Share

5. Ibu Susu Anak Kakakku

“Sarah, apa maksudmu? Aku memang memintamu untuk menjadi istriku, tapi bukan berarti kamu harus—” Belum sempat Baskara menyelesaikan kalimatnya, ibunya tiba-tiba sudah memotongnya sembari memeluk Sarah.

“Pilihan yang bagus, Sarah, terima kasih, Azka pasti akan senang jika kamu menjadi ibu susunya.” Timpal Bu Mala, ibu Baskara.

Kali ini, Baskara yang kelabakan mendengar ucapan Sarah. Jelas-jelas, pria itu sendiri yang melihat Sarah yang menolak keras untuk menjadi istrinya. Mengapa kali ini dia berubah pikiran, dan bahkan menawarkan untuk jadi ibu susu untuk anaknya?

Namun, yang masih terbesit dalam benaknya adalah, bagaimana bisa Sarah yang masih lajang, dan berumur 20 tahun itu menyusui anaknya?

“Ma, tapi bagaimana bisa Sarah menjadi ibu susu untuk Azka? Dia masih muda, dan dia bukan ibu menyusui!”

“Bisa. Mama sudah diskusi dengan dokter sebelumnya. Sarah bisa disuntik hormon menyusui, lalu diberikan perangsangan oleh Azka. Kamu ini berpendidikan, masa gitu aja gak tau? Teknologi udah canggih, kamu gak perlu menolak tawaran Sarah. Dia sudah mau bantu kamu, Baskara.”

Kini, justru mertua Sarah yang bersikukuh, menatap anaknya sendiri dengan nyalang. Meskipun masih terlalu banyak keraguan yang ada di pikiran Baskara, pria itu tak bisa melawan ibunya sendiri.

Ucapan dari mertua kakaknya itu membuat sebagian hati Sarah terasa perih. Ternyata, Bu Mala justru sudah mendiskusikan hal itu dengan dokter. Bahkan, Sarah yang sebelumnya terdesak keadaan, tak pernah tahu bahwa ada prosedur yang bisa membuatnya menjadi ibu susu untuk anak dari kakaknya sendiri.

Sarah mengarahkan manik cokelat miliknya ke arah Azka yang sedang tertidur pulas di ranjang kecil rumah sakit. Entah mengapa, hatinya terasa lebih baik setiap kali melihat keponakannya itu. Meskipun dalam hari Sarah masih sedih, Sarah berjanji tak akan menyesali pilihannya demi Azka, dan juga almarhumah kakaknya.

Sarah lagi-lagi menghela napasnya berat, membuat Baskara mengalihkan pandangannya.

"Kamu serius, Sarah? Apakah kamu siap dengan segalanya?" tanya Baskara tiba-tiba.

Sarah melihat ke arah Baskara pelan, "Memangnya kalau aku bilang belum siap, semuanya akan batal?"

"Maaf, Sarah, jika ibuku terkesan memaksamu. Tapi, jika memang pernikahan kita tetap harus dilaksanakan, aku janji aku akan mengikuti semua yang kamu inginkan." jawab Baskara.  

Sarah mengalihkan pandangannya dari Azka menuju Baskara. Keduanya saat ini memang berada di ruang rawat Azka, hanya berdua. Namun, entah mengapa semuanya terdengar mengawang di telinganya.  

"Pernikahan kita ini pernikahan yang terpaksa karena keadaan, Baskara." kata Sarah, setitik air mata mulai berkumpul di pelupuk matanya.

"Lantas? Apakah pernikahan terpaksa tidak boleh dirayakan seperti pernikahan impian yang kamu inginkan?" Kali ini, Baskara bertanya, suaranya berubah menjadi dingin, "anggap saja pernikahan ini sebagai tanda terima kasih saya untuk kamu. Karena kamu, mau menikah dengan saya dan menjadi ibu untuk Azka."

"Berterima kasih bisa lewat dengan segala cara kan? Aku—” Sarah awalnya ingin menolak untuk merayakan pernikahannya, namun, tepat saat itu, memori beberapa jam sebelumnya melintas di benak Sarah. Baskara yang menyelamatkannya dari Andre, mantan kekasihnya yang hampir melecehkannya.

