Early memasang pose, tersenyum lebar memandang ke arah langit cerah di atas sana dengan sebuah botol minuman penyegar dahaga rasa bubble gum di tangan.
"Yup, oke! Waktunya istirahat," kata Sutradara.
Gadis itu menghela napas lelah. Duduk menyandarkan punggung di bawah tenda besar. Syuting video hari ini dilakukan di luar ruang. Pihak produk iklan minuman menginginkan pengambilan gambar di tengah padatnya ibu kota.
Bagian make up artist mengusap perlahan peluh di dahi Early menggunakan tissu. Gadis itu meneguk lagi air putih dalam botol, membasahi kerongkongan yang terasa kering. Make up artist cekatan mengusap lagi peluh di dahi gadis tersebut. Memberi sedikit polesan lagi pada bagian tadi.
Manik hijau Early mengedar, tidak menemukan Sandra sedari ia istirahat.
"Kau lihat Sandra, Manager ... aku?"
"Aku rasa dekat gedung sebelah. Tadi seseorang menghubunginya dan wanita tua itu pergi ke arah sana. Mungkin perbincangan
Flashback 🔛 satu tahun lalu. Dingin angin malam tidak lagi bisa menenangkan. Dunia gadis manis seketika runtuh tak lagi berharap keindahan lebih mewarnai hari-harinya. Hampa, sendiri serta rasa kehilangan satu hal yang terus berkelanjutan dalam kehidupannya kini masih setia merantai jalan takdirnya. Impian Cherry sirna, redup lantaran dihempaskan secara paksa. Bahu mungil gadis bersimpuh depan jendela kamar bergetar, isak tangis pilu terdengar, ia menutup wajah, menangis menumpahkan segala rasa sakit yang kini kian menjalar bagai benalu menggerogoti asa. Redup, abu-abu nyaris rata tak terlihat. Hati diciptakan sebagai tempat bernaung, titik vital berbagai rasa. Tempat yang seharusnya diisi dengan cinta. Cinta adalah takdir indah dari sang Pencipta. Kelahiran adalah takdir bahagia dari sang Pencipta. Kematian adalah takdir pasti dari sang Pencipta. Lalu ... Bagaimana jika kepercayaan yang sedari awal ia miliki juga direng
"Apa yang kau lakukan?" James menggeram marah, ia harus ikut turun tangan saat pemberitaan tentang sang Putra menyelamatkan seorang model cantik yang pernah digosipkan sebagai calon pengantin dari kerumunan. Malam itu juga James menghentikan berita skandal tentang keluarga Thomas yang menyeret nama sang Putra. James telah membayar mahal untuk seluruh media serta meminta salinan video lalu membakarnya. Pria tua itu mengusut sampai ke akar, memastikan tidak akan ada lagi pemberitaan tersebut ke ranah media sosial. Pagi ini pria paruh baya itu datang ke kantor Ares dikuasai murka, James mendapati kabar sang Putra telah ada di New York kemarin malam. "Aku melakukan hal yang menurutku benar." "Benar katamu! Ayah tidak melakukan apa pun pada saat pemberitaan pertama dirimu bersama gadis itu muncul bukan berarti ayah memberi ...." "Aku tidak peduli dan aku memiliki hak atas kehidupan masa depanku, meskipun ayah tidak merestui hubunganku
Leon menarik napas lega, baru saja pemuda itu hendak membuka minuman kaleng, maniknya menangkap gerakan tangan Early. Leon mendekati ke sisi ranjang. "Ah, putri tidur sudah bangun rupanya, jangan paksakan tubuhmu untuk bergerak." Leon menekan tombol pemanggil suster penjaga. Tidak lama suster penjaga datang. "Tolong panggilkan dokter, dia sudah siuman." Suster bergegas memanggil dokter. "Biar aku periksa," sapa seorang dokter pada pemuda Thomas. Leon memberi ruang pada dokter. Suster mencatat data baru dari pasien. "Syukurlah, masa kritis pasien telah lewat. Biarkan ia beristirahat lebih banyak dan beri air putih secukupnya, aku akan datang dua jam lagi untuk pemeriksaan lebih lanjut." "Ya, terima kasih." Melihat dokter serta suster telah keluar pintu. Leon menghampiri Early. "Leon," panggilan Early lemah nyaris seperti sebuah bisikan. "Ya," Leon me
Ares memutar bola mata malas lalu menutup pintu mobil kasar. Melangkah masuk area gedung yang sama sekali tidak ada dalam daftar jadwal kegiatan pria itu. Kalau bukan karena sang Ibu dirinya tidak akan sudi melakukan hal sia-sia seperti ini. Pintu lift terbuka, langkah Ares semakin berat kala manik pekat milik papa tampan menangkap pintu kamar rawat beberapa centi meter dari jaraknya. "Anda melupakan sesuatu, Tuan Ares." Tepat empat langkah sebelum mereka sampai depan pintu kamar rawat Luke menyapa ramah. Sekretaris Ares mengulurkan tangan memberi sesuatu yang terlihat mengerikan di mata Ares. Manik hitam Ares menyimak wajah Luke yang kini tengah menahan senyum laknat lalu bergulir pada tangan pria itu. "Hei, bedebah." Luke menatap wajah Ares. "Ya, bajingan," balas Luke kalem. Dagu Ares bergerak satu kali menunjuk benda di tangan Luke. "Kenapa beli hal busuk mengerikan seperti itu?" "Aku tidak tahu jenis-jenis b
