Share

Bab 6

Author: Kalista Aruna
last update Last Updated: 2025-11-05 20:19:01

"Jangan buru-buru, Sayang,” ucap Farel Arfando, giginya menyeringai mempermainkan kepanikan Mutiara dan matanya memerah penuh amarah.

Cengkramannya semakin menguat lalu menarik tubuhnya. Mutiara hanya bisa mengikuti arahan mantan suaminya__yang bajingan. Untunglah Handoko berlari ke arah mereka dengan dua orang sekuriti. Mutiara mulai berontak berusah melepaskannya, namun sia-sia.

“Lepaskan ….”

“Lepaskan Dia!” serta merta Handoko melayangkan bogem pada wajah Farel.

Mendapat pukulan mendadak dan masih dalam pengaruh alcohol tubuh Farel pun ambruk ke lantai. Sekuriti segera membekuknya. Namun Farel dapat meloloskan diri dari cengkraman sekuriti. Kejar-kejaran pun tak terelakan.

“Jangan lari!” perintah seorang sekuriti.

Para pengunjung pun menjadi gaduh. Beberapa orang ikut berlari mengejar. Sementara yang lainya hanya saling menatap penuh tanya.

Mutiara masih syok, ingatan KDRT yang dilakukan Farel membuatnya ngilu. Ketakutan nya semakin menjadi kalau-kalau Lila akan diambilnya. Ia menggigit bibir untuk menahan air mata berderai.

“Bagaimana dengan Lila?”

“Bapak pastikan dia aman.”

Peristiwa-peristiwa menegangkan yang pernah dialaminya membuat mental dan fisiknya Mutiara melemah, langkahnya gontai dan wajah memucat. Menyadari hal itu Handoko mengapit ketat badan Mutiara untuk membantunya berjalan. Mereka berdua pun  segera menuju ke pintu keluar di mana Darman memarkir mobil.

Handoko menyapukan pandanganya untuk memastikan keamanan mereka. Sementara Mutiara terus berjalan sambil menundukkan kepalanya. Dari kejauhan Darman di tempat parkir clingak-clinguk, dan merasa Lega ketika melihat kedatangan Mutiara. Ia mengangguk sopan pada Handoko.

“Kita langsung ke rumah ya Bu, ibu Sulastri bolak- balik menelphon,” ajak Darman sopan.

Mereka bergegas memasuki mobil dan pergi lalu Handoko kembali masuk loby. Tanpa mereka sadari dari kejauhan Farel Arfando mengawasi pergerkan mereka. Ia segera menaiki ojol yang baru menurunkan penumpang dan mengikuti mobil mereka.

Rasa kantuk menyergap Mutiara tak berselang lama ia pun tertidur. Sementara Darman yang sedang menyentir menyadari sebuah ojol  dengan seorang penumpang sedang mengikutinya. Ia mulai menghawatirkan keselamatan Mutiara dan memutuskan mempercepat lajunya hingga membuat ojol kehilangan jejaknya. Tak berselang lama mereka pun sampai.

“Ibu Mutiara, kita sudah sampai.” Mutiara pun terbangun dan turun dari mobil.

“Trimakasih Pak Darman.”

“Sama-sama Bu.”

Di Rumah Alvin, tampak tamu masih berlalu lalang. Mutiara masuk melalui pintu samping melewati taman yang asri. Langkahnya terhenti menyadari Alvin sudah kembali dari makam sedang menyendiri. Mutiara yang enggan mengusiknya sekaligus

takut diketahui kedatangannya, berhenti melangkah dibalik pohon perdu yang lebat.

Dari sisi lain Sulastri melihat Mutiara bersembunyi, lalu mengajak Alvin masuk rumah. Dengan tangganya Sulastri memberi aba-aba pada Mutiara untuk segera masuk. Mutiara pun menemui Brigitta yang menangis kencang dan menyusuinya. Dengan sabar Mutiara megelap peluh di wajah Brigita.

“Nah, gitu donk jangan nangis lagi ya, Brigitta cantik, yang keyang ya sayang, biar cepet besar….” Mutiara tersenyum lega sembari menatap bayi tak berdosa sedang menyusu padanya.

Brigitta terhanyut dalam gendongan Mutiara. Diamnya bayi itu merubah Atmosfer menjadi keheningan. Seakan menampakkan kesedihan bagi penghuninya. Isak tangis sesekali terdengar dari keluarga besar mendiang Monica maupun Alvin.

