"Apa? kau menolong gadis itu dan Ibunya pergi ke rumah sakit?" Bella baru saja selesai check up ke dokter untuk memeriksakan kesehatannya.
Andrew yang baru saja pulang segera menemuinya karena ingin mengetahui hasil pemeriksaan Bella. Andrew mengambil kertas hasil cek up Bella yang ada di atas meja dan membacanya.
"Hmmm... aku tidak sengaja melihat Ibunya pingsan dan membawa mereka ke rumah sakit."
"Apa kau tidak berpikir bahwa ini adalah kesempatan yang bagus untukmu, Kak?" Bella sangat antusias dia melangkah mendekati Andrew.
Laki laki itu menoleh kemudian berucap dengan kening berkerut halus.
"Maksudmu?"Andrew meletakkan kembali kertas hasil cek up milik Bella ke atas meja kemudian berjalan menuju ke sofa sembari melepaskan jasnya.
"Aku juga memikirkan hal itu, namun aku sedang menunggu waktu yang tepat... apa menurutmu ini akan berhasil, maksudku apa dia tidak akan menolak tawaranku?"
Hahaha...
Bella tiba-tiba terkekeh mendengar kakaknya berucap ragu.Ini pertama kalinya Bella melihat sang kakak yang biasa terlihat garang dan penuh percaya diri tak yakin dengan dirinya sendiri.
"Ada apa denganmu, Kak? Kau biasa selalu mengambil keputusan tanpa mempertimbangkannya bahkan kau selalu percaya diri untuk melakukan sesuatu, namun baru kali ini aku melihatmu seperti sangat ragu."
"Aku tidak tahu, apa karena ini berhubungan dengan Ayah jadi aku merasa takut melakukan kesalahan?"
Berfikir keras bagaimana caranya meyakinkan Alluna agar mau menolong dirinya, terlepas dari dia menolongnya dan membawa mereka ke rumah sakit, Andrew harus memiliki alasan yang lebih kuat agar Alluna tak menolak.
"Bella apa kau ingat ketika kau ingin mengembalikan uang untuk membayar botol minuman itu??"
"Hmm?? Kenapa?" Bella mengangguk.
"Dia saja menolak uang itu dikembalikan, jika kebanyakan wanita di luar sana pasti mereka tidak hanya menerima uang itu mereka juga akan lancang menyentuh tubuhku, tapi dia tidak... ini sepertinya akan lebih sulit dari yang aku bayangkan!"
Andrew menoleh menipiskan bibirnya menatap tajam Bella, mencoba mencerna setiap ucapannya.
"Maksudku jika itu adalah orang lain mungkin setelah kau mengajaknya pergi ke pesta dan tugas pun selesai kau bisa membayarnya namun perempuan itu masih akan terus mengejarmu, tapi sepertinya hal itu tidak akan terjadi dengan perempuan ini, bisa jadi ketika kesepakatan nanti terjadi antara kalian setelah kau membayar uangnya kau dengan mudah bisa menghilang begitu saja bukankah itu suatu keberuntungan untukmu, Kak?"
"Aku juga berpikir demikian, semoga saja dia mau membantuku tapi kalau tidak, kau harus membantuku mencari perempuan lain."
"Ah ya ampuuun! Kau benar benar menyusahkanku! Aku tidak mau tahu aku sudah sangat yakin dengan perempuan itu, aku tidak mau tahu bagaimanapun caranya kau harus bisa mendapatkan simpati darinya!!" Ekspresi wajahnya terlihat sangat kesal.
****************
Alluna duduk di samping ranjang dia nampak terlihat mengantuk karena sepanjang malam tak bisa memejamkan mata dan terus menjaga Tesha.Tak lama kemudian seorang Dokter mengetuk pintu dan masuk ke dalam.
Pintu terbuka dan Dokter pun melangkah masuk.
"Dokter?" sapa Alluna sembari beranjak berdiri dan menundukkan kepalanya.
Melihat ekspresi wajah Dokter, Alluna seperti sedang berpikir keras apa yang sebenarnya terjadi kepada Ibu pemilik toko itu.
Lumayan lama Dokter berada di dalam ruangan, dia menjelaskan apa yang terjadi kepada Ibu Tesha, bahwa dalam waktu dekat Ibu si pemilik toko harus segera dioperasi karena ternyata selama ini dia mengalami pendarahan di otaknya.
Beberapa bulan yang lalu dia sempat terjatuh dan terbentur di bagian kepala namun karena dia takut, Tesha tak berani untuk menemui Dokter ataupun memeriksa keadaan kepalanya.
Sehingga beberapa bulan setelah kejadian itu luka di dalam kepalanya semakin parah. Di samping itu pendarahan telah menyebar sampai ke organ penting di dalam tubuhnya.
Alluna terdiam terkejut mendengar cerita Dokter, tangannya bergerak membungkam mulutnya sendiri, dia tak menyangka Ibu Tesha yang sering dia temui dan selalu terlihat bahagia itu ternyata memiliki penyakit serius.
Alluna tak tahu harus berbuat apa, namun dia harus menyelamatkan Ibu Tesha bagaimanapun caranya.
Tak lama setelah itu Dokter keluar dari ruangan, dan ternyata Andrew sejak dari tadi mencuri dengar pembicaraan mereka dari balik pintu.
****************
Alluna memutuskan untuk keluar dari rumah sakit meninggalkan Ibu Tesha sendirian di ruangan.Dia harus pergi mencari pinjaman atau apapun untuk mengoperasi ibu Tesha.
