Share

Partus

Author: Evin Hard
last update Last Updated: 2021-08-30 19:20:40

“Ada dua ibu bersalin di IGD,” ujar dr. Gatta. “Sebaiknya kalian dampingi pasien yang sudah bukaan 4 itu.”

Hifa pun berlari ke arah ibu hamil tersebut. Dengan cepat melakukan pemeriksaan singkat. Kemudian mendorongnya masuk ke ruang VK[1]. Ada dua bidan yang bertugas saat itu. Mereka membantu ibu tadi mempersiapkan peralatan partus[2].

“Fan, cepat sini,” panggil Hifa kesal.

“Kenapa?” tanya Ifan.

Hifa memperlihatkan tangan bayi sudah muncul dari vulva. Semua tampak panik. Bidan muda di samping mereka diam tak mampu berkata-kata.

Ifan menatap datar. Seolah tidak terjadi apa-apa, dia mengambil sarung tangan obgyn dan segera mengambil tempat di dekat ibu yang tengah bersalin tersebut.

“Ibu Rina, ibu tenang dulu. Sekarang ibu jangan mengejan dulu. Tarik napas dalam, kumpulkan napasnya, lalu ketika sudah terasa nyeri sekali baru sama-sama ibu mengejan,” ucap Ifan seperti sudah sering menolong persalinan.

Hifa berdiri mengamati tindakan Ifan yang terlihat luwes itu. Dia tahu Ifan juga tidak pernah menolong persalinan seperti ini sebelumnya, tapi sikapnya yang tenang membuat dia terlihat sangat mahir. Ifan melakukan berbagai perasat yang nyaris sudah dilupakan Hifa. Dia melahirkan bahu sang bayi, kemudian membantu keluar kepala bayi mungil tadi.

Hifa ingat ini kasus kandungan yang cukup langka terjadi. Neglected Transverse Presentation hingga menyebabkan lengan bayi prolaps dan keluar dari vulva sebelum kepala bayi turun. Dia tahu jika bayi ini tidak segera ditindaklanjuti mungkin bisa meninggal di dalam rahim.

Sang ibu melepaskan erangan terkuatnya saat berhasil melahirkan kepala, badan, dan kaki bayi. Bayinya langsung menangis keras. Wajah bayi yang di detik awal sempat membiru berangsur-angsur memerah. Bidan segera menangkap bayi tersebut dan membersihkannya dengan kain kering. Hifa ingin bersorak lega. Dia bisa melihat wajah Ifan yang berpeluh menghela gembira. Hifa tahu dia juga sangat tegang saat melakukan tindakan tersebut.

Kini giliran Hifa yang bertugas melahirkan plasenta. Dia pernah melakukannya beberapa kali saat koas dulu. Semestinya ini tidak sesulit seperti yang dia bayangkan. Ilmu tentang penegangan tali pusat terkendali sudah di luar kepalanya. Ifan di depannya masih membantu melakukan masase uterus[3] di depannya. Sangking semangatnya dia melakukan pijat perut, air ketuban bercampur lendir darah yang masih berada di rongga rahim tersembur keluar. Cipratan tadi tepat membasahi seluruh lengan hingga kepala Hifa.

Seketika Hifa basah kuyub. Ifan melonjak kaget. Dia berhenti memijat rahim ibu tadi.

“Ifan!” Hifa menggertak Ifan kesal. Namun dia tidak bisa banyak berbuat karena tali pusat itu masih berada dalam genggangamnya. Setelah plasenta keluar seluruhnya, Hifa segera melakukan periksa dalam untuk memastikan tidak ada plasenta yang tersisa.

Plasenta keluar tanpa bersisa dan bayi juga sudah berada dalam pelukan sang ibu.

Selang beberapa waktu setelah bayi tersebut lahir, konsulen obgyn pun tiba. Dia berjalan tergesa-gesa ke arah ruangan pasien dan mendapati bayi yang dilahirkan ternyata dalam keadaan sehat. Dia menatap Hifa dan Ifan selama beberapa detik.

Hifa yang kumal itu menatapnya tegang. Mereka tidak tahu respon apa yang akan diberikan oleh konsulen itu.

“Ah, sudah ya? Baiklah, kalau begitu. Kalian bisa selesaikan, kan?” tanya dari balik masker bedahnya.

