Share

Bab 3

Author: Fortunata
last update Huling Na-update: 2025-05-14 15:40:54

“Sayang, kamu kayaknya terlalu capek kursus dan siapin pernikahan.”

Bukan pelukan hangat, Hadi–sang ayah–malah memandang sinis Lalita yang baru saja menceritakan perselingkuhan Citra dan Aldo begitu kembali ke Jakarta.

Padahal, ia baru saja lega karena dokter berhasil meresepkan obat untuknya.

Ia berharap ayahnya dapat bertindak sesuatu, tetapi wajah pria kesayangan Lalita itu justru tampak tak percaya padanya?

“Aku gak capek, Pa. Mereka–”

“Kamu mau papa daftarin ke psikiater? Kita bareng perginya ya...”

Deg!

“PAPAA!!” seru Lalita seketika.

Bagaimana bisa ayahnya berkata demikian? Sayangnya, suaranya yang lantang justru membuat Hadi tampak kesal. “Papa kayaknya terlalu manjain kamu, Lalita. Bisa-bisanya kamu teriak ke papa!”

“Asal kamu tahu, Lalita. Saat kamu berleha-leha kursus dan jalan-jalan pakai uang papa, Citra dan Aldo sebagai project manager kerja keras bantuin papa cari klien! Kamu malah fitnah adik kamu selingkuh sama tunangan kamu? Mereka kerja, Lalita! Dan racun? Kamu terlalu terobsesi sama Aldo sampai halusinasi!”

Lalita terpaku. Kata-kata ayahnya seperti gergaji yang menggerus habis kepercayaannya. Ia ingin menjawab, ingin meyakinkan. Tapi, lidahnya kelu.

“Papa gagal didik kamu, Lalita. Kamu butuh bantuan profesional.”

Tanpa memberi kesempatan bicara, Hadi menarik tangan Lalita dengan kasar. “Ayo!”

Lalita merasa frustasi dan menangis. Belum lagi, sang ayah tak mau melepasnya meski ia menjelaskan berkali-kali.

Ia tak menyangka ayahnya setega ini.

Di tengah rasa frustasi itu, Lalita samar-samar mendengar suara langkah kaki mendekati mereka.

Brian kini berdiri di ambang pintu.

Pria itu cukup terkejut melihat pemandangan Lalita dan sang ayah. “Lita? Om?”

“Brian, tolong aku….” Lalita menangis keras, berusaha melepaskan diri.

Mendengar itu, Brian cepat-cepat mendekat dan mencoba memisahkan mereka. “Om... tenang dulu ya...” bujuknya, “Biar saya ngomong sama Lalita dulu ya om.”

Sayangnya, Hadi tetap saja tidak menanggapi Brian dan tetap menarik tangan putrinya. “Dia harus segera diobati!”

“Om, saya temenan lama sama Lalita, kan. Om bisa percaya sama saya,” tegas Brian seketika.

Hal itu membuat Hadi berhenti dan menoleh pada Brian.

“Om bisa percaya sama saya, kan?” ucap Brian berusaha meyakinkan Hadi lagi.

Hadi akhirnya melemparkan tangan Lalita ke arah Brian. “Urus dia!”

Pria paruh baya itu lalu membalikkan badannya–membuat tangis Lalita pecah lagi.

Ia membiarkan Brian membimbingnya keluar dari sana dan masuk ke mobil pria itu.

“Papa... gak percaya sama aku....” ungkap Lalita akhirnya.

Tubuhnya gemetar.

Dibanding pengkhianatan sang kekasih dan adik tiri, ketidakpercayaan sang ayah ternyata jauh lebih menyakitkan.

Di sampingnya, Brian hanya duduk diam–memberi Lalita ruang tanpa memaksa.

Barulah saat dia tenang, Brian bertanya padanya, “Om Hadi kenapa memangnya, Lit?”

Lalita mendadak ragu. Jika ayahnya sendiri tidak percaya padanya, untuk apa ia bercerita pada orang lain?

