Part 4
#menghindarPOV Alina
Aku berdiri di depan kaca toilet.
"Aduh Tuhan, ini beneran?!"
Aku? Sama dia? Aku beneran ketemu sama dia? Deket dan ngobrol trus janjian? Itu sesuatu yang seperti aku yakini bakal terjadi, dan ternyata itu beneran kenyataan. Aku nggak pernah menyangka akan bertemu dengannya disini, terus bagaimana ini, ngapain aku tadi iya aja waktu diajak ketemuan.Oh no...Gawat-gawat, nggak bisa kayak gini, ini bener sesuatu yang pernah aku impikan dulu, tapi bukan kaya gini juga, keadaannya sudah beda! Apa Aryo tau bahwa aku sudah sendiri ya? Tapi, tidak banyak yang tau tentang statusku. Dan justru karena sekarang aku sendiri aku tetap harus menjaga sikapku. Aku mendenguskan napas.
"Ok, mending nggak usah deket lagi sama sekali, ya lebih baik aku menghindar saja nanti, menghindar titik!"
****Sore itu kelas selesai, sesi terakhir adalah sesi photo bersama dan testimoni tapi Alina minta izin untuk pulang duluan. Alina buru-buru pulang ke tempat inapnya, mandi, beres-beres kamar dan packing. Jika sesuai rencana seharusnya ia bisa agak santai jadi ke stasiun juga tak perlu menunggu lama. Tapi kejadian tadi siang sama sekali diluar dugaan, Alina memutuskan untuk tidak bertemu Aryo lagi, ia juga bergegas meninggalkan homestay, takut kalau Aryo tau tempatnya menginap kemudian datang, padahal Alina tau Aryo orang baik yang nggak mungkin macam-macam, hanya saja Alina ingin menjaga marwahnya dan status yang kini disandangnya, status yang acapkali dinilai rendah bagi orang lain.
Hari mulai gelap saat Alina keluar dari penginapan. Untung saja dia tidak banyak barang bawaan, hanya membawa tas ransel dipunggungnya. Alina mengambil langkah untuk mencari makan dulu sebelum ke stasiun. Tempat menginap Alina memang bukan di pusat keramaian, ia menyusuri jalan dulu yang saat itu jam 6.30 usai magrib dan situasi cukup lengang.
***
Sementara itu...Sudah jam 5 tapi Alina belum keluar dari aula pertemuan, Aryo yang gelisah segera beranjak dari kursi lobby lalu mendekat ke ruangan tempat Alina seminar. Sepertinya acara sudah santai banyak yang berswa foto dan ber selfi ria, juga mengobrol di ruangan. Satu persatu mereka mulai keluar, Aryo masih menunggu setelah ia sadari hanya tinggal sedikit orang Aryo mengamati bahwa disana Alina sudah tidak ada.
"Permisi, maaf, apa peserta atas nama Alina sudah pulang?"tanya Aryo pada seorang wanita yang baru keluar dari ruangan. Tidak menjawab wanita itu malah terpesona memandang Aryo.
"Hei sudahlah, aku memang ganteng," Aryo membatin dalam hati. "Maaf, apa Alina masih di dalam?" Aryo bertanya sekali lagi.
"Oh... iya maaf, Alina ya? Peserta yang bernama Alina, dia sudah langsung pulang waktu materi selesai, sudah hampir satu jam yang lalu," jawab wanita itu kemudian.
***
Aryo memacu mobilnya, belum tau arahnya kemana, kecewa? Jelas Aryo kecewa karena tadi siang ia pikir dengan mudah mengajak Alina jalan bareng."Alina, apa kamu takut padaku? Ayolah, hanya makan malam biasa, bukankah ini awal pertemuan kita, anggap saja kita teman biasa, bukankah memang tidak ada apa-apa?" Aryo, merutuk sendiri dalam mobil, ia tadi sempat bertanya pada temannya dimana tempat Alina menginap tapi teman tersebut tidak tahu, ia juga sempat bertanya ke resepsionis hotel ternyata Alina memang tidak menginap disitu.
"Ah b*doh, bukankah Alina juga sudah ngasih tau tadi siang bahwa ia menginap di tempat lain, b*dohnya aku nggak sekalian nanyain alamat penginapannya." Aryo memukul stir mobilnya. "Baiklah, aku akui hari ini kesempatanku gagal. Saat kembali ke kota kecil kita, bahkan kesempatan seperti ini tidak mungkin terjadi, mana bisa aku dekat denganmu lagi, Alina..." ucap Aryo menerawang jauh.