Namun biaya yang cukup tinggi membuat Alluna bingung harus dari mana dia memulai mencari dana itu."Bagaimana ini? bahkan sisa uang di tabunganku hanya cukup untuk biaya hidupku selama satu bulan ini" gumam Alluna sembari duduk di bangku bawah pohon depan toko.
Beruntung Alluna mendapatkan beasiswa di tempat kuliahnya sampai dia lulus sehingga dia bisa melanjutkan kuliahnya.
"Kau membutuhkan bantuan?" ucap Andrew yang tiba-tiba datang dari arah belakang.
Ternyata sejak dari tadi dia tak hanya menguping pembicaraan Alluna, dia juga mengikuti kemanapun Alluna pergi.
Bahkan Andrew sempat mengutuk dirinya sendiri karena sudah berperilaku seperti penguntit.
"Anda?" Alluna beranjak berdiri ketika melihat Andrew di sana.
"Bukankah semalam aku sudah memberi tahu namaku?" ucapnya karena Andrew merasa Alluna berbicara terlalu formal dengannya dan itu tak membuatnya nyaman.
"Oh, maaf... And.andrew" Alluna pun kembali duduk.
"Bolehkah aku duduk disampingmu?"
Alluna ragu namun akhirnya dia memperbolehkan Andrew untuk duduk di sampingnya sembari menyimpan buku tabungan kembali ke dalam tas.
"Aku sudah melihatnya jadi kau tak perlu menyembunyikannya dariku."
"Maksudmu?" Alluna menoleh penuh tanda tanya.
"Itu!" Andrew menunjuk buku tabungan Alluna dengan dagu dan kedua alis yang terangkat bersamaan.
"Aku sudah melihat buku tabungan itu, jadi kau tak perlu menyembunyikannya" Andrew berucap sembari membuang pandangannya ke arah lain.
Alluna berusaha menutupi semuanya dengan tersenyum tipis dia sangat malu ada orang lain yang melihat isi buku tabungan miliknya.
"Kau yakin bisa hidup dengan uang itu?"
"Maaf!!!" Alluna sempat tersinggung namun Andrew mencoba menjelaskannya.
"Jangan terlalu naif, kau pasti membutuhkan uang banyak untuk bertahan hidup, bukan?? aku tahu apa yang sedang kau alami, jadi aku sengaja datang ke sini untuk menawarimu sebuah bantuan!"
“Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan
“Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka
Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.
Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek
Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil
Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola
Alluna menatapnya kesal bercampur tak percaya, bagaimana bisa lelaki itu tega membohongi dirinya. Seketika saat itu juga wajah Alluna berubah memerah karena tak sanggup lagi menahan tangis dia mulai merengek membuat Andrew merasa bersalah.Tetapi lelaki itu masih bisa tertawa menikmati keberhasilannya dalam membuat Alluna kesal. Andrew tersenyum kemudian memeluk Alkuna dengan erat.“Maaf” ucapnya sembari membelai lembut kepala Alluna.“Kenapa?” Alluna mendorong dada Andrew membuat dirinya lepas dari dekapannya. Ada rasa bahagia yang bercampur jengkel atas perbuatan Andrew.“Kenapa kau harus membohongiku?! Apa untungnya ha?” Alluna mengusap pipinya yang basah.Lagi, Andrew ingin memeluknya namun Alluna langsung menggunakan kedua tangannya untuk menahan dada Andrew agar tak bisa mendekat.“Kau pikir ini lucu!! Kenapa kau tertawa? Kau men
"Aluna!" Seketika tanpa sadar Andrew menggeram menyebut namanya. Dan saat perempuan itu memutar tubuhnya menatap kearah wajah Andrew, lelaki itu membuang pandangannya ke arah lain bersikap seolah dia lupa dengan apa yang baru saja dia lontarkan. Aluna tersadar lelaki itu menyebut namanya dengan suara dan intonasi nada seperti dulu saat Andrew masih sedang bersamanya.Raut wajahnya nampak berbinar seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar olehnya. Alluna perlahan melangkahkan kakinya kembali mendekati meja. Sementara Andrew yang mulai terlihat gelisah masih tak berani menatap mata Alluna yang sedang menatapnya dengan lekat. Dada Alluna berdebar kencang saat langkahnya semakin dekat dengan Andrew.“Kau... memanggilku apa?” suaranya bergetar, pandangannya tak pernah lepas dari Andrew yang masih berusaha menghindar dari tatapannya. Mencoba untuk tenang Andrew kemudian menghela
Di ruang kerja tempat Alluna mengecek semua perkembangan pasiennya, terlihat Andrew dan Alluna duduk saling berhadap-hadapan di seberang meja.Ada dokter lelaki yang sebelumnya menyapa Andrew ketika dia datang ke rumah sakit. Dia hanya mengantar Andrew sampai keruangan Alluna setelah itu dia dia pergi karena masih ada pekerjaan lain."Saya akan membiarkan kalian berdua untuk berbincang, kalau begitu saya pamit pergi terlebih dulu" Dokter itu sempat menundukkan kepala sebelum akhirnya dia melangkah ke pintu kemudian pergi meninggalkan ruangan.Suasana di ruangan menjadi semakin canggung terlebih lagi untuk Alluna yang merasa bahwa Andrew seperti orang asing baginya saat ini.Raut wajah Andrew saat menatap ke arahnya terlihat begitu sangat berbeda bukan seperti Andrew yang biasanya. Mereka masih saling diam belum ada satupun dari kedua belah pihak yang berusaha untuk memulai pembicaraan.Terlihat beberapa kali Al