membuatku berharap lagi kepadamu. Cukup kebodohanku di waktu dulu yang berharap kau bisa mencintaiku, tetapi nyatanya kamu pun berlalu." 

Mata Tsani mulai mengembun. Dalam khayalnya, jika pelukan ini Bimo berikan di waktu dulu, pasti akan membuat Tsani merasa sangat bahagia. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Sudah satu tahun Tsani mencoba mengubur rasa cintanya terhadap Bimo. Walapun begitu sulit Tsani jalani karena ada bayangan wajah Bimo yang tertinggal di wajah putrinya, Melani. Putri yang mewarisi hampir 90% wajah ayahnya.

"Aku tidak akan melepaskanmu, Tsan. Sebelum kamu berkata, bahwa kamu bersedia rujuk denganku sesuai permintaan Mamah Papah."

Rengkuhannya makin erat. Bimo tidak menghiraukan pemberontakan Tsani. Dalam otaknya, Bimo harus bisa membujuk Tsani agar mau memenuhi permintaan orang tuanya. 

"Beri aku waktu lebih lama lagi untuk mengenal kamu dari awal lagi, Mas. Ini bukan keputusan untuk hal yang sepele. Aku tidak mau masuk ke jurang yang curam untuk kedua kalinya karena kebodohanku."

"Butuh waktu berapa lama lagi, Tsan? Ini sudah 5 hari. Selamat 5 hari pun kita sudah saling bertemu. Apa kamu tidak melihat keseriusanku kepadamu? Kasih sayang yang aku berikan kepada Melani selama 5 hari ini, apa kurang?"

"Sangat kurang! Waktu 5 hari tidak sebanding dengan lamanya Melani menantikan sentuhan kasih sayang dari ayahnya. Sejak dia bayi, apa pernah kamu curahkan kasih sayangmu, Mas?"

Pelukan Bimo kini sudah terlepas, berganti alih memegang kedua bahu Tsani. Dan kini mereka berhadapan, dua pasang mata saling menatap. Tsani menemukan titik yang berbeda dari netra seorang Bimo. Sosok kasar dengan tatapan dingin sudah tak Tsani temukan di sana. Sinarnya kini memudar berganti menjadi telaga biru yang mengalir tenang.

"Apa Mas Bimo sudah benar-nenar berubah?" Tsani bertanya-tanya dalam hati.

Begitu lama Tsani menatap sosok lelaki yang seakan baru ia kenal. Bukan tentang nama, tetapi tentang pembawaan sikapnya yang sekarang. Memang selamat 5 hari, Tsani sudah mulai menemukan perbedaan Bimo yang dulu dan Bimo yang sekarang. Akan tetapi, itu belum cukup untuk memberi keyakinan penuh di hati Tsani untuk rujuk dengannya.

"Apa yang kamu pikirkan, Tsani?"

Pertanyaan Bimo membuyarkan fokus Tsani terhadapnya.

"Tidak apa-apa. Maaf."

Kedua tangan Bimo telah ditampik oleh Tsani. Bergegas Tsani mengambil coller bag dan menyerahkan kepada Bimo.

"Pulanglah, tugasku hari ini sudah selesai."

"Baiklah, terima kasih. Besok aku akan kembali dan aku berharap kau pertimbangkan soal permintaan Mamah Papah tentang rujuk kita."

Tanpa menjawab sepatah katapun, Tsani melanjutkan rutinitasnya membuat basreng. Akhirnya, Bimo pun beranjak pulang.

"Yayah, Meyani ikut."

