Alina perlahan membuka matanya. Kejadian tadi masih membuatnya mati lemas. Padahal sebenarnya ia sudah memperoleh kesadaran nya beberapa jam yang lalu. Karena masih tak sanggup mengontrol syok beratnya, ia memutuskan untuk menenangkan diri dengan tidur lebih lama. Sesaat pikirannya masih terkenang dengan kejadian di lift tadi siang.
Terjebak dalam ruang persegi yang gelap. Rasanya seperti ia baru saja bangun dari mimpi buruk yang panjang.
Ia mengelus dadanya pelan, mencoba mengontrol tekanan dalam dirinya. Rasa sesak dan tercekik dalam ruang sempit itu, masih membekas sampai sekarang. Dan yang paling ia benci, kenangan buruk masa lalunya kembali menghantui nya karena kejadian sialan itu!"Aku harus mandi untuk membuang semua kesialan ini!" Alina perlahan bangun, menggeser selimut kesamping dan menurunkan kakinya ke lantai. Ia melihat ada paper bag di atas nakas serta ada note kecil yang tertempel di depannya.
*Maafkan aku!*
Ia mengambil paper bag itu
"Hah!" Alina tersentak dari mimpi buruk yang hampir mencekiknya mati. Masa kelam itu menghantuinya kembali. Insiden lift itu pasti pemicunya. Sepertinya berendam bukan pilihan yang tepat. Mungkin mandi dibawah pancuran air shower baru dapat membuang semua hal-hal buruk itu. Alina menyeka keringat yang membasahi pelipisnya. Nafasnya perlahan stabil begitu pula dengan detak jantungnya. Jika terus seperti ini, ia bahkan bisa mati hanya karena mimpi buruk. "Ah, sepertinya aku tidak bisa tidur malam ini!" Gumam Alina sambil menghela nafas berat. Tepat ketika Alina ingin bangun, ia merasa seperti ada beban berat yang menindihnya. Menurunkan pandangannya kebawah, mata Alina nyaris hampir melompat keluar. "Aaaa..." Jerit Alina. 'Kenapa pria itu bisa ada disini?' Tunggu! Ia sekarang dalam keadaan tanpa sehelai benang apapun ditubuhnya dan kepala pria ini jatuh tepat— "Dasar mesum! Cepat minggir.." Alina terus mendorong kepala Zayyad men
"Minggir!" Sesampai di depan pintu bilik kecil itu, Alina terus mendorong Zayyad ke samping. Ia tampak sangat terburu-buru masuk kedalam. Zayyad memegang lengannya yang agak sakit karena kebentur gagang pintu. Ia tertawa miris dalam hati, melihat tingkah laku wanita itu. "Kasur ini adalah milikku!" Alina melompat keatas kasur. Membentang kedua tangannya lebar-lebar menguasai kedua sisi kasur yang lumayan luas. Zayyad yang melihat itu, mengerjapkan matanya terheran-heran. "Dan kau mesum-" Zayyad membulatkan matanya. "Tidur di bawah!" Zayyad setelah mendengar itu, mukutnya setengah terbuka. Kedua tangannya terkepal, menekan rasa kesalnya. "Tapi aku adalah pemilik tempat ini, kenapa jadi kau yang mengatur?" "Aku tidak mengatur! Aku hanya mengatakan aku akan tidur di sini dan kau tidur di bawah" Itu sama saja! Zayyad memutar bola matanya. "Tidak! Kau yang tidur di bawah, aku tidur di sini" Zayyad menarik selimut, memaksa Alina yang
Pagi harinya, Zayyad baru memperoleh kesadaran nya kembali. Menjepit sepasang alisnya, ia masih merasa agak pusing. "Mimpi buruk itu sungguh merusak tidur ku" Gumam nya yang mengira kejadian semalam hanyalah mimpi buruk. Karena matanya masih sangat mengantuk, ia memilih untuk tidur lagi. Merasakan ada benda yang bertumpu di atas perutnya, ia pun menyingkirkan benda itu. Tapi setelah di singkirkan, benda itu malah jatuh memukul lehernya. Ia pun tersentak. Matanya terbuka lebar dan tangan nya terus menarik benda yang melilit lehernya. "Apa ini?" Karena suasana bilik yang gelap, ia setengah bangun untuk menekan saklar lampu yang dapat di jangkau dari tempat nya tidur. Lampu menyala dan ia dapat melihat benda yang di pegang nya dengan jelas. Itu adalah tangan! 'Ini tidak mungkin ada hantu di vila kan?' Batin nya. Jantungnya sudah berdetak kencang. Ia berusaha keras untuk tetap tenang dan berpikir logis. Matanya dengan gugup menerawang ke langit-lang