"Jadi? " Baskara mulai bertanya kembali dengan alis yang dia naikkan.

Sarah menghela napas, "Sederhana dan intim. Hanya ada keluarga dan sahabat terdekat."

Setelah mendapatkan jawaban dari Sarah, akhirnya Baskara mengangguk dan berjalan lebih dekat ke arah Sarah. Baskara tatap lamat-lamat wajah dan mata hitam legam milik Sarah, "Kita akan menikah Sarah. Jadi, lupakan status saya dahulu dan fokus pada pernikahan kita juga pada Azka. Sayamelakukan ini semua dari hati, dan tidak akan menyangkut pautkan kamu dengan istri saya terdahulu."

Setelah mengatakan hal tersebut, Baskara pergi begitu saja meninggalkan ruang rawat Azka, dan Sarah untuk berdiam diri.

Kini, tinggal Sarah yang harus berkutat dengan pikiran rumitnya. Dia benar-benar akan melakukan semuanya, termasuk melakukan terapi untuk pengeluaran ASI dari tubuhnya. Siap tidak siap, mau tidak mau, semuanya tetap harus Sarah lakukan. Ini semua telah dia putuskan sendiri.

"Semoga saja ini merupakan keputusan yang terbaik untuk kehidupanku setelah ini,” gumam Sarah.

Sarah melirik jam yang berada di tangannya. Pukul empat sore dan dia saat ini sedang menunggu kedatangan mamanya untuk bergantian menjaga Azka. Karena, dirinya akan melakukan konsultasi untuk pengeluaran ASI dari tubuhnya pada salah satu dokter di rumah sakit ini. Tentunya, bersama Baskara juga. Dan ya--- ini semua masih terasa mimpi bagi Sarah.

"Tidak apa-apa, kalau dilakukan dengan ikhlas semuanya akan terasa mudah. Mbak Laras, aku takut tapi aku ikhlas melakukan semuanya.”

•••

"Pengeluaran ASI bisa saja dilakukan pada perempuan yang memang belum pernah melahirkan atau mengandung. Pengeluaran ASI tersebut bisa dari berbagai cara dan 'pancingan'. Termasuk dengan suntik hormon, serta dengan rangsangan yang selalu di berikan oleh suami untuk mempercepat pengeluaran dan produksi asi tersebut."

Baskara dan Sarah diam. Mereka sama-sama menyimak penjelasan dari dokter wanita dengan rambut pendeknya itu.

"Prosesnya pun memang tidak bisa ditebak dan tidak bisa dikira-kira berapa lama ASI tersebut akan keluar. Semuanya kembali bergantung pada kondisi tubuh sang ibu, kondisi hormon sang ibu juga perasaan ibunya tersendiri. "

"Biasanya, cara apa yang paling cepat dan aman untuk itu dok?" kini, giliran Baskara yang bertanya.

"Suntik hormon bisa, namun menurut saya rangsangan pada dada sang ibu menjadi cara yang paling aman untuk itu."

Baskara dengan reflek melihat ke arah Sarah dan berdiri seraya menggenggam tangan Sarah.

"Baik terima kasih dokter, kalau begitu kami pamit."

Dokter tersebut tersenyum dan mempersilahkan Baskara dan Sarah untuk keluar dari ruangannya.

Keluar dari ruangan, Sarah merasakan pikirannya kosong. Dirinya masih tak percaya, bahwa dirinya akan melakukan induksi laktasi, dan menjadi ibu susu di usianya yang masih 20 tahun.

Karena sibuk dengan pikirannya, Sarah tak sadar, jika Baskara sudah mendahuluinya dan berhenti tepat di depan wajahnya.

"Mari menikah besok, saya akan urus semuanya. Saya janji semuanya akan berjalan seperti yang kamu inginkan. Tentang pernikahan ini juga tentang rumah tangga kita nantinya. Mari berjanji untuk saling melengkapi, Sarah."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status