“Mutiara kamu sudah datang ?” tanya Melinda dari balik pintu kamar Brigitta.

“Iya Nona Melinda,” jawab Mutiara.

“Pantas, Brigitta berhenti menangis.” Ia pun pergi untuk bergabung dengan para tamu.

Brigitta tampak sudah kenyang namun ia tetap terjaga. Mutiara segera menggendongnya keluar kamar untuk menyerahkan Brigitta pada Sulastri. Namun Bandrio mendatanginya dan segera mengambil cucunya.

“Sini ikut kakek …Tiara, kamu sudah makan?” tanya Bandrio.

“Nanti saja, Pak, saya belum lapar.”

“Kamu harus makan, mumpung Brigitta anteng.”

Mutiara yang merasa sungkan hanya mengikuti apa kata Bandrio. Ia berjalan di belakang Bandrio dengan ragu menuju meja makan. Di sana Alvin sedang duduk, makanan yang ada di depannya sama sekali tak tersentuh. Wanti masih sibuk menuangkan makanan yang di pesan dari resto ternama.

“Wanti tolong ambilkan makan untuk Mutiara,” perintah Bandrio.

“Oh, gak perlu saya bisa sendiri,” ucapnya. Wanti pun ijin pergi berpindah ke ruangan lainnya.

“Ok, kalau begitu aku bawa cucuku ke taman, kalau sudah selesai tolong ambil Brigitta.” Mutiara mengangguk, Alvin hanya melirik ke arahnya dengan ekspresi keberatan.

“Alvin kamu harus makan, dari semalam Papah tidak lihat kamu makan,” bujuk Bandrio.

“Iya Pah.” Alvin mengangguk tanpa ada gerakan tangan mengambil makanan. Bandrio pun pergi meninggalkan Mutiara dan Alvin di meja makan.

Mutiara hanya mengisi piringnya dengan sedikit nasi dan sesendok tumis brokoli, Alvin yang melihatnya merasa kesal lalu menarik piring Mutiara membuat Mutiara kaget. Alvin langsung menambahkan nasi serta lauk pauk yang berjajar dan berbagai sayuran.

“Habiskan!” bentak Alvin. Mutiara mengangguk dengan gugup meskipun nafsu makanya hilang ia tidak berani menolaknya, tapi ia pusing bagaimana cara menghabiskannya.

Suap demi suap Mutiara memakanya

dengan buru-buru karena berada di dekat Alvin terasa sangat tersiksa, jantungnya berdebar kencang. Berbeda dengan Alvin yang tak menyentuh makannya. Sesekali ia menarik nafas dalam-dalam.

“Besok saya akan mencari penggantimu.” Kalimatnya begitu tegas. Alvin menengok ke arah Mutiara yang sedang memasukkan suapan terakhir ke mulutnya.

“I … ya, gak pa pa.” Mutiara mengangguk setuju untuk menghindari perselisihan, kemudian buru-buru meninggalkan Alvin serta membawa piring kotor untuk mencucinya.

Alvin tak habis pikir hingga geleng-geleng kepala dengan kecepatan Mutiara menghabiskan makanan sebanyak itu.

Pandangannya ia alihkan pada piringnya yang masih utuh. Alvin pun meninggalkan meja makan untuk menemui para tamu.

Tiba-tiba Brigitta menangis kencang. Bandrio dan Melinda kewalahan hingga keluarga besarnya bergantian untuk menenangkan Brigitta namun tanpa hasil. Alvin segera mendatangi Brigitta untuk menenangkanya namun usahanya sia-sia. Keadaan tersebut membuat Alvin sangat terpukul, ia merasakan kesedihan Brigitta tanpa pelukan Monica, rasa dukanya semakin mendalam, air matanya kembali mengalir.

“Sabar Alvin ….” Bujuk Sulastri.

“Tiara cepat sini, Nak … susui dia,”perintah Sulastri. Mutiara pun menggedong Brigitta dan membawanya ke kamar.

Brigitta sudah kenyang namun tidak mau lepas dari gendongan Mutiara. Mutiara keluar kamar dan duduk di sofa keluarga sembari menimang-nimang Brigitta. Karena kelelahan dan kekenyangan membuatnya tertidur sambil memeluk Brigitta yang sudah pulas dipangkuannya.