Hifa tidak segera menjawab sebab dia masih bingung apakah sang konsulen marah mereka mendahului pekerjaannya, atau justru jadi terbantu dengan adanya tindakan mereka. Dr. Gatta datang tak lama kemudian. Wajahnya menatap Hifa dan Ifan heran.

“Maaf, dok, saya tidak tahu jika mereka sudah menyelesaikan persalinan pasien ini,” kata Gatta menyusul sang konsulen.

“Oh, tidak apa-apa. Aku tadinya pikir proses persalinan seperti ini butuh pendampingan. Tapi kuliat semua aman-aman aja,” ucapnya.

Konsulen tadi segera memeriksa status pasien dan pergi tak lama kemudian. Kedua mata Hifa masih melotot ke arah Ifan. Ifan membalas tatapan tadi dengan kernyitan tanpa dosa. Dia meraih sehelai tisu dan menyerahkannya pada Hifa.

Hifa menepis tisu tadi masih kesal. “Kamu tuh kenapa sih? Gak waktu koas gak waktu iship, selalu aja bikin gara-gara.”

“Aku kan gak tahu air ketubannya bakal menyemprot gitu,” pungkas Ifan membela diri. “Lagian siapa suruh kepalamu deket-deket?”

Hifa tak menyambung perdebatan tadi. Dia tahu semua hanya akan membuat hatinya makin runyam. Lebih baik dia segera membersihkan diri sebelum dr. Gatta mencium bau anyir ini.

[1] VK (Verlos Kamer ) yang artinya ruang bersalin

[2] Partus : melahirkan secara normal

[3] Uterus : rahim

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Iship Memoar   Akankah berakhir?

    Semua sudah berakhir indah pada waktunya. Hifa kembali bertemu dengan Ifan. Terima kasih sudah setia membaca cerita ini hingga akhir. Sebagian cerita merupakan kisah nyata dengan nama pemeran yang disamarkan. Semua cerita merupakan tulisan asli/original penulis. Bila ada kesamaan tempat, waktu, cerita, plot, dan lainnya itu murni karena kebetulan belaka. Kisah ini masih memiliki sejuta langkah, tapi akahkah langkahnya harus berakhir di sini? Akhir kata, saya juga ingin ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu dalam penulisan buku ini. Teman-teman yang mungkin namanya belum bisa kusebutkan, yang telah setia merevisi cerita ini dan dengan sabar mengoreksi tulisan ini. Tetap semangat dan jangan menyerah.

  • Iship Memoar   Epilog

    Malam itu Hifa kembali menjalani rutinitas jaganya di salah satu rumah sakit swasta di pinggir Kota Jakarta. Rumah sakit tempatnya bekerja tak jauh dari apartemennya. Bukan rumah sakit yang besar. Hanya rumah sakit tipe C yang berada di kawasan industri dan pabrik. Sehingga rata-rata pasien yang berobat merupakan pekerja di lingkungan rumah sakit juga. “Dok, ada pasien dengan vulnus ictum,” ujar seorang perawat IGD bertubuh mungil tersebut. Hifa yang tengah melewati tidur ayamnya di kursi jaga harus bangkit untuk memeriksa pasien tersebut. Dia melihat ada laki-laki yang tengah tengkurap di atas brangkar dengan telapak kaki yang berlumuran darah. Paku kecil masih tertancap di area tumitnya. Walau dalam, luka tersebut tidak mengeluarkan banyak darah. “Pak, kita bawa ke ruang tindakan ya,” ucap Hifa tanpa banyak bertanya. Dia sudah mendapatkan catatan riwayat pasien itu dari perawat. “Kak, siapin minor set ya. Saya mau informed consent