***Raut kekecewaan masih terpancar di wajah Aryo, Aryo tau dia bukan siapa-siapa Alina jadi ia tidak berhak marah, ia mengemudi pulang ke arah hotelnya, namun dalam perjalanan ia merasa tidak tenang, tidak, bukan karena kekecewaan lagi, tapi lebih karena rasa kuatir, tiba-tiba ia merasakan firasat yang tidak baik tentang Alina.
***"Mengapa aku jadi cemas ya, dia sendirian di luar kota, perasaanku jadi nggak tenang begini,"ucap Aryo saat kecemasan melanda. "Apa aku langsung ke stasiun saja ya, tapi waktu masih lama, ah coba saja." Aryo memutar balik dan menuju arah stasiun kota.
***
Apakah Aryo akan bertemu Alina lagi??
#part5*Terkadang kita mati-matian menghindari sesuatu, tapi semesta selalu punya cara untuk mempertemukan*"Tumben banget sepi sekali, biasanya gak sesepi ini," Alina menyusuri jalan dengan lebar sekitar 3.5meter sebelum ke jalan utama. Aduh batrenya habis, belum sempat nge charge handphone karena buru-buru tadi, baiklah aku cari angkot di jalan depan saja. Sebenarnya jarak jalan kecil ini ke jalan utama tidak begitu jauh hanya sekitar kurang dari 200 meter saja, jalan ini bisa dilalui mobil tentunya, terdapat beberapa rumah tempat kost atau penginapan tapi juga masih ada tanah atau kavling-kavling kosong, dan beberapa kavling kosong tersebut ditumbuhi semak ilalang. Kalau sudah di jalur utama jarak ke hotel tempat seminar kemarin juga tidak begitu jauh, bisa ditempuh dengan jalan kaki, Alina memilih tempat menginap yang lebih terjangkau biayanya.Saat berjalan alina merasakan ada orang yang mengikuti, tadinya alina fikir mereka juga hanya sekedar lewat s
#part6#dekapanpertama "Alina, kamu baik-baik saja?!" Aryo segera menghampiri Alina dan melepas ikatan kain yang membekap mulutnya."Mas Aryo..." melihat airmata yang berderai di pipi Alina secara refleks Aryo memeluk Alina dengan erat ke dalam dekapannya, tangis Alina semakin tumpah, untung saja Aryo datang tepat pada waktunya jika tidak entah bagaimana jadinya nanti jika malapetaka datang dan merenggut kebahagiaannya. Untuk sekian waktu mereka tidak menyadari itu, ada desiran aneh dan rasa nyaman bersamaan. Hingga akhirnya Alina tersadar, degup jantungnya tidak beraturan, ia mencoba lepas dari pelukan Aryo, ternyata tangannya juga masih terikat dibelakang."Mm...maaf..." kata Aryo gugup seraya melepas dekapannya. "Maaf Alina, aku tidak bermaksud..." Alina tidak membalas ucapan Aryo, ia sedang berusaha melepas sendiri ikatan tangannya tapi tidak bisa. "Bis
#part7 "Alina, terimakasih." kata Aryo seraya menyerahkan sebuah kotak kecil berbungkus kertas kado dengan sebuah pita kecil yang manis. "Apa ini?"tanya Alina sambil memperhatikan kotak manis itu. "Tadi siang aku memang udah menyiapkan sesuatu buat kamu, maaf aku tadi sempat marah saat tau kamu pergi lebih dulu,"ujar Aryo. "Tidak-tidak, kamu nggak perlu minta maaf, seharusnya disini aku yang harus meminta maaf dan juga aku sedari tadi belum berterimakasih padamu" tukas Alina kemudian melanjutkan bicara. "Mm...maaf, dan terimakasih kamu sudah menolongku hari ini, jika kamu tidak datang aku tidak tau bagaimana nasibku tadi,"ucap Alina sambil menunduk, membayangkan kejadian yang tadi dialami. "Hei sudahlah, jangan di ingat lagi, yang penting sekarang kamu baik-baik saja" tutur Aryo dan Alinapun tersenyum. "Oh ya mas, kalau boleh tau, bagaimana bisa tadi kamu menemukanku?"tanya Alina heran. "Oh itu, baiklah, aku akan menceritakan s
