Share

Neraka Dimulai

Pagi pertama di kediaman Alvino diawali Zahra dengan menyiapkan sarapan untuk suaminya. Semenjak menikah, pria itu sudah memutuskan hanya akan makan makanan buatana sang istri. Karena hingga saat ini ia masih belum bisa percaya pada semua penghuni rumah ini. Sementara pada wanita ini … entah mengapa ia memiliki sedikit kepercayaan.

            Roti panggang selai kacang dan segelas jus wortel campur tomat sudah siap untuk suaminya. Kali ini ia menyiapkan porsi lebih, berjaga-jaga kalau dirinya harus makan sisanya lagi. Pikirnya jika ia membuatkan sedikit lebih banyak, maka lelaki itu juga akan makan lebih banyak. Selain jus, ia juga membawakan air putih hangat.

            Langkah Zahra terhenti kala  seseorang yang belum pernah ia lihat sebelumnya menghadang jalannya. Dengan tatapan menilai, pria yang ia perkirakan seusia dengan suaminya atau mungkin lebih sedikit itu berdiri dengan tangan bersidekap di depan dada.   Sebelah sudut bibirnya tertarik ke atas lalu memutari tubuh Zahra yang terdiam seperti dipaku dengan bumi.

            “Jadi ini istri adik cacat gue?” ucapnya serasa menatap Zahra dari ujung kepala hingga ke ujung kaki dan kembali lagi ke ujung kepala. Lalu tatapannya berhenti pada bibir merah alami gadis itu.

            Dalam hati Zahra terus berdo’a agar terhindar dari bahaya yang mengancam melalui pria ini. Jelas sekali bahwa tatapan mata lelaki ini bukan tatapan biasa. Seperti … singa lapar yang tengah menemukan buruannya. Dan itu membuat Zahra bergidik ngeri.

            Dengan kurang ajarnya, tangan pria itu  terulur hendak membelai pipi, Zahra. Spontan alarm bahaya dalam tubuh gadis itu memberi peringatan pada otaknya untuk menghindar. Reflek ia mundur menyebabkan air di nampannya sedikit memercik akibat guncangan.

            “Wohooo, menarik.” Pria bernama Daniel itu tersenyum penuh arti pada iparnya. “Kenapa kamu mau menikah sama si cacat itu? pasti kamu belum …” dia menyetukan kedua jari telunjuknya dan memberi kode sesuatu. “Ah, dia kan cacat. Pasti itunya juga nggak berfungsi,” ledeknya membuat wajah Zahra memerah menahan amarah. Meski perlakuan suaminya tak baik padanya, namun ketika pria yang telah sah menjadi suami itu dihina apalagi oleh saudaranya sendiri, ia tak terima.

            Kini Zahra tahu kehidupan seperti apa yang ada di rumah ini. Orang-orangnya tidak beres semua. Wajar jika suaminya tidak bisa percaya pada orang lain. Bahkan keluarganya sendiri begitu tega menghinanya di belakang.

            Tak mau terjebak dengan lebih lama dengan orang “gila” ini, Zahra melangkah ke samping lalu melenggang pergi tanpa mendengarkan lagi celotehan Daniel. Ia berjelan tergesa menuju lift khusus yang langsung berhenti di depan kamar suaminya.

            “Menarik. Benar-benar beda dengan wanita lain di luaran sana. Sepertinya aku tertantang untuk mendapatkannya,” gumam Daniel dengan senyuk misteriusnya.

            “Kenapa lama sekali?” Zahra terlonjak ketika tiba-tiba pintu terbuka dari dalam tatkala ia hendak membukanya. Pria ini, kenapa selalu membuatnya spot jantung. Tak bisakah memberi aba-aba dulu kalau mau mengagetkan?

            “Maaf.”

            Pria itu memencet tombol kursi roda canggihnya dan berbalik kembali ke kamar. Awalnya ia ingin menyusul sang istri untuk mengetahui apasaja yang dilakukannya sampai selama itu. Zahra mengikutinya dari belakang dan menutup pintu sebelum mendekati suaminya.

            “Duduk! Suapi!”

            Zahra menurut. Melakukan apa yang diperintahkan suaminya tanpa berani protes. Lagipula memang tugasnya sebagai istri untuk menjalankan perintah suaminya. Selama perintah itu tidak melanggar keyakinannya, Zahra berniat untuk patuh. Bukan karena ia merasa sudah dijual oleh ayahnya, tapi semata karena ia ingin mengabdi pada suaminya ini dengan harapan ia menddapat pahala dari itu.

            “Apa yang terjadi di bawah, kenapa lama sekali?”

            “Nggak ada apa-apa, Mas. Cuma …”

            “Cuma apa?”

            “Itu … seseorang sedikit menggangguku.”