"Aku mungkin gak bisa bantu banyak. Tapi kita udah kenal lama. Mungkin aku bisa bantu kamu lihat semuanya dari sudut pandang yang lain... bantu kamu susun strategi juga.” Tiba-tiba Brian menyentuh tangannya membuat Lalita menunduk.

Entah mengapa, tindakan Brian ini justru membuat hatinya hangat setelah kejadian aneh beberapa waktu lalu.

“Aldo... selingkuh...” ucap Lalita, nyaris seperti bisikan.

Hanya saja, Brian tidak merespons.  Pria itu seolah tak terkejut sama sekali?

“Kamu gak kaget?” tanya Lalita akhirnya.

Brian tersenyum miris. “Aku udah tahu.”

Kepala Lalita seperti dihantam palu. Jika Brian tahu… besar kemungkinan seluruh kantor tahu. Seingat Lalita, Brian bukan tipe yang suka mencampuri masalah orang lain.

Berarti, apa hanya dirinya yang selama ini hidup dalam ketidaktahuan?

“Semua orang… tahu?” suaranya Lalita tercekat.

“Iya,” jawab Brian pelan, “kecuali Om Hadi.”

Lalita tak bisa berkata-kata. “Kok bisa?”

“Om Hadi selalu banggain Citra,” lanjut Brian sembari mengeluarkan tisu dari laci dashboard. “Dia percaya Citra layak jadi penerusnya. Gak ada yang berani ngomong. Karier mereka taruhannya.”

Lalita menyeka air matanya. “Tapi mereka gak bisa kerja…”

Brian menoleh. “Maksudmu?”

“Selama aku tinggal sendiri di apartemen, aku yang kerjain semua kerjaan mereka. Bisa dibilang, 90% proposal tender, presentasi, research, itu hasil kerjaku.”

“Kamu? Maksudnya kamu yang presentasi ke klien?” Brian mengernyit. “bukannya kamu... sibuk kursus dan jalan-jalan?”

Lalita menggelengkan kepala. “Mereka bahkan gak bisa presentasi dengan benar. Aku takut calon klien batal kerjasama jadi aku selalu bantu mereka.”

Mendengar ucapannya sendiri, Lalita merasa sakit hati.

Semua jadi terasa masuk akal sekarang.

Aldo selalu menyuruhnya berhenti kerja dan menyuruhnya kursus agar Lalita tidak punya pengaruh di kantor.

Agar dia tidak bersaing dengan mereka berdua di hadapan Hadi. Lalita kemudian menceritakan hal yang terjadi di restoran.

“Aku... bodoh banget,” lirih Lalita setelah menceritakan segalanya.

Ia hendak memukul kepalanya, tetapi dihentikan Brian dengan cepat. “Kamu gak bodoh, cuma terlalu baik aja.”

“Tapi, Papa gak percaya aku dan malah mau bawa aku ke psikiater, Brian.”

Pria itu diam sejenak, lalu kembali bertanya, “Kamu mau apa sekarang, Lit?”

“Rebut kembali semua yang aku punya.”

“Termasuk Aldo?”

Lalita ragu.

Melihat itu, Brian menghela napas tajam. “Inilah kenapa aku males denger curhat orang bucin. Ibaratnya tuh, kotoran udah dilempar ke muka, tapi masih aja dibelain. Sadar!”

“Maaf…”

“Lit, kamu gak bisa berjuang sendiri. Mereka juga sering ke apartemen kamu. Kalau kamu terus di situ, kamu akan terus terpapar bahaya. Dia udah coba racunin kamu, ingat? Kamu gak akan bisa hindari makanan yang mereka kasih. Putusin Aldo dan nikah sama aku.”

Lalita menatap Brian, terkejut. “Jangan bercanda, Brian. Aku serius.”

“Lalita Ivana Adibyo,” jawab Brian tegas. “Saya juga serius.”

Lalita terdiam.

Ia tahu, Brian hanya memanggil nama lengkapnya kalau ia benar-benar serius.