Dua Minggu pasca kejadian memuakkan Ares tidak memberi perintah apa pun pada Eric. Papa tampan lebih memilih bertindak berhati-hati. Mengikuti segala keputusan atau lebih tepatnya perintah sang Ayah tanpa harus kembali bersuara. Ares selalu datang jika sang Ayah hanya mengirim sebuah pesan sekali pun, lantas mengabulkan segala perintah dari James yang membuatnya terlihat seperti orang bodoh karena tidak bisa membangkang. Berbalik tiga ratus enam puluh derajat dengan keinginan hati. Ares memendam pedih di hatinya, tetap beraktivitas memasang wajah tenang setiap waktunya. Tidak ada yang tahu jika setiap malam papa tampan bahkan sulit untuk memejamkan mata. Ia harus bertahan, tetap mencari jalan keluar tanpa dicurigai. "Ya Tuhan, coba lihat putriku ini sangat cantik." Puji Merlin melihat putrinya memakai gaun pengantin indah. Si Pemilik butik tersenyum lembut, "Benar, kau sangat cantik." Mereka tertawa riang dan Early harus berpura-pura men
Tanpa harus menggali lebih jauh Ares tetap tahu apa yang ada di dalam lubuk hatinya. Apa yang membuat dirinya jatuh dan sakit berkepanjangan. Tidak ingin larut dalam kesedihan, pria itu menambah waktu sibuk guna melepas beban pikiran tertinggal dari segala persoalan yang tak kunjung ada jalan keluarnya. Dilema berkepanjangan ini sangat menguras pikiran juga menusuk menyiksa batin si Pria tampan, serta merta lupa memberi asupan terpenting saat tubuhnya lelah. Yah, Ares memilih cara menyakiti diri sendiri memaksakan kehendak pada tubuhnya harus tetap terjaga kala lelah menyerang. Pernah suatu malam Ares diajak berpikir keras. Duduk di ruang tamu kamar hotel ditemani Luke juga satu botol Martini, papa tampan kerap bertanya, siapa yang harus disalahkan atas dilema berkepanjangan ini?! Saat itu Luke memberi jawaban cukup bijak membantu hatinya yang terluka terlapisi rasa tenang. Ayah, Ibu, Early, Tante Merlin atau sifat naif dari gadis manis yang mas
5 jam sebelum pernikahan .... Cherry belum mau beranjak dari sofa dekat jendela kamar. Gadis itu sedang berusaha melepas kisah asmara yang dalam hitungan jam ke depan menjadi kenangan. Cherry tersenyum memandangi bulan indah bersinar terang di atas sana. "Ayah," Cherry memanggil lemah. "Beri aku waktu melupakan kisah indah ... hatiku sedang sesak." Menunduk sesaat menyimak ribuan lampu-lampu menyala di luar sana lalu padam satu per satu. Tidak ada air mata tumpah menganak sungai, namun sesekali arah pandang gadis manis itu tampak buram segera mungkin mengerjab, ia melapangkan hati ... kuat. "Ayah ... bagaimana kabar ibuku?" alih-alih mengutarakan rasa tidak nyaman dalam hati, Cherry justru bertanya tentang ibu kandungnya. "Aku tahu, kalian pasti sudah bertemu dan bahagia di sana. Tenang saja aku tidak percaya cerita Ibu Merlin tentang ibu kandungku Merlina." Menggeleng lucu seolah kedua orang tuanya ada di hadapan sedang
Terry tampak gelisah. Kaki wanita paruh baya itu tidak henti menyapu marmer pada jejak yang sama. Menggigit kuku jari telunjuk polos tanpa pewarna, sesekali Terry menoleh berharap seseorang yang ia nantikan muncul dari balik pintu utama. "Apa benar, ya?" monolog Terry, membuang napas halus. "Percaya atau tidak ya?!" Wanita paruh baya di sana terlihat bimbang mengenai ucapan sang suami. Terry sempat memasang wajah sangar kala James tiba-tiba membangunkan dirinya untuk terjaga sesaat dan menunggu pria itu kembali ke rumah. Tentu saja bukan hal mudah untuk James langsung keluar rumah begitu saja mengingat langit di luar masih tampak sangat gelap, yang lebih utama, besok adalah hari penting untuk putra mereka. "Bagus, kau ingin lepas tangan atas nasib putramu sekarang." Kalimat ketus istri tersayang langsung hinggap ke telinga tepat setelah kelopak Terry terbuka, serta-merta menyidik sinis penampilan rapi James dari atas sampai bawah