  • Iship Memoar   Perpisahan

    Langit mendung dengan awan yang kelabu menyelubungi bingkai jendela tak bertirai itu. Hifa memeluk tubuhnya dalam kekalutan. Tubuhnya yang bersimbah darah duduk dalam kegelisahan dan ketakutan. Dia tak kuasa menyingkirkan erangan histeris tadi. Belum ada yang bisa menyampaikan padanya kondisi terkini Ifan. Sahabat karibnya itu masih terbaring tanpa kekuatan di dalam sana. Jika memang ini adalah akhir dari ceritanya dengan Ifan, maka Hifa tidak akan pernah memaafkan dirinya lagi.Orang tua Ifan datang beberapa jam setelah mendapat kabar tentang bentrokan yang terjadi di Pasar Simpang. Hifa masih bergeming di koridor kamar bedah dengan risau.Hifa bisa melihat mama angkat Ifan yang terlihat begitu modis berjalan tanpa melihat keberadaan Hifa. Dia berjalan bersama seorang perempuan muda yang tak kalah cantiknya dengan artis K-pop. Tubuhnya langsing semampai dengan kulit yang bersinar bagai para dewi di kahyangan. Saat lewat di depan Hifa, mamanya sempat melirik heran ke a

  • Iship Memoar   Kerusuhan

    “Fan, aku mau ke pasar cari sayur. Stok makanan kita udah menipis.” Hifa membuka lemari es yang isinya tinggal kentang saja.Ifan masih duduk membaca buku kecil di depannya segera mengiyakan permintaan tadi. “Oke, kamu bikin dulu daftarnya. Ntar aku sama Kai aja yang beli.”“Aku aja. Kai kan jaga di KIA hari ini.”Ifan mengangguk. “Oke, lima menit lagi.”Hifa melirik ke bacaan yang tengah dilihat Ifan dengan serius itu. Ifan selalu membawa berbagai jenis buku bersamanya ke manapun. Judulnya pun beraneka ragam.“Baca apaan?”“Trubus,” jawab Ifan asal. Dia segera memasukkan buku tadi ke dalam tasnya sebelum Hifa sempat melihat buku tadi.“Sejak kapan kamu jadi suka tanaman?”“Kamu udah siap? Ayo, katanya mau beli sayur.”Pertanyaan Hifa teralihkan. Dia segera membawa keranjang sayurnya dan naik ke mobil Ifan dengan penuh semanga

  • Iship Memoar   Monosodium Glutamat

    Seusai prosesi penguburan, Ifan dan Hifa kembali melanjutkan aktivitasnya di puskesmas. Kenangan menyakitkan yang telah terjadi pada Ifan akan bersama-sama terkubur di tempat ini. Ifan harus memulai hidupnya lagi. Tanpa terasa waktu mereka di pulau ini tinggal tiga minggu lagi.Senja itu, kelima peserta internship tengah duduk berdampingan di bawah pohon cemara yang rindang. Udara hangat berembus menerpa wajah mereka dengan pelan. Pantai putih dengan horizon laut mewarnai pemandangan yang terhampar di depan mereka. Kai duduk dengan tumpukan makanan instan di dekatnya. Kebiasaannya sejak dulu adalah menjadi pemasok makanan instan kapan pun di mana pun.Silla membantunya merebus mi instan yang mereka bawa sendiri dari rumah. Hifa dan Ifan duduk agak menjauh dari ketiga temannya yang lain. Hingga saat ini baik Kai, Silla, ataupun Nindi belum ada yang tahu masalah Ifan.“Fan, setelah ini kamu mau ke mana?” tanya Hifa.“Aku masih har

  • Iship Memoar   Mengusung kematian

    Seminggu setelah pertemuan terakhir Hifa dengan Ibu Elena berlalu begitu cepat. Hifa berulang kali ingin membujuk Ifan ke tempat tersebut, tapi dia tidak pernah memiliki keberanian untuk melakukannya. Di satu sisi Hifa juga agak takut ke tempat itu lagi. Dua pria yang ditemuinya di persimpangan jalan itu terlihat begitu mengancam. Dia tidak bisa ke sana seorang diri. Tapi siapa yang bisa dia ajak? Sementara Hifa sadar kondisi Ibu Elena pasti lebih parah lagi sekarang. Terlebih Ibu Elena sudah menolak terapi dan tindakan yang dianjurkan dokter.“Fan, kamu yakin gak mau bertemu dengan mamamu?” tanya Hifa saat mereka tengah duduk bersantai di belakang puskesmas.Ifan memejamkan matanya dalam keheningan. Dia seperti tengah menekuri keputusan terbaik yang bisa dia ambil terhadap ibunya itu.“Fa, waktu kamu pertama kenal denganku, menurutmu aku orang yang gimana?”“Hmm… kamu tu usil, keras kepala, sedikit berdarah dingin, da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status