Belum lagi, nada bicara pria itu kini sangat mendominasi, “Aku butuh seseorang buat pura-pura jadi istriku. Mama frustasi karena aku belum nikah. Dia udah gak mau ngomong sama aku sampai aku setuju dijodohin. Kalau kamu berpura-pura jadi istri aku, aku akan bantu kamu singkirkan dua orang itu. Win-win solution, kan?”

“Tapi, gimana kalau tante gak setuju?”

Brian tersenyum miring. “Mama pasti setuju kalau kamu orangnya. Dia udah kenal kamu sejak dulu. Kita bisa bilang kalau aku udah suka kamu sejak lama. Gak akan mencurigakan, kok.”

“Dua tahun aja, Lit,” ucapnya lagi, “Habis itu harusnya mama gak akan komplain kalau aku gagal di pernikahanku. Seenggaknya aku pernah coba untuk nikah.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 182 : Dimana? (4)

    Deri dan Sabrina kembali pulang dengan tangan kosong."Lit, kamu beneran jujur tadi? Kamu beneran gak tahu Brian ada di mana?" tanya Hadi lagi setelah mobil Deri keluar dari area rumah mereka.Lalita memejamkan mata. Ingin sekali rasanya berteriak.Berapa kali lagi harus ia katakana kalau dia benar benar-benar tidak tahu keberadaan Brian?"Papaaaa… Lita beneran gak tahu…" jawab Lalita frustrasi.Hadi terlihat lega. Ia tidak ingin Lalita terlibat. Tidak ingin membayangkan kegilaan apa yang mungkin terjadi.Dengan gemetar, Lalita mengambil dua ponselnya dan segera mengetik pesan. Satu untuk Fauza, satu lagi untuk Mike.[Za, lo pernah denger kabar tentang Brian gak?][Mike, saya Lalita, anaknya Pak Hadi. Saya mau menggunakan jasa anda untuk mencari seseorang.]***"Yan… lo udah berjam-jam kerja. Gak mau makan dulu? Gue bawain makanan. Stok obat gue lagi

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 181 : Dimana? (3)

    “Om… Tante… tenang dulu, ya… Lita bener-bener gak tahu Brian ada di mana. Lita sumpah gak bohong. Lita cuma kaget aja, karena terakhir kali kita ngobrol—hari Brian resign dari Fort—Brian cuma bilang dia lagi usaha supaya gak jadi nikah sama Diana. Kalau… memang ada cewek lain, ya mending cewek lain itu aja…”Mendengar itu, Sabrina tampak sangat terpukul dan kembali menangis.“Lita… kamu beneran jujur, kan? Kalau ada informasi sekecil apa pun tentang Brian, tolong kasih tahu Om Deri dan Tante Sabrina. Kasihan Tante Sabrina…” ucap Hadi pelan.Lalita tampak putus asa. Ia memang jujur.Lita berdiri dari sofa ruang tamu dan berjalan menuju kamarnya.“Lita… papa masih ngomong, Lita…” tegur Hadi.Lita menoleh dengan kesal. “Bentar! Lita mau ambil sesuatu di kamar!”Hadi hanya bisa berdehem dan diam.Tak l

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 180 : Dimana? (2)

    Sabrina dan Deri kemudian duduk. Lalita pun memanggil Bi Imah untuk menghidangkan teh agar mereka sedikit tenang.“Jadi, ada apa ini?” tanya Hadi setelah hening beberapa saat. “Kenapa kalian teriak-teriak pagi-pagi begini?”Sabrina membuka mulut, tampak ingin langsung mencecar Lalita, tapi, Deri dengan sigap menahan lengannya. Pria itu tahu betul kalau satu kata saja dari istrinya, suasana bisa berubah jadi medan perang.Deri menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Lalu, menjelaskan semuanya.Brian tiba-tiba menghilang. Tanpa jejak, ia tidak meninggalkan pesan apapun. Mereka sudah melapor ke polisi, menyewa orang untuk mencari, bahkan menelusuri semua kemungkinan.Hasilnya tetap nihil.Sudah satu bulan berlalu, masih tetap saja nihil.Lalita dan ayahnya saling pandang—kaget, tapi juga bingung.“Jadi kalian datang ke sini karena berpikir Lita tahu Brian ada di mana?” tanya H

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 179 : Dimana?

