Share

Percobaan Pelecehan

          "Lepaskan dia!" ucap Eksan tenang. Entah sejak kapan pria kepercayaan Alvino itu sudah ada di belakang Zahra. Pembawaannya yang tenang hasil bentukan dari bosnya membuat Daniel merasa geram.

            "Nggak usah ikut campur, Lo! Tugas Lo itu ngurusi si cacat, jangan mengganggu kesenangan gue!"

            Daniel mencengkeram tangan Zahra dan menyembunyikan di belakang tubuhnya. Gadis itu memberontak hingga akhirnya terlepas dari cekalan tangan pria buas itu. Beruntung Eksan datang tepat waktu sehingga dirinya selamat dari terkaman pria tak bermoral yang sejak awal ia datang sudah mengganggunya.

            Tak banyak kata yang terucap dari pria berbadan tegap itu. Dia hanya menatap Daniel dengan tatapan membunuh lalu memberi kode pada Zahra untuk keluar dari tempat terkutuk tersebut.

          "Sekali lagi kamu melakukan ini, jangan harap hidupmu akan tenang," ucap Eksan sebelum benar-benar meninggalkan Daniel.

          "Heh, beraninya Lo mengancam Gue! Lo pikir Lo siapa hah?"

           Eksan menghiraukan teriakan Daniel dan terus berjalan menggiring suami bosnya menuju lantai atas, tempat kekuasaan Alvino. Sepanjang jalan gadis tersebut hanya menunduk sambil menyembunyikan ketakutannya. Kejadian barusan betul-betul meninggalkan trauma pada gadis polos yang belum pernah tersentuh pria tersebut.

         “Nggak usah khawatir, semua area rumah ini dipasang kamera pengawas, kecuali kamar dan area priavat lainnya tentu saja. Jadi setiap aktivitas di rumah ini akan terpantau,” ucap Eksan tanpa menoleh pada Zahra. Langkah kakinya santai untuk mengimbangi gadis berhijab itu yang hanya memiliki langkah pendek-pendek.

         Tepat di depan kamar Alvino keduanya berhenti. Asisten bos besar itu mengalihkan tatapannya pada Zahra. “Usahakan untuk menghindar jika bertemu dengan Daniel lagi. Dia termasuk laki-laki ambisus yang akan mendapatkan keinginannya dengan segala cara.”

         Mendengar hal itu, ketakutan di hati Zahra semakin bertambah. Meskipun di rumah ini ada suaminya juga, namun ia tak bisa mengandalkannya dengan keadaan fisik yang demikian. Sementara Eksan tidak selamanya selalu berada di sekitarnya juga.

         Setelah mengucapkan hal itu, Eksan mengetuk pintu di depannya. Setelah mendapat izin masuk, ia memdorong papan ukiran tersebut dan melangkahkan kakinya lebih dalam diikuti Zahra yang terus menunduk karena merasa bersalah pada suaminya.

         “Tuan, Nona sudah ada di sini,” ucap Eksan semabri membungkuk. Meskipun bosnya tidak melihat, pria itu tetap menjaga kesopanan di depan sang atasan.

        “Hem,” jawab Alvino singkat.

        Dengan langkah perlahan, Zahra mendekati sang suami. Lalu berjongkok di hadapannya dan mendongak. Menatap wajah datar pria itu yang selalu minim ekspresi. Bibirnya membuka lalu menutup kembali. Ia ingin mengadu atas apa yang terjadi, namun lidahnya kelu. Suaranya hanya tertahan di tenggorokan tanpa bisa keluar.

        Seolah mengetahui kegundahan sang istri, Alvino berkata, “ada apa?”

Zahra tersentak. Tidak menyangka suaminya mengetahui dirinya berada di hadapannya padahal dia tidak mengeluarkan suara sama sekali. Iseng ia mengangkat tangannya dan melambai di ddepan wajah datar milik pria yang sudah menjadi imamnya tersebut. Tidak ada pergerakan manik matanya. Itu artinya suaminya memang benar-benar tidak bisa melihat. Lalu gadis itu menunduk. Spontan ia menepuk jidatnya sendiri, menyadari jika litutnya bersentuhan dengan ujung kaki suaminya.

        “Ti—tidak ada apa-apa,” ucapnya gugup.

        Sebenarnya dia ingin mengatakan yang sebenarnya pada pria di depannya itu. Namun mengingat bagaimana respon suaminya saat ia mengadu diganggu Daniel kemarin ia mengurungkannya. Takut akan dikira dia menggodanya lagi.

   “Baiklah. Kalau begitu, tolong siapkan pakaian kerjaku. Aku mau ke kantor sekarang,” perintah Alvino.

        Mendengar suaminya akan pergi, seketika gadis itu melotot. Dia tak mau ditinggal sendirian di rumah di saat ia baru saja hendak dilecehkan oleh iparnya. Bagaimana kalau Alvino tidak di rumah? Dia takut kejadian tadi akan terulang lagi.

        “Bisakah hari ini Mas di rumah saja?” cicitnya.

        “Kenapa, apa kamu ingin berbulan madu seperti pengantin baru lainnya? Jangan pernah berpikir demikian karena kamu tidak akan mendapatkannya. Kamu ingat pernikahan ini hanya karena perjanjian?”

        Segumpal daging yang tersembunyi di dalam sana terasa nyeri. Seperti disayat pisau selapis demi selapis. Sungguh, ucapan suaminya sangat melukai hati Zahra. Tidak perlu diingatkan pun dia tahu. Tapi apa salahnya jika dia menganggap pernikahan ini sungguhan? Bukankah secara agama dan negara pernikahan mereka sah?

        Dengan hati tercabik, ia menggeser tubuhnya. Mundur perlahan lalu bangkit menuju walk in closet. Air matanya terus berderai tanpa diminta. Namun ia tetap melakukan apa yang diperintahkan suaminya.

        Beberapa saat kemudian Zahra kembali membawa segela keperluan suaminya.

        “Eksan, siapkan mobil!” perintah Alvino.

        Setelah asistennya keluar, ia meminta istrinya untuk menggantikan pakaiannya. Meski sudah pernah melihat tubuh polos sang suami, Zahra tetap saja malu jika harus mengganti pakaian suaminya.

         “Selama aku pergi, jangan pernah turun ke lantai bawah. Aku tak suka kamu menggoda Daniel lagi!”

          Baru saja Zahra hendak menjawab, pria itu sudah berbicara dengan Eksan melalui telepon.

         “Ingat, meskipun aku tak suka paddamu, tapi aku tak sudi jika kamu bersentuhan dengan pria lain, terlebih itu Daniel.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status