Melihat Brigitta terlelap Alvin berniat mengambilnya hingga jari-jarinya menyentuh tangan Mutiara. Merasa ada tarikan di pangkuannya ia kaget dan terbangun, spontan ia memanggil anaknya.

“Lila ....”

Mutiara membuka matanya dan langsung beradu pandang dengan Alvin saat Alvin mencondongkan badan kearahnya untuk mengambil Brigitta. Jarak mereka

hanya sejengkal tangan Mutiara. Desiran halus didadanya membuatnya salah tingkah. Sementara Alvin tidak bisa mengendalikan perasaanya segera mengalihkan pandangan dari mantan istrinya. Keduanya merasa serba salah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Susu untuk Bayi Sang Mantan   Bab 10

    Perilaku Melinda membuatnya risi. Dengan hati-hati ia melepaskan tangan Melinda. Namun Melinda tetap memeluk erat bahkan dadanya merapat ke punggung Alvin. Sahroni yang melihat hanya geleng-geleng kepala.Tidak ingin jadi bahan tontonan Alvin pun melaju dengan motornya. Berkali-kali Alvin melepas tangan Melinda. Melinda yang merasa ditolak pun Marah.“Berhenti.” Begitu motor berhenti Melinda melompat dari motor dan mulai menunjuk-nunjuk Alvin.“Kenapa kamu merasa jijik, sementara dengan Tiara kamu santai?” Alvin kaget dengan pernyataan Melinda.“Kenapa kamu bilang begitu Mel.” Alvin berusaha lembut di hadapan mantan adik iparnya.Ia tahu betul perangai Melinda. Hal tersebut ia amati ketika terjadi konflik antara Melinda dengan mendiang Monica. Dengan kepandaiannya ia bisa memutar balikan fakta di hadapan kedua orang tuanya.Alvin berusaha keras menutupi hubungan masa lalu dengan Mutiara di hadapan mereka.“Saya tau, kamu mengantar Mutiara dengan motor ini. Kalian pelukan kan?” cecar M

  • Ibu Susu untuk Bayi Sang Mantan   Bab 9

    Alvin berhasil membantu Mutiara duduk di jok belakang motor. Rasa sungkan serta panik terus berkecamuk di benak Mutiara. Sebuah jas hujan dilemparkan Alvin ke pangkuannya. Mendapat perlakuan yang tak terduga ia syok tapi ia tak mampu berkata apa pun.Melihat Mutiara sudah siap dengan jas hujannya, Alvin naik ke motor dan menyalakannya. Tanpa memberi aba-aba ia langsung tancap gas dan membuat Mutiara hampir terpelanting. Dan sumpah serapah berhamburan tanpa terucap.Hujan masih cukup deras. Banjir terjadi di mana-manq, Alvin harus melalui gang-gang untuk menghindarinya. Berkali-kali mereka hampir terjatuh dari motor. Perjalanan terasa lama, pinggang Mutiara mengalami pegal yang hebat. Ia harus menahan badanya tetap tegak meskipun tempatnya duduk mengharuskan condong ke depan, ia lakukan supaya tidak menempel punggung Alvin. Hingga akhirnya ia tak sanggup menahannya lagi.“Turun kan aku di sini, Pak,” pintanya.“Apa ?” tanya Alvin. Ia tidak mendengarnya.“Turun,” teriaknya.Seketika Al

  • Ibu Susu untuk Bayi Sang Mantan   Bab 8

    "Kalau begitu kamu bareng mobilku ya,” ajak Bandrio.“Trimakasih Pak, saya sama Pak Darman saja.”“Ya sudah kalau begitu.”Sesampainya di rumah mewah itu, Mutiara tidak bertemu dengan Alvin. Ia merasa lega rupanya Alvin sedang mengurung diri di kamar. Namun ketenangannya seketika menghilang saat Melinda mendatanginya.“Kamu hanya ibu susu, jangan berharap lebih dengan Alvin. Harus tahu diri dan punya malu, Jangan binal, Paham.”Kalimat itu dirasakan Mutiara seperti sengatan listrik tegangan tinggi yang menggetarkan jantung dan saraf-sarafnya. Seketika emosinya memuncak namun ia tidak mampu meluapkanya. Ia sadar Bandrio lah penyelamat Lila, rasanya tidak pantas kalau ia menyakiti hatinya. Saat ini Melinda adalah putri satu-satunya yang dimiliki Bandrio.Kedua Matanya menghangat dan bulir-bulir air pun mengalir, Mutiara menundukkan kepalanya. Sementara Melinda terus menatap Mutiara untuk melihat reaksinya. Kedua tangannya bersedekap di dada. Senyum kemenangan tersungging di bibirnya.