Anak kecil itu berlari mengejar ayahnya yang hendak pulang ke rumah kakeknya. Rupanya Melani sudah terbangun dari tidurnya

Bukan hari ini saja Melani ikut pulang bersama Bimo. Kedekatan mereka mulai terjalin, semenjak insiden tempo hari yang lalu. Tsani pun bisa merasakan hal itu. Melani selalu menangis jika Tsani melarangnya untuk tidak ikut bersama Bimo. Melani terlihat sangat bahagia jika bersama ayahnya. Dan mau tidak mau, Tsani pun menuruti permintaan Melani. Hal ini menambah daftar pertimbangan Tsani.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   27. Memegang Bukti

    "Ternyata seperti ini jati diri kamu sebenarnya," Anjas bergumam dalam hati.Tsani telah kembali dari toilet. Anjas yang sudah tidak lagi nafsu untuk melanjutkan makan, memutuskan untuk mengajak Tsani pulang. Wanita yang memang sedang tak enak hati kepada Anjas pun menuruti ajakannya. Padahal, makanan belum juga habis.Setelah Anjas melakukan pembayaran di kasir untuk 4 porsi nasi padang dan dua gelas es teh, Anjas segera menuju ke mobil. Tsani sudah terlebih dulu manunggu di sana."Kita langsung pulang, kan, Tsan?""Iya, Mas. Sudah sore juga. Aku kepikiran sama Melani di rumah."Tanpa ada basa basi lagi dari keduanya. Anjas tancap gas meninggalkan rumah makan padang. Selama perjalanan pun tiada percakapan apapun.Sesampainya di rumah Tsani.Tsani tidak langsung turun karena tangan Anjas menahannya. Debaran dalam jantungnya begitu cepat. Cinta yang sama-sama dirasakan oleh keduanya entah akan bermuara ke mana."Tsan, aku tidak akan merasa sakit jika harus terus menerus menerima penola

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   26. Kepastian Cinta

    Di tempat lain ...Rentetan-rentetan peristiwa hari ini cukup melelahkan. Sangat menguras energi, dan lupa akan waktu hingga tak terasa hari sudah menjelang sore, tetapi Anjas dan Tsani ternyata belum memberikan sesuap nasi untuk cacing-cacing di perut mereka. Sehingga perut Anjas pun keroncongan dan tercipta bunyi dari sana."Eh, bunyi apa itu, Mas?""Hei, itu bunyi perutku."Tsani yang mendengar bunyi tersebut tertawa kecil, Anjas pun tersipu malu dibuatnya."Tsan, mampir makan yuk. Aku sudah sudah terlalu lapar, nih.""Makan ditempat, Mas?""Iya, kalau kamu mau. Nanti kita makan nasi padang di depan. Terkenal enak di situ.""Tidak dibungkus saja, Mas? Aku sudah terlalu lama nitipin Melani, takut dia mencariku.""Coba kamu hubungi Dendi, Melani rewel atau tidak?"Anjas memang berencana ingin berbincang dengan Tsani. Jarang-jarang bisa keluar berdua dengan wanita pujaannya seperti hari ini. Keduanya disibukkan dengan rutinitas harian masing-masing. Terlebih lagi Tsani yang memang san

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   25. Penyesalan Dini.

    Perasaan Dini mulai tidak tenang, wanita itu takut apa yang ia pikirkan selama ini akan terjadi hari ini.Dini dengan tangan gemetar mulai mengambil berkas yang sudah di depan matanya."Buka berkas itu dan jangan lupa tanda tangani segera," perintah ulang si Bimo."Aku baca dulu, ya, Mas.""Oh, tidak perlu."Dini bisa membaca sekilas ejaan demi ejaan yang tertulis di berkas."Mas, kamu mau menjual rumah yang sudah kamu belikan untukku? Kenapa Mas?"Dini terkekeh setelah berhasil menangkap beberapa deret kalimat yang tertera."Iya, karena kamu, kan, sudah harus ikut aku di sini. Rumah ini juga luas, bukan? Bahkan kamu juga disediakan kamar sendiri. Tidak harus sekamar denganku. Lagi pula, kalau kita balik ke rumah itu pasti laki-laki hidung belang itu akan dengan mudah menemuimu, dan aku takut kamu akan bermain api lagi di belakangku di rumah itu. Jadi, terpaksa aku jual."Alasan Bimo membuat Dini terdiam sejenak."Tapi, kan, kita bisa ngontrakin itu rumah, Mas. Tidak perlu harus dijua

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   24. Kertas dan Berkas.