#part8#Darahsegar Tanpa mereka sadari, dari arah semak ada yang mengintai. Alina yang tadi tersenyum, melebarkan matanya saat melihat seseorang berlari menuju Aryo dan dibalik jaketnya ia membawa sebuah... Belati!"Mas Aryo!!" pekik Alina keras."JLEBB!" sebuah tusukan mengenai perut bagian samping saat Aryo menoleh panggilan Alina. "Aaaaaak!!!!" Aryo yang sedang di posisi nyaman tak terjaga tak mampu membuat perlawanan."Rasakan pembalasanku!" ujar seorang lelaki berbadan besar kepada Aryo dengan mata yang merah penuh dendam."Cepat lari Bos!" teriak seseorang dari kejauhan, pria gondrong bertato itu kemudian seketika kabur meninggalkan Aryo yang jatuh bersimba darah. Tubuh Alina bergetar hebat menyaksikan kejadian dihadapannya."Mas Aryoo... tidaak!" Alina meraung langsung memapah tubuh Aryo yang limbung. "Tolong...!!" Alina berteriak meminta p
#part9 #transfusi Andi terlihat panik dan sibuk lagi dengan gawainya menelpon kesana kemari."Ndi, ada apa? Katakan!" Andi tidak menjawab pertanyaan Alina."Katakan Ndi ada apa?!"Andi melirik Alina kemudian berkata, "Pak Aryo butuh transfusi secepatnya karena ia kehilangan banyak darah!" Aku ternganga menutup mulutku, kembali lemas mendengar berita tersebut."Masalahnya golongan darah yang dibutuhkan tidak ada stok di bank darah. Mereka sudah berusaha menghubungi cabang PMI disekitar wilayah ini namun belum membuahkan hasil. Kita juga sedang mencari pendonor diluar, sembari menunggu keluarga Bos Aryo datang, tapi itu masih lama takut nggak kesampaian!"kata Andi dengan panik."Apa golongan darah mas Aryo, Ndi?"tanya Alina kepada Andi. "Kalau saja gue punya golongan darah yang sama, gue bakal donor sekarang juga, apapun bakal gue lakuin demi Bos Ar
#part10 Pov Aryo Brengsek! Bedebah itu! Beraninya menusukku saat aku lengah. Aku ambruk menahan sakit, dan kulihat Alina begitu cemas melihatku, demi apapun aku tak peduli dengan yang sedang kurasakan aku hanya sangat senang saat didekatnya, saat melihat wajahnya yang sepertinya sangat takut kehilanganku, aku merasakan kebahagiaan yang tak terhingga diatas sakitku. Entahlah, setelahnya aku tak ingat apa-apa, mungkin aku pingsan. Aku mulai sadarkan diri, ketika kurasakan seperti ada aliran energi masuk ke tubuhku, aku berangsur pulih, namun aku belum bisa bergerak, ragaku masih lemah, hanya saja aku masih bisa mendengarkan suara-suara disekitarku. "Alina..." ucapku lirih, ingin sekali kubelai wajahnya yang begitu indah saat tertidur, namun aku urungkan. Aku hanya bisa sedikit menyentuh ujun
#part11 #bersamaAndi "Ndi... apa semua akan baik-baik saja?" Setelah beberapa saat saling diam dalam perjalanan akhirnya Alina angkat bicara. "Tentu!" ucap andi singkat. "Jika ada yang tau aku bersama Aryo saat kejadian, bukankah orang akan berfikir negatif padaku?"tanya Alina cemas. "Dengerin ya Na, lo tuh sama sekali nggak salah Alina. Gue tau elo sama sekali nggak bakalan nyangka ketemu Aryo di Bandung. Bukankah tadinya lo juga berusaha menghindar?" Aku mengangguk lemah membenarkan pernyataan Andi. "Kalo bahas yang salah, ya yang salah bos gue donk yang ngedeketin lo Na!" Ujarnya lagi. "Tapi disini gue nggak mau bahas yang salah itu siapa, ya anggap saja itu takdir kalian dipertemukan dalam kejadian luar biasa kaya kemaren," lanjutnya lagi mendadak bijak. "Takdir?" jawab Alina lirih...
#part12 #Kereta subuh *As roda kereta api telah bergerak Memacu putaran meluncur diatas rel yang panjang Kerikil-kerikil kecil pun berlompatan seperti katak, mendengar peluit, mengerti tanda akan kepergian... Dan mentari mulai menyembulkan sinarnya dari ufuk timur, mencoba mengajakku tersenyum, seperti tau ada kesedihan yang ku kulum.* **** "Alina, ini hadiah untukmu," Aryo menyerahkan sesuatu untukku. "Apa ini?" kubuka kotak kecil itu, sebuah jam tangan yang simpel tapi begitu manis dilihat. Sekilas aku terpana senang, tapi kemudian aku sadar. Segera ku tutup lagi kotak itu. "Aku gak mau mas," seraya kumajukan kotak itu menuju pemiliknya. "Please, jangan ditolak Alina. Tadi siang aku sampe belum makan mencari hadiah untu