"Kalian tenang saja, keadaan Alina sangat baik. Ia masih tidur di bilik ruangan ku" Jelas Zayyad. Setibanya di vila, kakeknya terus membuatnya duduk di sofa. Di sana sudah ada nenek nya Alina yang terlihat sangat khawatir. Dan mereka memintanya untuk menceritakan keadaan Alina apakah baik-baik saja."Lalu kenapa kalian tidak pulang ke vila semalam?" Wanita tua itu tampaknya belum yakin kalau cucunya baik-baik saja."Alina masih trauma dengan lift setelah kejadian itu. Karenanya kami memutuskan untuk bermalam di perusahaan" Zayyad mengambil teh hangat yang ada di meja dan meneguknya sedikit."Sejak kecil, Alin memang sangat takut dengan tempat-tempat sempit. Sampai kami harus merenovasi kamar mandi kami yang kecil menjadi agak besar untuk nya yang saat itu mulai sering tinggal dengan kami, karena adanya beberapa konflik keluarga. Pernah sekali ketika ia sudah berumur 15 tahun, saat itu aku mengajaknya ke hotel. Ada acara
Zayyad sudah berada didalam minimarket. Ia sudah dua kali memutari tempat itu untuk menemukan di mana letaknya barang yang di katakan Alina. Tapi sampai ia memutar untuk ketiga kalinya, ia tak kunjung mendapatkan nya. Salah seorang staf wanita yang melihatnya seperti seseorang kebingungan mencari sesuatu, pun mendatangi nya."Ada yang bisa saya bantu pak?" Ujar staf wanita itu menawarkan bantuan sembari tersenyum ramah. Ketika melihat penampilan Zayyad yang cukup rapi dalam balutan jas, ia langsung menebak orang yang di hadapannya itu seseorang yang mapan.Zayyad terus bergeser kesamping. Sikapnya yang menjaga jarak itu membuat si staf wanita menjadi canggung. Wanita itu merapikan anak rambutnya ke belakang telinga, merapikan posisi seragam karyawan nya, ia berusaha untuk menutupi kecanggungan nya."P-pembalut!" Kata Zayyad kemudian. Kaku."Apa?" Staf wanita itu mengangkat telinganya, apa yang dikata
"Ugh!" Zayyad menutup mulutnya. Ia merasa mual. Sepasang alisnya terjalin erat menahan nyeri di perutnya."Tahan!" Alina mengangkat tangannya dan bergegas mundur kebelakang. "Aku ke kamar mandi dulu!" Katanya kemudian sambil memasang senyum tak bersalah. Ia pun pergi berlari ke kamar mandi.Zayyad menggeleng-geleng kan kepala melihat tingkah laku wanita itu. Ia menarik nafas dan menghela nya perlahan. Perasaan nya sudah jauh lebih baik, mual nya hilang dan tidak ada lagi nyeri di perutnya. Tapi yang membuatnya heran--"Kenapa pipi ku panas sekali?" Ia menangkup kedua pipinya. Ada rasa panas yang menjalar dan rasanya itu tidak wajar. Membayangkan kejadian tadi, panas nya kian memuncak. "Ah! Lupakan!"Ketika Zayyad hendak pergi, tanpa sengaja ia melihat bubur ayam yang di belinya untuk Alina, masih tergeletak di atas meja dan sama sekali tidak tersentuh. Kemudian seseorang berteriak dari kamar mandi."ZAYYAD! KAU MASIH DI SANA?"Zayyad segera
"Tangga darurat atau lift? Pikirkan baik-baik!" Setelah mengatakan nya, Zayyad kembali menekuni dokumen di tangannya. Alina yang melihat itu, bibirnya terus mengerucut. Mau di pikir berapa kali pun ia tak akan memilih di antara kedua hal itu. Tapi tidak mungkin kan ia bermalam di tempat ini lagi? "Aku sudah memikirkannya nya!" Kata Alina. Ia menoleh pada pria itu, yang tampak sangat serius. Dahinya sama sekali tidak berkerut, tapi sorot matanya yang sedang membaca itu, tajam dan teliti. Alina tanpa sadar terpesona oleh pemandangan itu. 'Aku baru tau, seorang pria dapat begitu menarik di saat serius'. Itu adalah kali pertama baginya, memperhatikan seorang pria, sampai begitu terpikat. Itu karena ia tidak pernah menaruh perhatian pada pria manapun sebelumnya. Masa mudanya ia lewati tanpa jatuh hati pada lelaki manapun. Ia tidak punya 'cinta monyet' dan tidak tertarik terlibat di dalamnya. Dulu ia belum begitu membenci pria, hanya saja ia t
Alina merebahkan tubuhnya ke ranjang. Menikmati empuknya bantalan lembut yang memukul kepalanya.Tatapan matanya terlihat sedih, percakapan tadi kembali terngiang di benaknya. "Ini adalah hal yang lumrah terjadi" "Maksud nenek?" "Dulu nenek mengira ini hanyalah ruam bintik merah biasa, tapi ternyata ini adalah gejala awalnya" Ketika wanita tua itu mengatakannya, mata tuanya terlihat suram. "Timbulnya bintik-bintik merah di bawah kulit nenek yang keriput ini adalah akibat dari pendarahan. Mungkin akan terus begitu selama penyakit ini--" "Nek!" Alina yang tak sanggup mendengarnya lagi, menarik wanita tua itu dalam pelukannya."Besok kita ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan" "Tidak!" Neneknya terus mendorong tubuhnya menjauh. "Nenek tidak mau!" "Tapi nek-" "Nenek ke kamar dulu! Mau istirahat" Alina m