  • Ibu Susu untuk Bayi Sang Mantan   Bab 7

    'Sial, kenapa dia harus terbangun sich’ gerutu Alvin. Mukanya merah padam, rasa malu bercampur marah seketika menyatu. Ia pun mundur untuk menjaga jarak. Melinda melihat adegan itu, seketika ia merasa kesal. Diam-diam Melinda mulai tertarik pada mantan kakak iparnya.“Biar aku gendong saja,” ucap Melinda. Brigitta pun dibawa ke kamar.Untunglah suasana romansa di hatinya hanya sekejap terjadi. Dan berganti rasa benci yang berlipat pada Mutiara. Ia anggap hanya dorongan rasa kangen pada mendiang Monica. Alvin kemudian menyusul ke kamar Brigitta ditemani oleh Sulastri.Badan Mutiara terasa gerah dan keringat mulai menguap dari pori-porinya yang sangat halus. Beruntung ia bisa menguasai situasi. Dan buru-buru berpamitan ke rumah sakit untuk menunggu Lila dioperasi. Darman sudah menunggu Mutiara di halaman rumah. Dan mobil pun melaju ke rumah sakit.Sesampainya di parkiran rumah sakit Darman berkata, “Bu, mobil Pak Bandrio juga baru saja parkir.”“Pak Bandrio sakit apa?” selidik Lila. Se

  • Ibu Susu untuk Bayi Sang Mantan   Bab 6

    "Jangan buru-buru, Sayang,” ucap Farel Arfando, giginya menyeringai mempermainkan kepanikan Mutiara dan matanya memerah penuh amarah.Cengkramannya semakin menguat lalu menarik tubuhnya. Mutiara hanya bisa mengikuti arahan mantan suaminya__yang bajingan. Untunglah Handoko berlari ke arah mereka dengan dua orang sekuriti. Mutiara mulai berontak berusah melepaskannya, namun sia-sia.“Lepaskan ….”“Lepaskan Dia!” serta merta Handoko melayangkan bogem pada wajah Farel.Mendapat pukulan mendadak dan masih dalam pengaruh alcohol tubuh Farel pun ambruk ke lantai. Sekuriti segera membekuknya. Namun Farel dapat meloloskan diri dari cengkraman sekuriti. Kejar-kejaran pun tak terelakan. “Jangan lari!” perintah seorang sekuriti. Para pengunjung pun menjadi gaduh. Beberapa orang ikut berlari mengejar. Sementara yang lainya hanya saling menatap penuh tanya.Mutiara masih syok, ingatan KDRT yang dilakukan Farel membuatnya ngilu. Ketakutan nya semakin menjadi kalau-kalau Lila akan diambilnya. Ia me

  • Ibu Susu untuk Bayi Sang Mantan   Bab. 5

    Teriakan Alvin membuat ruangan duka mendadak riuh.Para tamu menatap ke arah Mutiara yang berdiri gemetar di depan Sulastri. Brigitta menggeliat dalam pelukan, menangis keras, seolah merasakan ketegangan di udara.“Vin!” Arman segera menepuk bahu anaknya. Ia membisikkan sesuatu ke telinganya hingga Alvin terdiam. Wajahnya masih tegang, tapi tatapannya perlahan meredup.Melinda sigap menghampiri Sulastri, menenangkan bayi itu. Suara tangisan mulai reda, berganti dengan bisik-bisik pelan dari para tamu yang tak mengerti situasinya.Arman maju selangkah dan berbicara dengan tenang, “Mohon maaf, Bapak-Ibu semua. Putra saya baru saja kehilangan istrinya dan belum stabil secara emosi. Ucapannya tadi hanya bentuk proteksi terhadap anaknya.” Ia tersenyum tipis. “Mari kita lanjutkan ke pemakaman.”Suasana pun mulai mencair. Iring-iringan jenazah bergerak menuju mobil, meninggalkan rumah besar yang kini terasa kosong. Alvin yang sudah pucat dan kehilangan tenaga harus dibopong masuk ke mobil ol

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status