Setelah mandi ala bebek tapi keluar kamar seperti angsa, aku berjalan santai sembari melingkarkan lenganku pada Jojo. Tidak ada sepatu berhak, hanya sandal rumahan kebesaran milik Jojo yang membuat perbedaan kami semakin kentara. Jojo juga menggunakan sandal rumahan. Mungkin dia tidak perlu ke kantor dengan hanya kemeja yang membungkus tubuhnya.
"Itu dibawah rame banget, emangnya ada apa?" Kamar Jojo ada di lantai dua, rumah ini berarsitektur Belanda yang terletak di pusat Jakarta. Dan untuk menuju ke ruang makan itu masih lumayan sangking besarnya rumah ini.
"Calon tunangan Renita datang, orangtuamu juga datang." orangtuaku tinggal ibu, apa itu berarti....
"Dan suaminya"
"Owh" terakhir kali aku ketemu ibu adalah tujuh bulan lalu, saat aku dirawat karena retak tulang rusuk akibat kesalahan teknis di lokasi syuting. Dan bukannya menunjukkan rasa khawatir justru menyalahkanku yang ceroboh.
Harapan demi harapan papa dan mama sampaikan untuk Renita dan Fathian. Kanjeng maminya juga menginginkan agar Renita meluangkan waktu untuk Erlangga. Berjanji akan mengenalkan bunda kandungnya Erlangga kepada Renita agar tetap berhubungan baik dalam membesarkan Erlangga. Koq aku kasian mbak Kristin ya.Papa yang telah menganggap Renita seperti anak sendiri seperti Malika kedelai hitam pilihan itu, sedikit menyinggung agar kekurangan Fathian dalam berumah tangga dengan istri sebelumnya dibenahi. Tidak ada orangtua yang mau anak gadisnya dikawin cerai dengan kondisi Thian yang pernah gagal. Emang Renita masih gadis?Sementara Kanjeng mami menjelaskan bahwa ternyata Thian dan mbak Kristin memiliki keyakinan yang berbeda, belum lagi kecintaan wanita itu pada alam yang telah dimulai semenjak muda, membuat waktunya untuk keluarga kurang. Sementara Thian dan keluarganya ingin perempuan yang bisa full di dalam rumah, mendedikasikan dirinya h
"Kamu menangis? Jo, kau apakan dia? Apa kau membulinya?" Aku menatap Jojo sarat tuduhan. Padahal aku sih mana peduli."Kau terlihat seperti pelacur!" Perawan tua itu mendongak demi agar air matanya tak jadi tumpah."Owh tentu aku harus terlihat seperti pelacur menggoda di depan suami. Apa yang salah adik ipar? Lagi pula kami sudah menikah loh, apa pantas kamu masuk kesini." Aku berkata manis sekali."Aku yang menyuruhnya datang sayang, ku pikir itu tidak masalah. Ada kamu disini." Aku mencibir, apalagi tak ada aku ya. Dua orang ini memang suka ngeles. Untung ya tadi nggak jadi nyoblos, kalo enggak, udah kayak tangkepan maling."Kenapa kamu suka sekali menyakiti ku?""Aku? Menyakitimu? Menyakiti di mananya? Dimana yang sakit? Coba beri tau aku?" Menelisik seluruh tubuh Renita penasaran, tapi aku tetap tak beranjak dari depan pintu antara pintu kamar
Sepanjang perjalanan pergi dan pulang makan malam bersama keluarga baru ibuku, Jojo sibuk sendiri dengan tablet dan ponselnya. Wajahnya ditekuk, matanya selalu menajam saat menatap apapun. Jelas mood Jojo jadi hancur setelah pengakuan Renita pagi tadi. Apalagi video wik-wik Renita sudah ku re-send padanya sore tadi. Kepo sih, jadi kayak apa air mukanya Jojo waktu melihat miesoto selera Indonesia itu.Jadi setelah Lukas mengiyakan ajakanku atas permintaan Jojo untuk bertemu, kami langsung menuju lokasi syuting dimana Lukas sedang melakukan pengambilan gambar. Sebenarnya aku sempat chat dia sih tadi siang, bukan membahas orientasi seksualnya, tapi bagaimana bisa sempatnya mengabadikan lewat rekaman video. Jawabannya yang luar biasa membuatku menganga adalah hanya iseng dan spontanitas karena baru kali itu Lukas merekam aksi ranjangnya.Lukas itu termasuk pemain film yang diperhitungkan, dia masuk dalam salah satu deretan artis A lis