    “Alasan aku ajak kamu ke sini karena aku mau ngomong ini sebelum semuanya bener-bener berakhir. Kita gak akan ketemu lagi, Lit. Aku gak mau ada penyesalan. Aku juga gak minta kamu balas perasaan aku… aku cuma pengen kamu tahu.”“Kalau aku mau kamu bales perasaan aku, aku akan ngomong sebelum kita resmi cerai biar gak usah cerai. Itu pun kalau kamu mau…” lanjut Brian lagi.Lalita menghela napas, merasa suasana langsung berubah menjadi berat.“Kamu bener-bener bikin suasana jadi canggung…” gumamnya.“Gak akan ada yang berubah, Lit. Kita udah cerai. Aku cuma berharap… kita masih bisa berteman. Kamu tetep bisa hubungin aku kalau butuh bantuan. Aku pasti bantu.”Brian tersenyum tipis. “Walaupun kayaknya kamu gak akan hubungin aku sih. Tapi tetap aja… kalau kamu kesusahan, kamu harus hubungi aku.”Lalita masih diam—ingin pergi, ingin pulang, ingin me

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 178

    Semua orang, kecuali Diana langsung menoleh pada Sabrina.Deri yang sadar suasana mulai canggung langsung mencoba mengalihkan pembicaraan.“Keadaan lo gimana sekarang? Udah membaik?” tanyanya pelan, berusaha terdengar santai.“Udah. Udah mendingan,” jawab Hadi singkat.Percakapan pun kian bergerak ke arah yang Deri inginkan. Lalita hanya duduk di samping Brian sambil memainkan ujung jarinya, pandangannya menerawang. Suara ayahnya dan om Deri terdengar samar—ia tidak benar-benar menyimak. Kepalanya terlalu penuh.***Waktu melesat sangat cepat bagi Lalita. Hari-hari ia habiskan dengan rapat, tumpukan dokumen, dan jadwal sidang yang datang hampir beruntun.Akhir dari semua proses ini tidak lagi menjadi kejutan. Ibu dan adik Aldo akhirnya ikut mendekam di penjara karena tak sanggup membayar denda.Wita kalah. Ia juga masuk penjara—dan Fuad… benar-benar meninggalkannya. Wita tak bisa membuktikan apa pun tentang keterlibatan pria itu. Tangan Fuad benar-benar bersih.Dan Brian.

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 177 : Kunjugan Terakhir

    Cukup lama Lalita menangis di pelukan ayahnya.Hadi hanya menepuk punggung putrinya pelan, mencoba menenangkan badai yang berputar hebat di dalam dada gadis itu.Mereka bertiga berbicara dari hati ke hati cukup lama—Lalita, Brian, dan Hadi.Tak ada nada tinggi, tak ada air mata lagi. Hanya kejujuran yang akhirnya bisa keluar setelah sekian lama tertahan.Minus tamparan yang telah diluncurkan Sabrina tentunya.“Coba kamu atur jadwal ketemu mama dan papa kamu. Om mau minta maaf,” ucap Hadi pelan, menatap Brian dengan penuh kesungguhan.Brian mengerutkan kening. “Tapi, Om…”“Anak Om salah. Setidaknya Om harus minta maaf ke mereka. Mereka pasti kecewa banget. Om bisa lihat mama kamu sebelumnya suka banget sama Lita, tapi dia tiba-tiba dukung mantan pacar kamu. Jelas dia kecewa banget berarti kan?”Hadi berbicara dengan sangat lembut. Meski begitu, dari raut wajahnya, terlihat tidak menerima penolakan.Brian menarik napas berat. “Om, aku pasti disuruh cepet-cepet cerai. Aku cuma mau nyeles

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status