            “Cih, pasti kamu menggodanya, kan? Karena aku tak bisa memberikan hakmu, makanya kamu berusaha untuk mendapatkan saudara tiriku juga?” ejek Alvino berhasil membuat Zahra membeku. Dia tidak serendah itu.

             “Bu—bukan begitu. Aku tidak berpikir seperti itu, Mas,” lirihnya. Ada tangan tak kasat mata yang meremat hatinya, nyeri.

            “Sudah, cepat selesaikan sarapanmu, dan bantu aku!”

            Seperti dugaannya, sang suami kembali memintanya untuk menghabiskan sisa makannya. Untung saja kali ini ia memakan roti yang masih utuh. Untuk minumnya kali ini sang suami tidak menyemburkan seperti semalam. Ia makan dengan terburu-buru supaya lelaki tempramen ini tidak kembali memarahinya.

            “Aku mengembalikan gelas ini dulu ke bawah, mas.”

            “Nanti saja. Kamu bantu aku ke kamar mandi.”

            Zahra menghentikan langkahnya dan menaruh nampan di meja. Lalumembantu suaminya untuk ke kamar mandi. Dalam hati ia berharap Eksan segera datang agar dia tidak terjebak dengan pria ini di kamar mnadi. Bagaimanapun, dia masih gadis polos yang belum pernah  berhubungan dengan laki-laki. Meski lelaki ini adalah suaminya, tetap sajaia canggung melakukannya.

            Tangan suaminya terulur meminta bantuan sang istri untuk berpindah dari kursi roda dan duduk di atascloset yang tertutup. Gadis itu paham denagn kode sang suami dan  melakukan hal yang diminta. Mendorong kursi roda ke luar kamar mandi dan hendak menutup pintu dari luar.

            “Kamu mau ke mana?”

            Gerakan tangan Zahra terhenti. Ia tak jadi menutup pintu dari luar dan melongokkan kepalanya ke dalam. “Saya tunggu di luar, Mas. nanti kalau sudah selesai panggil aku lagi.”

            “Aku mau mandi.”

            “Ya. Aku siapkan baju gantinya.”

            “Bantu!”

            “Hah?” Zahra melongo, mencerna ucapan suaminya. wajahnya memerah dan … gugup. Hei, dia gadis polos. Tentu saja malu membantu pria dewasa mandi.

            “Cepetan, sini! Bantu aku masuk ke dalam bath up. Jangan lupa siapkan air hangatnya dulu.”

            Dengan wajah tegang, Zahra melangkah menuju bath up. Mengisi dengan air hangat dan menuangkan sabun cair beraroma citrus ke dalamnya. Sembari menunggu air penuh, ia mendekati suaminya. rona di wajahnya tampak ketara. Jantungnya sudah berdetak kencang di dalam dadanya.  

            “Kenapa diam saja! Lepas bajuku!”

            Dengan tangan gemetar, Zahra melakukan apa yang diperintahkan suaminya. lelaki itu menyeringai. Menikmati kegugupan istri polosnya sambil tertawa dalam hati.

            “Mas, merem ya.”

            “kamu lupa kalau aku nggak bisa melihat?”

            Zahra menghembuskan nafas berat. ia melupakan satu hal. Ah, kenapa  rasanya udara di dalam kamar mandi ini habis. Nafasnya semakin berat ketika satu per satu kancing ia buka.

            Zahra mengeratkan pejaman matanya sambil terus merapal do’a dalam hati. Ini sangat menyiksa. Lebih baik ia disuruh mengepek seluruh ruangan dari pada melakukan ini.

             Gadis berhijab itu bernafas lega karena akhirnya telah terbebas dari siksaan suaminya. Kini ia ke bawah untuk mengembalikan bekas makannya tadi. Langkahnya terhenti melihat sosok pria yang tadi pagi mengganggunya berada di dapur. Baru saja ia akan berbalik, pria itu lebih dulu melihatnya.

            Dengan berpura-pura tenang, ia melangkah menuju wastafel. Untung ada pembantu di sana sehingga dia tak harus terlibat pembicaraan dengan iparnya.

            “Mau sarapan, Nona?”

            “Tidak, Bik. Saya sudah sarapan.” Zahra hendak membantu wanita itu namun langsung ditarik tangannya oleh Daniel.

            “Bantu aku aja!” ucapnya dengan seringai di wajahnya.

            “Tidak!”

            Terlambat, pria itu sudah lebih dulu menarik tangan Zahra dan membawanya menjauh dari dapur. Gadis itu meronta, namun tenaganya kalah kuat dengan lelaki itu.

            “Lepaskan!”

            “Tidak akan.” Daniel menyeret Zahra menuju sebuah ruangan sepi  yang jarang dilalui oleh para pekerja. Zahra terus meronta dengan air mata yang sudah tak mampu ditahan. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status