Pagi keesokan harinya, aku bangun dalam keadaan seperti zombie. Sampai rumah pukul setengah 1, aku masih harus beberes make-up karena tak mau ladang jerawat pindah ke muka. Iya kalau ladang ganja, aku pasti kaya seperti Mas Ang tokoh novel the Right itu. Lah ini bakal bikin kantongku jebol yang ada, serum gold acne di dokterku bandrolnya jutaan. Sementara Jojo, masih berkutat dengan MacBook entah hingga pukul berapa. Yang jelas ketika aku bangun Jojo juga ikutan bangun dan bergantian menggunakan kamar mandi. Pantes kantong matanya udah mirip palung Mindanao. "Ada syuting?" Aku meraih dasi yang dia sodorkan sembari mengangguk lalu menggeleng. Aku lupa hari ini apa saja jadwalku, syuting atau pemotretan. "Kamu makin tinggi apa aku yang makin pendek?" Seperti istri soleha aku memasang dasinya rapi yang ku akhiri dengan tarikan bertenaga kuat dan sedikit menyesakkan, membuat muka Jojo auto memerah dengan rahangnya
Aku duduk sendiri di balkon apartemen dengan berbungkus-bungkus makanan yang ku beli sepulang syuting tadi. Seperti keripik kentang, kripik udang, kripik jagung, sponge Snack, keripik beras kaya MSG, coklat aneka merk, biskuit dijilat dicelupin, sekotak besar eskrim, susu kotak mulai dari rasa degan sampai stroberi, dan masih banyak yang lainnya. Aku tidak pergi bersama teman-teman ku, aku memilih menikmati kesendirian yang terasa menenangkan yang rasanya jarang ku dapatkan. Sunyi, sepi, selaras dengan rasa di dalam hati yang diam-diam ku rasakan. Sunyi adalah sahabat lama yang ku rindukan, sepi merupakan kebahagiaan yang lama tak ku dapatkan. Dan bagiku bebas jadi gendut begini adalah karunia tak terhingga. Sebulan lebih membaiknya hubunganku dan Jojo yang penuh kepura-puraan, rasanya aku tak lagi punya waktu sendiri. Selalu ada dia dalam keseharianku meski hanya beberapa jam. Aku juga lelah mengumpatinya, yang rasanya sekarang jadi keb
Part 29Dan yang ku takutkan terjadi,.........................................Jojo meminta anu.Sementara aku tak pernah siap sama sekali. Dalam otakku menyusun strategi apa yang harus ku lakukan."Jo... Kamu bilang nggak akan maksa."Dia menciumi seluruh wajahku, "Aku nggak maksa." berpindah memagut bibir sampai nafas kami menderu. "Hmpm" ku tarik bibirku menjauh demi agar Jojo berpikir ulang apa yang akan dia lakukan. Namun, posisiku tidak menguntungkan. Selanjutnya dia mengendus dengan nafas yang panas di sekitar rahang dan leherku. Mengecupnya penuh hasrat dan kuat. Salahku membangunkan singa tidur den
"Mbak Cindy jadi sekretaris Jojo udah berapa tahun?""Tiga tahun, mbak Cuwa." Katanya menunduk, entah takut beneran padaku atau hanya akting lemah tak berdaya di depan Jojo yang sekarang berdiri di dekat jendela besar ruangan ini. Sementara mbak Cindy ku paksa menuruti perintahku untuk duduk manis di sofa tepat di sebelahku. Aku memasang bahasa tubuh yang santai bersahabat.Rok pendek membuat wanita berkulit terang ini mempertontonkan kemulusan jalan tol di pahanya, pantes Jojo sampai nggak kedip tadi, belum lagi cepitan maut di dadanya, iyuuh semut yang terperangkap disana pasti langsung engap, mati kehabisan oksigen. "Wah selama itu, terkumpul berapa duit dari dikelonin Jojo, emh maksudku Jonathan?""Enggak pernah mbak?" Dua tangannya bergerak-gerak cepat, menampik tuduhan yang bernada manis dariku. Senyumku yang tersungging justru membuat p
Hari demi hari berlalu begitu saja. Sudah tiga Minggu Jojo hobi mandi air dingin di malam hari, membuat dia akhirnya tumbang. Jojo yang ternyata menuliskan namaku dalam sertifikat kepemilikan rumah di pondok indah itu divonis typus oleh dokter. Entah apa hubungannya dengan kebiasaannya itu dengan bakteri typus. Ah aku tak peduli, yang jelas aku mau dia sehat kembali sehingga aku bisa tidur di kasur nyamanku di rumah sana. Iya sih, dalam dua minggu terakhir ini pekerjaanku tiba-tiba lengang. Ketika ku tanya Phia, dia justru menghindar. Pesan yang dia kirim baru saja setelahtak tahan menerima bom pesanku mungkin, membuatku ingin mencakar manja wajah Jojo.Bagaiman bisa, diam-diam dia membatalkan reality show, wawancara tv, co host, pembaca nominasi, pembicara beberapa seminar perfilman, yang semuanya sumber duit ku. Menyisakan satu pemotretan iklan ponsel untuk bulan depan, serta satu film klasik di awal tahun depan. Sementara kontrak dengan iklan sabu