    Bergegas Anjas membuka kertas lusuh yang terlipat pemberian dari Bimo itu dan segera membacanya.Anjas hanya tersenyum membaca pesan yang tertulis dalam kertas lusuh tersebut, lalu kembali melipatnya.“Jadi, maksud Anda, saya yang menulis pesan ancaman seperti ini?”“Lantas siapa lagi yang akan melakukan itu kalau bukan orang yang mau menghalangi aku untuk rujuk dengan Tsani lagi kalau bukan Anda?”Kertas yang masih ada dalam genggaman tangan Anjas pun kini diambil oleh Tsani yang juga penasaran dengan isi pesannya.“Jangan asal memfitnah orang, Mas Bim. Kalau tidak ada bukti yang akurat. Bisa jadi, kan itu kerjaan orang lain yang tidak suka dengan hubungan kita. Aku yakin, ini bukan kerjaan Mas Anjas.”“Mengapa kamu begitu yakin?”“Iya, karena aku paham. Bukan hanya satu orang atau dua orang saja yang tidak setuju dengan hubungan kita dulu. Termasuk orang yang sedang berada di dalam kamar tamu.”“Maksud kamu, Dini?”“Siapa lagi? Tidak mungkin, kan Anita yang melakukannya, dia masih b

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   23. Keputusan Bimo dan Tsani.

    "Aku tidak akan menceraikan Dini!" Bimo bersuara dengan tegas hingga orang seisi rumah tercengang setelah mendengarnya. Akan tetapi, tidak dengan Tsani yang nampak tersenyum tipis."Apa kamu bilang?! Kamu tidak mau menceraikan wanita yang punya otak kriminal ini?! Jangan bodoh kamu, Bim," hardik Mamah Astrid, "Mamah tidak mau punya menantu berhati iblis macam dia ini."Amarah wanita paruh baya ini semakin menjadi."Lihat, Mah, Pah. Mas Bimo sudah mengambil keputusan untuk tidak menceraikan Dini yang sudah jelas-jelas ingin mencelakaiku, jadi sekarang tidak perlu lagi ada permintaan rujuk kembali denganku.""Bu-bukan begitu, Tsan. Aku akan tetap melanjutkan rencana rujuk kita karena aku juga sayang sama kamu dan Melani.""Jangan serakah kamu, Mas! Kamu pikir aku mau dimadu?! Sekarang aku tak sebodoh dulu, Mas!" tukas Tsani."Mas Bimo tidak bisa seenaknya sendiri, mau sama aku, maka harus lepaskan wanita udik ini.""Apa kamu bilang!"Tamparan ketiga Tsani mendarat sempurna kembali di pi

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   22. Perlawanan Tsani.

    Selepas mengantarkan Dendi dan Melani pulang, Anjas dan Tsani pun kembali ke mobil untuk melanjutkan rencana mereka hari ini, menyambangi rumah Bimo yang di sana ada Dini. Wanita yang telah mencoba mencelakai Tsani lewat tangan orang lain yang dibayarnya.Sepanjang perjalanan, Tsani memikirkan matang-matang rencana yang telah disusunnya karena Tsani tidak mau jika sampai ada menggagalkan rencananya."Tsani, kamu yakin tidak mau melaporkan si Dini itu? Dia itu sudah keterlaluan, loh, Tsan."Suara lelaki yang sedang mengemudi mobil itu membuyarkan konsentrasi Tsani."Tidak, Mas. Aku hanya ingin menuntut kesepakatan saja dari dia dan Mas Bimo.""Kesepakatan seperti apa?""Mas bisa lihat nanti saat kita di rumah Mas Bimo.""Apa aku terlalu terlibat di dalamnya?"Pertanyaan Anjas membuat Tsani berpikir ulang. Sejujurnya Tsani pun sebenarnya memerlukan peran lain untuk meyakinkan orang seisi rumah di sana nantinya. Namun, sedari tadi Tsani merasa bimbang jika harus mengantarkan permintaan t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status